Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencabutan RUU PKS dari Prolegnas 2020 Dinilai sebagai Langkah Mundur

Kompas.com - 28/08/2020, 22:54 WIB
Riska Farasonalia,
Dony Aprian

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat tajam.

Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2019 ada 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Padahal tahun 2018 hanya ada 406.178 kasus, tahun 2017 sebanyak 348.446 kasus, dan pada 2016 hanya 259.150 kasus.

Upaya penegakan keadilan bagi korban kekerasan itu pun dinilai sebagai langkah mundur dengan adanya pencabutan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020.

Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Beri Dukungan pada RUU PKS

RUU PKS ini sebenarnya sudah masuk dalam Prolegnas sejak 2016 lalu.

Namun, tahun ini DPR RI mengeluarkannya dari Prolegnas dengan pertimbangan sulitnya pembahasan.

Atas dasar hal tersebut, Jurnalis Anti Kekerasan Seksual di Jawa Tengah mendesak DPR RI untuk memasukkan kembali RUU PKS ke dalam Prolegnas 2021 pada bulan Oktober 2020 mendatang.

"Kami mendesak DPR RI supaya memasukkan kembali RUU PKS ke dalam Prolegnas 2021 pada bulan Oktober 2020 mendatang," ujar Koordinator Jurnalis Anti Kekerasan Seksual di Jawa Tengah, Aninda Putri, Jumat (28/8/2020).

Menurutnya, alasan dikeluarkannya RUU PKS dalam prolegnas tidak masuk akal karena kasus kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual di Indonesia terus meningkat.

"Modus kekerasannya semakin beragam tapi payung hukumnya tak kunjung disahkan," kritiknya.

Baca juga: Strategi Baru dan Perlunya Dukungan Jokowi Terkait Pengesahan RUU PKS

Sementara itu, anggota Jurnalis Anti Kekerasan Seksual Jateng, Jamal Abdul Nashr menambahkan, data-data tersebut menunjukkan betapa miris dan rentannya korban kekerasan dan pelecehan seksual, khususnya yang terjadi di Jateng.

"Inilah yang membuat kami tergerak untuk turut mendukung pengesahan RUU PKS. Meskipun di sisi lain kami tetap harus menjaga independensi," paparnya.

Menurutnya, dorongan terhadap RUU ini tak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat, organisasi masyarakat, NGO, dan pemerintah saja.

Namun, para jurnalis juga memegang peranan dalam mendukung upaya penghapusan kekerasan seksual.

"Kami kira penting untuk membangun kesadaran bersama tentang kekerasan seksual, agar pemberitaan dan publikasi media semakin memperkuat pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan seksual," ajaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com