Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Ibu Hamil Harus Rapid Test Meski Pecah Ketuban dan Bayi Pun Meninggal

Kompas.com - 23/08/2020, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Gusti Ayu Arianti (23) harus kehilangan bayi yang dikandungnya karena telat mendapatkan pertolong.

Ia bercerita petugas memintanya untuk rapid test padahal air ketubannya telah pecah dan mengeluarkan darah.

Peristiwa pilu tersebut berawal saat Arianti yang sedang hamil tua merasa mulas pada Selasa (18/8/2020). Ia mengeluarkan cairan bercampur darah. Arianti menduga ketubannya pecah.

Ditemani sang suami, Yudi Prasetya (24) dan sang ibu, Jero Fatmawati, Arianti pergi ke RSAD Wira Bhakti Mataram.

Baca juga: Ini Kronologi Kasus Arianti yang Harus Rapid Test Meski Pecah Ketuban, Menurut Dinkes

Mereka sengaja memilih rumah sakit tersebut karena anak pertama Arianti lahir di sana. Kepada petugas, Arianti mengatakan jika ketubannya sudah pecah dan mengeluarkan darah.

Karena tak ada fasilitas tes cepat, petugas menyarankan rapid test Covid-19 di puskesmas terdekat.

Petugas rumah sakit tidak menyarankan test di laboratorium karena akan lama hasil keluarnya.

Ariani mengaku sempat memohon kepada petugas yang saat itu mengenakan alat pelindung diri.

"Mereka minta saya ke puskesmas terdekat dengan tempat tinggal saya, padahal saya sudah memohon agar dilihat kondisi kandungan saya, bukaan berapa menuju proses kelahiran, mereka tidak mau, katanya harus ada hasil rapid test dulu, " kata Arianti sedih.

Baca juga: Ketuban Saya Sudah Pecah, Darah Sudah Banyak Keluar, tapi Kata Petugas Harus Rapid Test Dulu

Karena tak ada pilihan lain, Arianti pun menuju ke Puskesmas Pagesangan untuk melakukan rapid test.

Saat di puskesmas ia bercerita sempat memohon kepada petugas agar kandungannya diperiksa dan menjelaskan jika cairan serta darah sudah keluar. Namun oleh petugas, Arianti yang kondisinya lemah diminta untuk mengikuti antrean.

Sang suami yang tak tega melihat kondisi istrinya melayangkan protes. Akhirnya petugas pun mengizinkan Arianti mendaftar tanpa perlu mengantre.

Selama menungga hasil rapid test yang diperkirakan keluar dalam 30 menit, Arianti kembali meminta dokter untuk memeriksa kehamilannya.

Baca juga: Ketuban Pecah Dini: Penyebab, Tanda, Penanganan, dan Cara Mencegah

Lagi-lagi petugas medis menolak dengan alasan hasil rapid test belum keluar.

"Saya bilang waktu itu, dokter bisa tidak minta tolong, bisa tidak saya diperiksa, kira-kira sudah bukaan berapa, apakah saya akan segera melahirkan soalnya sakit, saya bilang begitu."

"Dokternya tanya, tadi sudah keluar air dan darah, dia bilang belum waktunya tanpa memeriksa saya, saya diminta tunggu hasil rapid test dulu," kata Arianti.

Karena tak tahan, ia pun memilih pulang untuk ganti pembalut dan meminta ibunya menunggu hasil rapid test.

Saat keluarga meminta surat rujukan agar bisa ditangani di RSAD Mataram, petugas tak bisa langsung mengeluarkan dengan alasan Arianti tidak ada di lokasi.

Baca juga: Kronologi Remaja Asal Cengkareng Dihamili, Melahirkan, Lalu Dibawa Kabur Tetangganya

Bayi disebut meninggal dalam kandungan

Ilustrasi bayi baru lahir.Shutterstock Ilustrasi bayi baru lahir.
Dengan berbekal surat hasil rapid test dari puskesmas, pihak keluarga membawa Arianti ke Rumah Sakit Permata Hati.

Namun ternyata di rumah tersebut hasil rapid test tidak diakui karena keluarga tak melampirkan alat rapid test. Arinati pun terpaksa melakukan tes ulang.

