Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Harimau Jadi Ancaman Anak-anak yang Belajar Online

Kompas.com - 31/08/2020, 15:09 WIB
Dewantoro,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com – Anak-anak sekolah di Desa Tapus Sipagimbal, Kecamatan Aek Bilah, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, harus belajar dengan sistem online selama masa pandemi Covid-19.

Namun, sulitnya jaringan internet di desa, memaksa anak-anak harus masuk ke areal terbuka di hutan.

Kondisi ini bukan tanpa bahaya.

Baca juga: Jumlah Pasien Corona di Kepri Lebih dari 1.000 Orang

Anak-anak harus bertaruh nyawa saat membelah hutan yang biasa sebagai lokasi pelintasan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).

Dalam beberapa waktu terakhir, harimau tersebut sudah memangsa anjing, ular dan kambing.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) Hotmauli Sianturi mengatakan, kemunculan harimau di desa tersebut sudah terjadi sejak Mei 2020.

Kemunculan harimau membuat masyarakat resah, sehingga melaporkannya kepada petugas.

Baca juga: Sempat Ada Pro dan Kontra, PRA Luqman Zulkaedin Resmi Jadi Sultan Kasepuhan Cirebon

Evakuasi harimau

Petugas BBKSDA kemudian turun ke lapangan dan mendapatkan fakta-fakta bahwa memang terdapat sejumlah hewan yang diserang harimau.

 “Tanggal 15 Agustus 2020, harimau memangsa kambing. Masyarakat resah,” kata Hotmauli kepada wartawan di kantornya, Senin (31/8/2020).

Atas laporan dan keresahan masyarakat, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk mengusir harimau yang masuk ke dalam hutan.

Kendati demikian, harimau tersebut terus muncul.

Untuk itu, pihaknya kemudian memasang kandang jerat pada 22 Agustus 2020 lalu.

Hanya dalam waktu 2 malam, harimau tersebut masuk ke dalam perangkap.

“Kenapa dievakuasi, karena meresahkan dan mengkhawatirkan, terutama anak-anak di sana. Uniknya, memang kalau untuk sekolah daring harus mencari sinyal di spot terbuka di hutan. Padahal itu dekat dengan pelintasan harimau,” kata Hotmauli.

Harimau yang berhasil dievakuasi tersebut berjenis kelamin betina dengan berat 45,2 kilogram.

Diperkirakan usia harimau 2 – 3 tahun.

Saat ditemukan kondisinya lemah. Kemudian dari hasil pemeriksaan sampel darah, diketahui bahwa harimau tersebut mengalami dehidrasi, malnutrisi dan anemia.

“Dari analisa perilaku, harimau tersebut baru lepas sapih dari induknya,” kata Hotmauli.

Selanjutnya, harimau tersebut dibawa ke Barumun Nagari Wildlife Sanctuary untuk direhabilitasi dan dipulihkan kondisinya.

Hotmauli mengatakan, pihaknya sudah melaporkan penemuan harimau ke pusat dan melakukan diskusi dengan para pegiat konservasi terkait penanganan harimau yang sifat liarnya masih baik tersebut.

Saat ini, pihaknya masih melakakukan assessment terkait lokasi pelepasliaranya kelak. Salah satunya di zona inti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) untuk menghindari konflik dengan manusia.

Penyebab kemunculan harimau

Dia menambahkan, banyak faktor penyebab kemunculan harimau di dekat pemukiman masyarakat.

Pertama, mulai dari kurangnya pakan di dalam habitat.

Kemudian, perilaku harimau yang masih muda, karena belum bisa bersaing dengan harimau dewasa di dalam hutan, maka dia akan mencari di pinggiran hutan, ataupun faktor perburuan.

“Tidak ada faktor tunggal. Harimau muncul tidak selalu menjadi ancaman, karena bisa jadi memang di situ ada jalur perlintasan tradisionalnya. Dan sebelumnya, laporan dari masyarakat, ada yang pernah melihat di sana itu induk dan yang masih kecil,” kata dia.

Hotmauli menjelaskan, saat ini populasi harimau sumatera sekitar 400 – 600 ekor.

Sedangkan di Sumut, jumlahnya sekitar 33 ekor.

Populasinya tersebar di beberapa titik dan tidak selalu tersambung. Begitupun, tidak semua harimau tersebut muncul di kawasan konservasi.

“Status hutan di situ hutan lindung (HL), dan hutan produksi (HP). Enggak ada kawasan konservasi. Malah areal penggunaan lain (APL). Walaupun tutupannya banyak hutan, tapi APL yang bikin batasan kan kita. Harimau mana tahu soal batasan itu,” kata Hotmauli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com