Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga Nikmati Listrik dari Sungai, Punya Pembangkit Sendiri Tanpa Bahan Bakar (1)

Kompas.com - 26/08/2020, 19:42 WIB
Moh. SyafiĆ­,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

MOJOKERTO, KOMPAS.com - Sebelum Agustus 1994, sebuah perkampungan di lereng Gunung Penanggungan masih gelap karena tak terjangkau listrik.

Saat malam tiba, penduduk di perkampungan itu memanfaatkan lampu minyak untuk menerangi rumah-rumah.

Kampung di Bukit Janjing tersebut dikenal sebagai Dusun Janjing, bagian dari wilayah Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Sekitar tahun 1990, PLN berhasil membangun jaringan listrik ke Desa Seloliman dan mengalirkan listrik ke rumah-rumah penduduk di beberapa dusun.

Meski demikian, Dusun Janjing menjadi wilayah yang tidak terjangkau jaringan PLN. Pasokan listrik hanya bisa menjangkau Dusun Biting, Balekambang, dan Sempur.

Kepala Desa Seloliman Rais mengatakan, kondisi geografis dan jumlah penduduk Dusun Janjing kala itu, membuat jaringan PLN tak sampai ke sana.

Pada tahun 1994, kata dia, jumlah penduduk yang tinggal di Dusun Janjing, tidak sampai 30 Kepala Keluarga (KK).

Baca juga: Viral, Foto Nenek Penjual Mangga Dibayar Uang Mainan Pecahan 50.000

"Kalau gak salah, dulu jumlah penduduk Janjing hanya ada 25 KK. Mungkin terlalu sedikit bagi PLN, belum lagi jaraknya kan jauh dan medannya yang sulit," ungkap Rais di Desa Seloliman, Senin (10/8/2020).

Hingga 11 Agustus 2020, jumlah penduduk Desa Seloliman sebanyak 829 KK, 49 KK di antaranya tinggal di Dusun Janjing.

Secara administratif, Desa Seloliman memiliki 3 wilayah dusun, yakni Biting, Balekambang dan Sempur. Adapun Janjing, menjadi bagian dari wilayah Dusun Sempur.

Lokasi Dusun Janjing agak terpencil dan cukup sulit diakses dibandingkan dengan Dusun Biting, Balekambang, dan Sempur.

Jarak menuju Dusun Janjing sekitar dua kilometer dari jalan utama Seloliman-Trawas. Untuk memasuki Dusun Janjing, harus turun lembah lalu naik ke bukit.

Lampu Minyak

Pada dua dekade lalu, akses menuju ke perkampungan Janjing hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki dan menyeberangi dua sungai, Kali Maron dan Kali Janjing.

Warga Dusun Janjing Sulastri mengungkapkan, sebelum ada listrik, dia dan warga lainnya memanfaatkan lampu minyak untuk penerangan di malam hari.

Penampakan rumah turbin dan bak pengontrol air dari PLTMH Kali Maron di areal persawahan di Dusun Sempur, Desa Seloliman. Pembangkit listrik tersebut Maron dibangun warga Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, untuk memenuhi kebutuhan listrik di perkampungan mereka.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Penampakan rumah turbin dan bak pengontrol air dari PLTMH Kali Maron di areal persawahan di Dusun Sempur, Desa Seloliman. Pembangkit listrik tersebut Maron dibangun warga Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, untuk memenuhi kebutuhan listrik di perkampungan mereka.

Lampu minyak itu dibuat dari kaleng bekas yang diberi kain sebagi sumbu untuk menyalakan api. Untuk menghasilkan penerangan, kaleng bekas itu diberi minyak tanah.

Sulastri menuturkan, selain tidak memiliki penerangan dari listrik, kondisi jalan menuju Dusun Janjing juga tidak bisa dilalui kendaraan.

Satu-satunya cara memasuki perkampungan itu dengan berjalan kaki melalui jalan setapak. Dulu, belum ada jembatan yang layak untuk keluar masuk perkampungan.