Tim medis kemudian memeriksa kondisi kandungnya Arianti. Walaupun kandungannya normal, dokter menyebut jika jantung janinnya lemah. Ia pun mempersiapkan diri untuk operasi sesar.

Setelah operasi, Arianti sempat menanyakan kondisi bayinya kepada dokter. Saat itu dokter mengatakan jika bayinya sedang diinkubator.

Baca juga: Saya Bilang ke Dokter Mau Melahirkan, Sakit Keluar Darah, Dia Bilang Tunggu Rapid Test

Namun nasib berkata lain, setelah perjuangan yang dilakukannya, bayi laki-laki yang hendak diberi nama I Made Arsya Prasetya Jaya itu dinyatakan meninggal sejak dalam kandungan.

Arianti yang masih tak percaya menghubungi suaminya yang membawa bayinya ke rumah duka. Saat video call dengan suaminya, tangis Arianti pecah. Kesedihan tak terbendung.

"Saya tak sanggup, saya tidak bisa lagi mengatakan apa-apa, saya hanya membesarkan hati istri saya," kata suami Arianti, Yudi.

Sementara itu ayah kandung Arianti, Ketut Mahajaya mengatakan jika keluarga tidak terima jika cucunya dinyatakan meninggal sejak dalam kandungan.

Baca juga: Danrem 162 Wira Bhakti Tanggapi Kasus di RSAD Terkait Ibu Melahirkan Terlambat Ditangani

"Kalau memang meninggal tujuh hari lalu, kan akan berbahaya bagi ibunya, anak saya, akan ada pembusukan, tapi ini tidak demikian, bayi itu sama sekali tak berbau busuk, masih segar, seperti layaknya bayi baru lahir, diagnosa dokter inilah yang kami pertanyakan," kata Ketut Mahajaya.

Ia mengaku tak akan menuntut kasus tersebut dan telah ikhlas. Namun ia berharap agar masalah ini ditangani serius sehingga tak ada korban lain yang memiliki masalah sama dengan anaknya.

"Tapi kami hanya ingin ada perbaikan ke depannya, tangani dulu pasien, utamakan kemanusiaan, jangan mengutamakan rapid test dulu baru tangani pasien," jelas Mahajaya.

Baca juga: Ibu Melahirkan di RS Tanpa Bantuan Tenaga Medis, Bupati Jombang Menyesalkan

Ibu melahirkan wajib rapid test

Ilustrasi rapid test Covid-19. SHUTTERSTOCK Ilustrasi rapid test Covid-19.
Sementara itu Kepala Rumah Sakit ( Karumkit) RSAD Wira Bhakti Kota Mataram Yudi Akbar Manurung tak bisa memberikan penjelasan rinci terkait kasus itu. Namun, Yudi membenarkan, Arianti mengunjungi RSAD Wira Bhakti saat itu.

"Memang awalnya pasien ini ke RSAD, kemudian ke puskesmas kemudian persalinannya di Rumah Sakit Permata Hati, pasien sempat menjelaskan ada cairan yang keluar, masih pada tahap konsultasi belum melakukan pemeriksaan," kata Yudi saat dikonfirmasi, Kamis (20/8/2020).

Ia mengatakan rapid test wajib dilakukan pasien yang akan menjalani rawat inap.

Menurutnya, Arianti adalah pasien umum sehingga rapid test yang dilakukan berbayar. Jika gratis, rapid test bisa dilakukan di puskesamas dan RSUD Kota Mataram.

Baca juga: Cerita Polisi di Bandung, Selamatkan Ibu Hendak Melahirkan yang Ambulansnya Rusak

"Petugas kami menjelaskan, karena yang bersangkutan pasien umum, rapid test-nya berbayar, tapi kalau yang gratis di puskesmas dan RSUD Kota Mataram, kita sampaikan begitu dan tidak ada masalah, akhirnya dia ke puskesmas, dari puskesmas kemudian memilih ke Rumah Sakit Permata Hati," jelasnya.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan NTB Eka Nurhandini menjelaskan, rapid test wajib bagi ibu hamil yang hendak melahirkan.

