Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Penangkapan Effendi Buhing, Pejuang Adat Laman Kinipan

Kompas.com - 29/08/2020, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Berulangnya tindakan "kriminalisasi" yang dialami masyarakat adat disebut aktivis lingkungan sebagai bentuk pelegalan negara atas "perampokan" yang dilakukan pengusaha di wilayah adat.

"Ibaratnya, rumah kita dimasuki pencuri, terus kita melawan pencuri, tapi yang masuk penjara kita karena melawan pencuri tersebut. Ini kesesatan berpikir," kata aktivis lingkungan.

Yang dimaksud aktivis lingkungan ini adalah yang dialami ketua komunitas adat Laman Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Effendi Buhing yang ditangkap oleh aparat keamanan dari rumahnya karena diduga melakukan pencurian, pemaksaan, dan perampasan, Rabu (26/8/2020).

Baca juga: 24 Jam Setelah Ditangkap, Effendi Buhing Dibebaskan dari Tahanan

Dalam kasus itu, menurut Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), juga ada lima warga adat yang "dikriminalisasi", yaitu Riswan, Yefli Desem, Yusa (tetua adat), Muhammad Ridwan, dan Embang.

Padahal, menurut keterangan para aktivis lingkungan, mereka yang ditahan ini melakukan pembelaan diri karena hutan mereka ditebang dan dikonversi menjadi perkebunan sawit.

Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA), Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan mengatakan telah berupaya untuk menyelesaikan konflik tersebut, tetapi belum berhasil akibat apa yang ia sebut "pemerintah daerah yang mempersulit penyelesaian."

Baca juga: Tergusur dari Hutan Adat Pubabu, Masyarakat Adat Besipae Hidup di Bawah Pohon

Masih pada bulan yang sama, tepatnya beberapa hari usai Presiden Joko Widodo mengenakan pakaian adat Nusa Tenggara Timur saat peringatan kemerdekaan Indonesia, kekerasan terjadi.

Di tempat asal pakaian adat itu, masyarakat mengalami kekerasan. Mereka diusir dan rumahnya dirusak oleh aparat keamanan.

Baca juga: PT SML: Masyarakat Dukung Kami, Hanya Kelompok Effendi Buhing yang Menolak

Berdasarkan keterangan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), hanya dalam beberapa bulan, dari Maret sampai awal Juli 2020, telah terjadi 28 konflik agraria di Indonesia yang diikuti dengan tindakan "kriminalisasi".

Sementara itu, berdasarkan data TPPKA-KSP, terdapat 666 kasus laporan konflik agraria sepanjang 2016 hingga 2019 yang melibatkan 176.132 kepala keluarga dan 1.457.084 hektar lahan.

KNPA pun meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung menyelesaikan konflik argaria tak berujung itu.

Baca juga: Penjelasan Polisi soal Penangkapan Ketua Adat Laman Kinipan Effendi Buhing

Polisi: Effendi diduga otak perusakan

Dalam video di atas, beberapa polisi dari Polda Kalimantan Tengah terlihat sedang menangkap paksa Effendi Buhing dari rumahnya.

Kabid Humas Polda Kalimantan Tengah Kombes Hendra Rochmawan menjelaskan, Effendi ditangkap karena diduga berperan sebagai otak dari dugaan tindakan pidana pencurian mesin, pemaksaan dan perampasan, serta dugaan pembakaran pos jaga milik PT Sawit Mandiri Lestari (SML).

"Penangkapan dilakukan sesuai prosedur dan dilakukan profesional oleh kepolisian. Saat dijemput, dia emosi, keluarganya. Ini murni kriminalitas, tidak ada sangkut paut dengan apa pun," kata Hendra saat dihubungi wartawan BBC News Indonesia, Kamis (27/8/2020).

Baca juga: Duduk Perkara Penangkapan Paksa Effendi Buhing, Pejuang Adat Laman Kinipan oleh Polda Kalteng

Effendi disangkakan Pasal 55 dan 56 KUHP karena diduga turut serta membantu dan melakukan tindak pidana dengan ancaman lima tahun penjara, tambah Hendra.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com