"Kalau malam lampunya pakai kaleng yang dikasih minyak tanah. Dulu di sini jalannya juga susah," ungkap Sulastri, perempuan berusia 54 tahun yang sudah memiliki dua cucu.

Cerita senada disampaikan Kamun (63), kakek satu cucu yang sudah puluhan tahun tinggal di Dusun Janjing.

Ia menuturkan, saat warga Dusun Biting, Balekambang dan Sempur, sudah menikmati penerangan listrik di malam hari, dirinya masih menggunakan lampu minyak untuk penerangan.

Cahaya terang dari lampu listrik mulai dinikmati warga Dusun Janjing pada Agustus 1994. Listrik tersebut bukan dari jaringan PLN, namun dari pembangkit listrik yang mereka bangun sendiri.

Baca juga: Fitri Tak Menyangka Wajah Anaknya Ada di Uang Rp 75.000: Semuanya Mendadak...

Dalam kenangan Kamun, peristiwa bersejarah bagi masyarakat Dusun Janjing terjadi sekitar 1994.

Kala itu, seluruh masyarakat dusun berkumpul di mushala dan menjadi saksi listrik untuk pertama kalinya menyala di Dusun Janjing.

"Waktu itu heboh, satu kampung tepuk tangan. Kami sangat senang karena sebelumnya tak ada listrik jadi bisa punya listrik. Sampai sekarang pakai listrik kincir, kalau dulu saya menggunakan lampu minyak," ungkap Kamun.

Listrik Kincir

Warga Dusun Janjing mengenal listrik yang menerangi perkampungan mereka sebagai listrik kincir. 

Energi listrik ke perkampungan itu berasal dari pembangkit listrik yang memanfaatkan aliran Sungai Maron sebagai penggerak turbin air.

Lazimnya, pembangkit listrik itu disebut sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA). 

Namun karena skalanya lebih kecil dengan daya listrik kurang dari 100 kWh, pembangkit itu dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). 

Peralatan yang berfungsi untuk mengonversi energi arus Sungai Maron menjadi energi listrik di rumah turbin PLTMH Kali Maron. Pembangkit listrik tersebut Maron dibangun warga Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, untuk memenuhi kebutuhan listrik di perkampungan mereka.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Peralatan yang berfungsi untuk mengonversi energi arus Sungai Maron menjadi energi listrik di rumah turbin PLTMH Kali Maron. Pembangkit listrik tersebut Maron dibangun warga Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, untuk memenuhi kebutuhan listrik di perkampungan mereka.

PLTMH Kali Maron mulai dibangun pada 1992. Pada Agustus 1994, pembangkit listrik itu mulai beroperasi dan mengalirkan listrik ke Dusun Janjing serta PPLH Seloliman.

Pembangkit listrik tersebut memanfaatkan aliran Sungai Maron, sebagai sumber energi untuk menggerakkan turbin.

Sungai Maron berada di sisi timur Dusun Janjing. Sebelum ada pembangkit listrik mikrohidro, Sungai Maron berfungsi sebagai pengairan.

Menurut Abdul Manan, pelaksana harian Paguyuban Kalimaron, Sungai Maron memiliki debit air yang konstan untuk dikonversi menjadi energi listrik.

Kecuali saat musim kemarau, debit Sungai Maron bisa mencapai 300 liter hingga 350 liter per detik. 

"Kalau musim kemarau debit air biasanya turun, bisa 250 liter per detik atau di bawahnya. (Debit air) di atas 200 liter per detik masih bisa untuk pembangkit," kata Abdul.

Pemanfaatan aliran Sungai Maron untuk dikonversi menjadi energi listrik, diawali dengan pembuatan bendungan kecil.

Baca juga: Cerita Agustinus, Anak Asal Papua di Uang Rp 75.000, Dipotret Saat Sakit Malaria

Bendungan itu dibangun di Dusun Sempur, berfungsi untuk menyaring sampah dan menyalurkan air ke saluran pembawa.

Saluran pembawa tersebut memiliki panjang 115 meter yang berfungsi mengalirkan air Sungai Maron dari bendungan menuju bak pengendap. 