Hal itu diberlakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Baca juga: Sebelum Meninggal, Plt Bupati Sidoarjo Derita Demam dan Sesak, tapi Menolak Tes Swab

"Memang dari satgas covid-19 ada surat edaran yang mengatakan bahwa direkomendasikan ibu-ibu yang akan melahirkan melakukan rapid test, karena apa, ibu hamil itu adalah orang yang rentan, yang kemungkinan tertular itu adalah ibu hamil," kata Eka.

Selain itu, rapid test Covid-19 diperlukan untuk menentukan ruangan yang akan digunakan dan APD yang dipakai petugas saat menangani ibu hamil tersebut.

Jika hasil rapid test reaktif, ibu hamil harus dirawat di ruang isolasi, dipisahkan dari pasien lain.

Baca juga: Seorang Ibu di Palmerah Melahirkan Sendirian, lalu Mengaku Menemukan Bayi

Penjelasan Dinas Kesehatan Kota Mataram

Ilustrasi ibu hamil dan janin dalam kandungan.SHUTTERSTOCK/zffoto Ilustrasi ibu hamil dan janin dalam kandungan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr Usman Hadi menjelaskan kasus tersebut.

Ia mengatakan pihak Puskesmas Pagesangan telah memberikan laporan pada Dinas Kesehatan Kota Mataram.

Pihak puskesmas menyebut jika pasien hanya meminta rapid test dan semuanya terekam di CCTV .

"Berdasarkan laporan perawat ke saya, tidak ada permintaan pasien seperti itu, dia hanya minta di-rapid test, semua terekam dalam CCTV, dari kedatangannya, di mana pasien duduk dan meninggalkan puskesmas," kata Usman.

Baca juga: Ayah Perkosa Anak Tiri hingga Hamil, Ibu Korban Tutupi Perbuatan Pelaku, Terbongkar Setelah Melahirkan

Ia juga mendapatkan laporan jika pasien belum di ruang bersalin tapi hanya di ruang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

"Pasien datang pada pukul 09.35 Wita dan keluar pukul 10.39 Wita atau sekitar 1,5 jam di puskesmas, jadi tidak betul jika pasien lama menunggu, yang lama ada tarik ulur waktu pasien mau diambil darahnya karena takut disuntik."

"Di puskesmas itu pakai pengambilan darah vena di bagian lengan bukan yang kapiler atau pengambilan darah di ujung jari, itu hasilnya lebih valid, " ungkap Usman.

Ia menyebut pasien juga menunggu di ruang KIA puskesmas dan ia sempat menuju ke depan apotik puskesmas dan pulang ketika keluarganya datang.

Baca juga: Ibu Melahirkan di RS Tanpa Bantuan Tenaga Medis, Dinkes Audit Pelayanan Pasien

"Pulang pasiennya, dak ada apa apa, terus setelah pulang katanya pasien ke Rumah Sakit Permata Hati, melahirkan di sana, di sana katanya meninggal. Nah untuk mengetahui kenapa meninggalnya yang lebih tahu pihak Rumah Sakit Permata Hati, " jelasnya.

Ini catatan kronologis berdasarkan rekaman CCTV Puskesmas Pagesangan:

Pukul 09.35 Wita, pasien Arianti masuk gerbang puskesmas, berjalan ke ruang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pukul 09.37 dudul di ruangan itu.

Pukul 09.38 Wita, pasien menuju loket untuk daftar rapid tes. Kemudian pukul 09.40 Wita ke KIA untuk membuat permintaan rapid tes.

Pukul 09.43 Wita, pasien ke posko untuk anamnesa, dilanjutkan pukul 09.49 Wita ke posko pengambilan sampel darah.

Baca juga: Rapid Test Reaktif, Ibu yang Melahirkan di RS Tanpa Bantuan Tenaga Medis Mengaku Kecewa karena Bayinya Meninggal

Di sinilah pasien agak lama, ada tarik ulur karena takut dengan jarum suntik untuk diambil darahnya.

Pukul 10.00 Wita, analis membawa sampel darah Arianti ke laboratorium, pukul 10.02 Wita pasien ke KIA, diminta menunggu hasil rapid tes.

