NUNUKAN.KOMPAS.com – Nama gang bernuansa pendidikan dipasang oleh sejumlah tokoh masyarakat di kampung Timur Rt.031 Nunukan Barat, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Ada yang diberi nama Gang Membaca, Gang Mengeja, Gang Menulis, Gang Menggambar, Gang Melukis, Gang Berdiskusi, Gang Perkalian, dan Gang Menghafal.
Bastian, salah satu tokoh pemuda kampung Timur, mengatakan penamaan gang dengan ornamen pendidikan dibuat atas dasar keprihatinan para tokoh di kampung yang mayoritas penduduknya merupakan eks TKI Malaysia.
"Mereka hanya tahu bekerja, bekerja dan bekerja, mereka nguli, mengikat bibit rumput laut, tidak ada yang peduli pendidikan. Padahal kalau bicara ekonomi, pendidikan adalah salah satu cara mengentaskan kemiskinan," ujarnya ditemui, Selasa (25/8/2020).
Baca juga: Cerita Pilu Perempuan ODGJ Diperkosa di Depan Anaknya hingga Hamil di Nunukan...
Keprihatinan tersebut semakin menguat manakala pandemi Covid-19.
Para pelajar yang tadinya sekolah dan rajin mengikuti belajar daring, mulai terpengaruh dengan pergaulan anak-anak yang tak sekolah bisa membeli barang yang dia inginkan dari hasil mengikat benih rumput laut.
Akibatnya, tidak sedikit dari anak kampung Timur mengabaikan pendidikan dan fokus mencari uang.
"Penamaan gang sengaja kita buat dengan nama-nama pelajaran. Selain untuk mengingatkan tugas generasi muda adalah belajar, sekaligus menjadi tanda, mereka tinggal di gang yang tadinya tidak ada namanya. Istilahnya memperjelas alamat domisili," lanjut Bastian.
Masih Ada Anak Buta Huruf di Kampung Timur
Ada hampir 200 kepala keluarga (KK) yang tinggal di lahan seluas 4 hektar ini, hampir seluruh penduduk merupakan eks TKI yang dideportasi Malaysia pada 2003.
Tidak hanya dari suku Timur, suku Toraja, suku Bugis, suku Jawa bahkan suku asli Nunukan ada di kampung yang berjarak sekitar 2 kilometer dari alun-alun kota ini.
Dari puluhan anak usia pelajar di Kampung Timur, terdata sebanyak 23 orang yang telah didaftar untuk ikut paket A, 5 orang Paket B, 5 orang paket C.
Di kampung ini bahkan masih ditemukan sekitar 5 orang yang buta aksara, dengan rentang usia 10 hingga 30 tahun.