Kemudian dari bak pengendap, air dari Sungai Maron dialirkan melalui pipa bawah tanah menuju bak kontrol lalu bak penenang aliran air.

Lalu dari kotak yang menjadi pengontrol arus tersebut, air didorong melalui pipa ke rumah pembangkit untuk menggerakkan turbin. 

Rumah turbin dan mesin konversi energi listrik PLTMH Kali Maron dibangun di daerah yang lebih rendah dari Dusun Janjing. 

Lokasi rumah turbin berada di areal persawahan Dusun Sempur berjarak sekitar dua kilometer dari perkampungan Janjing.

Energi listrik dari rumah turbin disalurkan melalui kabel menuju gardu induk yang berada di PPLH Seloliman. 

Sulastri, warga Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Nenek 2 cucu itu turut menjadi saksi saat listrik masuk ke kampungnya, pada Agustus 1994. Hingga saat ini, kebutuhan listrik di rumah dan di tempat usahanya berasal dari PLTMH Kali Maron.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Sulastri, warga Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Nenek 2 cucu itu turut menjadi saksi saat listrik masuk ke kampungnya, pada Agustus 1994. Hingga saat ini, kebutuhan listrik di rumah dan di tempat usahanya berasal dari PLTMH Kali Maron.

Kemudian dari gardu induk, listrik didistribusikan ke perkampungan Janjing melalui kabel yang disangga dengan tiang beton.

Awalnya, menurut Abdul, daya listrik yang dihasilkan dari PLTMH Kali Maron, sebesar 12 KWh. 

Kala itu, setiap rumah di Dusun Janjing mendapatkan jatah listrik antara 100 hingga 150 watt. 

Adapun iuran warga untuk tiap rumah yang memanfaatkan listrik, antara Rp 1.000 hingga Rp 2.000 setiap bulan.

"Setiap rumah mendapatkan maksimal 150 watt. Waktu itu ya cukup untuk penerangan," kata Abdul.

Membentuk Paguyuban

Masyarakat membentuk Paguyuban Kalimaron (PKM) sebagai lembaga pengelola PLTMH pada tahun 2000.

Paguyuban itu dibentuk masyarakat Dusun Janjing dan PPLH Seloliman untuk menjawab tantangan profesionalisme pengelolaan pembangkit listrik mikrohidro. 

Baca juga: Diumumkan Meninggal, Liang Lahad Sudah Digali, Harnanik Ternyata Masih Hidup

Selain itu, pembentukan juga dimaksudkan untuk memperkuat partisipasi masyarakat dalam menjaga dan merawat 'listrik kincir' yang dulu mereka bangun bersama.

Sejak terbentuk paguyuban, daya listrik yang dihasilkan PLTMH Kali Maron ditingkatkan dari 12 kWh menjadi 25 kWh.

Peningkatan daya tersebut membuat warga Dusun Janjing bisa menikmati listrik dengan daya yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Mulai 24 Desember 2000, mereka bisa menikmati listrik dengan pilihan 450 watt, 900 watt maupun 1.300 watt, menyesuaikan tingkat kebutuhan masing-masing.

Selain peningkatan daya, meteran listrik juga dipasang di setiap rumah. Besaran iuran menyesuaikan dengan volume penggunaan listrik setiap bulannya.

"Sebelumnya tidak ada meteran. Baru ada meteran itu tahun 2000. Daya listrik juga meningkat, jadi warga bisa memakai sesuai yang dibutuhkan," ungkap Misto, Kepala Dusun Janjing. 

Dikatakan Misto, biaya untuk penggunaan listrik yang dibebankan kepada warga Janjing juga relatif murah. 

Kondisi jalan dan jembatan menuju Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Sejak tahun 1994, perkampungan penduduk itu memanfaatkan aliran Sungai Maron menjadi energi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik di perkampungan mereka.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Kondisi jalan dan jembatan menuju Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Sejak tahun 1994, perkampungan penduduk itu memanfaatkan aliran Sungai Maron menjadi energi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik di perkampungan mereka.