Pasien masih duduk di depan laboratorium di dekat ruang KIA pukul 10.03 Wita.

Pada pukul 10.14 Wita pasien meninggalkan ruang tunggu dan duduk di depan apotik puskesmas. Saat itulah keluarga pasien datang atau pukul 10.25 Wita.

Pukul 10.26 Wita suami Arianti, Yudi Prasetya Jaya keluar dari puskesmas disusul Arianti pada pukul 10.39 Wita.

Baca juga: Seorang Ibu Melahirkan di RS Tanpa Bantuan Tenaga Medis, Bayinya Meninggal

Ilustrasi ibu hamil. (Dok. Shutterstock) Ilustrasi ibu hamil.
Usman menjelaskan semuanya berawal pada 18 Agustus 2020 saat Arianti ke RSAD Wira Bhakti untuk memeriksakan kandungan.

Entah bagaimana kejadiannya, saat di RSAD, Arianti diminta untuk ke RSUD Kota Mataram karena karena dr. Gede Hendrawan Sp.OG. yang biasa menangani Arianti tidak praktek di RSAD.

"Supaya ketemu dokter Hendrawan pasien diminta ke RSUD Kota Mataram, ini laporan Karumkit RSAD ke saya. Dikatakan juga pasien belum di-rapid test, kalau mau gratis rapid test-nya di puskesmas atau RSUD Kota Mataram, sehingga pihak keluarga membawa ke Puskesmas Pagesangan, " kata Usman.

Usman juga heran dengan pernyataan keluarga yang mengatakan, hasil rapid test puskesmas ditolak RS Permata Hati.

Baca juga: Perempuan ODGJ yang Diperkosa di Hadapan anaknya hingga Hamil dan Melahirkan Diduga Stres Akibat Narkoba

Ia menyebut telah ada MoU antara Pemerintah Kota Mataram, Rumah Sakit Universitas Mataram (Unram) dan seluruh layanan kesehatan termasuk rumah sakit swasta se Kota Mataram, terkait kewajiban melakukan rapid test untuk ibu hamil yang akan melahirkan, dan akan dilayani gratis bagi yang kurang mampu.

Kota Mataram juga memberikan layanan rapid tes gratis di RSUD Kota Mataram bagi warga Mataram.

Usman menegaskan tidak tahu kalau penjelasan pasien yang mengatakan hasil rapid tes meteka ditolak di RS Permata Hati karena hanya bawa hasil rapid tanpa membawa stik rapid tesnya.

"Saya tidak tahu kalau seperti itu, setahu saya pasti diterima, pasien-pasien saya hasil rapid tesnya selalu diterima kok, "katanya.

Baca juga: Wanita Ini Terpaksa Melahirkan di Kamar Mandi karena Bidan Takut Tertular Covid-19

Atas nama profesi pihaknya akan melakukan audit maternal prinata atau kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, guna mencegah atau kesakitan dan kematian serupa di masa yang akan datang.

Audit itu dilakukan untuk menguji dan mengkaji kausa-kausa kematian ibu dan bayi, selama ini kalau ada kematian ibu dan bayi kita lakukan Audit Maternal Prinata (AMP).

Namun ia memberi catatan penting agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Baca juga: Detik-detik Seorang Ibu Melahirkan di Atas Mobil Patroli Polisi Tanpa Bantuan Medis

"Jangan sampai prosedur itu, mengalahkan pelayanan. Administrasi itu nanti dululah, bisa belakangan, yang penting pasien itu segera ditangani dulu. Andaikan perkara administrasi, perkara pembayaran, nanti dulu, yang penting pasien dulu ditangani," kata Usman.

Menurut Usman, setiap ibu hamil dan melahirkan memiliki risiko besar.

"Semuanya mau lahir normal atau apa, itu risiko besar, karena kita tidak tahu. Awalnya senyum senyum sama suami, setelah melahirkan, pendarahan, bisa apa, kita tidak tahu, karena itu semua dianggap beresiko besar," tekan Usman

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Fitri Rachmawati | Editor: Khairina, Dheri Agriesta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com