Adapun stabilitas daya listrik juga tidak kalah dengan jaringan listrik dari PLN, meski terkadang mengalami masalah saat musim kemarau.

Sukadi, salah satu warga Dusun Janjing berharap, eksistensi PLTMH Kali Maron tetap terjaga menyalurkan energi listrik ke tempat tinggalnya.

Menurut dia, selain memiliki sejarah penting bagi masyarakat Janjing, PLTMH Kali Maron masih menjadi satu-satunya penyuplai energi listrik ke Dusun Janjing.

“Kami bisa menikmati listrik ya dari kincir itu. Sampai sekarang jaringan listrik PLN belum menjangkau ke tempat kami,” ujar Sukadi.

Kekuatan Kebersamaan

Pembangunan pembangkit listrik mikrohido untuk memenuhi kebutuhan listrik warga Dusun Janjing, diinisiasi oleh Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH), sebuah LSM di Desa Seloliman.

Gagasan itu menuai respon positif dari masyarakat Janjing yang sejak sejak lama bermimpi untuk menikmati listrik.

Pada 1992, PLTMH Kali Maron mulai dibangun dengan biaya dari partisipasi warga, PPLH Seloliman dan bantuan dari Kedubes Jerman. Lalu pada Agustus 1994, pembangkit listrik mulai beroperasi.

Baca juga: Energi Terbarukan di Indonesia

Salah satu warga Dusun Janjing, Wagimin mengungkapkan, keterlibatan warga dalam pembangunan pembangkit listrik mikrohidro, berlangsung sejak kemunculan gagasan itu.

Saat pembangunan, warga terlibat dalam gotong royong untuk memproses bangunan sipil dan mekanik maupun merampungkan instalasi PLTMH Kali Maron hingga masuk ke Dusun Janjing.

"Membangunnya ya gotong royong, semua warga ikut. Saya dibayar, tapi tidak penuh. Waktu itu dibayar Rp 3.500," ungkap Wagimin.

Ketua Yayasan Lingkungan Hidup Seloliman (YLHS), lembaga yang menaungi PPLH Seloliman, Suroso mengatakan, PLTMH Kali Maron tidak hanya menjawab persoalan kebutuhan listrik untuk masyarakat Janjing.

Kehadiran pembangkit listrik tersebut juga telah mengajarkan pentingnya kebersamaan dan sikap profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

"Warga yang ikut kerja, dibayar separuh pun mau karena ingin punya listrik. Mereka mau karena menjadi bagian dari kontribusi mereka. Itu yang menjadi kekuatan sehingga pembangkit itu bisa bertahan sampai sekarang," ungkap Suroso.

Jaga Kelestarian Hutan

Sungai Maron sebagai sumber alami energi terbarukan untuk pemenuhan kebutuhan listrik, sangat bergantung dengan kondisi hutan di wilayah hulu.

Suasana Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Perkampungan ini memanfaatkan aliran Sungai Maron menjadi energi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik di perkampungan mereka.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Suasana Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Perkampungan ini memanfaatkan aliran Sungai Maron menjadi energi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik di perkampungan mereka.

Menurut Suroso, pegiat lingkungan hidup yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Pengurus Paguyuban Kali Maron, kesadaran masyarakat untuk melindungi kelestarian hutan sudah ada sejak dua dekade lalu.

Sejak beroperasinya pembangkit listrik mikrohidro, pekerjaan yang berpotensi merusak kelestarian hutan dan mempengaruhi debit Kali Maron, perlahan mulai ditinggalkan. 

“Sejak ada pembangkit, kesadaran masyarakat mulai tumbuh. Illegal logging sekitar tahun 1998 sudah mulai berkurang, sekarang sudah tidak ada lagi," ujar Suroso, 

Saat ini, jelas dia, kelestarian hutan di kawasan Gunung Penanggungan relatif terjaga, sehingga aliran air Sungai Maron bisa dikonversi menjadi energi listrik selama 26 tahun terakhir.

"Secara geografis kondisi hutan terjaga, habitat di daerah yang menjadi daerah penyangga air di aliran sungai Kalimaron terjaga. Pola hidup orang kampung sudah tidak seperti dulu," kata Suroso.

Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka) Tri Mumpuni mengatakan, pembangkit listrik mikrohidro merupakan solusi pemenuhan listrik untuk daerah terpencil yang sulit dijangkau PLN.

Pembangkit listrik mikrohidro bisa dibangun berdasarkan kondisi geografis suatu daerah yang memiliki sungai dan hutan. 

Baca juga: Rumah Warga Rusak akibat Guncangan Ledakan di Pabrik Bioethanol Mojokerto

Menurut Puni, sapaan akrabnya, mikrohidro menjanjikan pemenuhan energi listrik dengan biaya rendah, serta mudah dioperasikan dan dirawat.

Selain itu, pembangkit listrik mikrohidro juga ramah lingkungan karena tidak memerlukan bahan bakar energi fosil.

Sebagai potensi sumber energi terbarukan untuk menghasilkan listrik yang bersifat alami, sungai dan hutan saling terkait erat.

Tantangannya, ujar Puni, hutan yang menjadi penyangga kebutuhan air di daerah hulu sungai, harus dijaga bersama agar terlindungi kelestariannya. 

Kelestarian hutan diperlukan agar pasokan air sungai menuju pembangkit listrik tetap konstan dan bisa menghasilkan energi listrik.

Dijelaskan Puni, hilangnya setiap pohon hutan di daerah penyangga sungai, bakal mengurangi debit air sebab setiap pohon memiliki potensi simpanan air hingga 10 liter per hari.

"Kita bisa membayangkan kalau setiap hari ada pohon di hutan yang ditebang, berapa banyak air yang hilang. Makanya sangat penting bagi kita untuk bersama-sama menjaga hutan," ujar Puni saat dihubungi, Minggu (23/8/2020).

Deretan warung di jalan masuk menuju Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Para pedagang memanfaatkan listrik dari PLTMH Kali Maron untuk penerangan dan beragam aktifitas di tempat usahanya.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Deretan warung di jalan masuk menuju Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Para pedagang memanfaatkan listrik dari PLTMH Kali Maron untuk penerangan dan beragam aktifitas di tempat usahanya.

Pipanisasi Air Bersih

Partisipasi masyarakat, profesionalisme pengelolaan, serta kebersamaan untuk menjaga kelestarian hutan, merupakan tantangan yang sudah dijawab PLTMH Kali Maron, sejak pembangkit listrik berbasis energi terbarukan itu dibangun.

Tantangan yang kini dihadapi, yakni penurunan debit air Sungai Maron yang terasa sejak tiga tahun terakhir. 

"Debit air mulai turun sekitar 3 tahun, tapi yang drastis sejak satu tahun ini. Beberapa kali turunnya sampai 50 persen," kata Abdul Manan, pelaksana harian Paguyuban Kali Maron.  

Ketua Badan Pengurus Paguyuban Kali Maron (PKM) Suroso mengatakan, penurunan debit air Sungai Maron beberapa kali mempengaruhi kinerja pembangkit listrik mikrohidro.

Baca juga: Seorang Guru Meninggal di IGD, Ternyata Positif Covid-19 Berdasarkan TCM

Penurunan debit air tersebut diduga merupakan efek pipanisasi air bersih dari wilayah hulu Sungai Maron menuju beberapa desa di sekitar Desa Seloliman.

"Illegal logging sudah tidak ada, kondisi hutan terjaga. Kalau sekarang debit air di Kali Maron berkurang, itu karena ada tantangan lain," ungkap Suroso.

Kepala Desa Seloliman Rais mengatakan, meski potensial mempengaruhi kinerja PLTMH Kali Maron, pihaknya tidak bisa membendung pipanisasi air bersih dari wilayah hulu Sungai Maron menuju ke desa-desa lain.

"Air itu kan untuk orang banyak, jadi ketika ada warga dari desa lain yang membutuhkan, kami tidak bisa apa-apa. Kami hanya memastikan agar kebutuhan air untuk pertanian dan listrik di sini tidak kurang," ujar Rais.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com