"Selama di sini, sikapnya baik, tidak ada perilaku ataupun kecenderungan-kecenderungan untuk kabur. Kita juga sudah hubungi keluarganya tapi kata orang tuanya dia tidak pulang ke rumah.
"Karena dia kabur, kami laporkan kembali ke kepolisian yang menitipkannya," kata Firman, pekerja sosial profesional LPKS Dinas Sosial Aceh.
Baca juga: Siswi SMP Korban Perkosaan Dicabuli Petugas Perlindungan Anak, 8 Orang Diperiksa
Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama ini memang terdapat persoalan pada rehabilitasi bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
Tidak tuntasnya proses rehabilitasi yang dilakukan oleh lembaga rehab atau pemerintah memicu tingginya angka Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Kesimpulan ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh KPAI di 23 provinsi pada tahun 2019.
"Memang pemerintah sudah melakukan rehab, tapi ketika ditanya mereka tidak mampu menunjukkan hasil tuntas. Tantangannya memang di rehabiitasi karena di sini di mana anak bisa mengubah perilaku ke depan dan tidak melakukan kejahatan yang sama ke depan," kata Jasra Putra, Komisioner Divisi Monitoring dan Evaluasi KPAI.
Kesimpulan ini ditentang oleh LPKS Dinas Sosial Aceh yang menyatakan rehabilitasi sudah dilakukan sesuai tahapan pekerjaan sosial dan amanah undang-undang.
Menurut LPKS, pihaknya memberikan dukungan psikososial, religi, motivasi, ketrampilan, serta sejumlah pelatihan vokasi.
"LPKS ini bukanlah lembaga seperti lembaga pemasyarakatan ataupun penjara. Kita hanya berada di koridor pembinaan. Saya kaget dengan klaim KPAI, sementara koordinasi yang mereka lakukan pada kita juga tidak maksimal, " kata Kasubag Tata Usaha LPKS Aceh, Hersi Malahayati Sandra.
Lebih lanjut Hersi menambahkan, "Ketika dia kembali pada keluarga tentu banyak hal juga yang bisa membuat anak terpicu kembali, ketika kembali ke lingkungan kawan-kawan tergoda lagi, atau ada trigger yang memicu dia kembali pada tindakan yang sama."
Selama sembilan tahun terakhir, KPAI mencatat 41.050 pengaduan anak. Jumlah tersebut didominasi aduan Anak Berhadapan Hukum 12.943, keluarga dan pengasuhan alternatif 7.777, pendidikan 4.653, serta pornografi dan kejahata siber 4.375 aduan.
Baca juga: LPSK Imbau Korban Perkosaan Melapor, Bisa Melalui Jalur Ini...
"Kalau di Aceh memang masih tabu mengenai pendidikan seksual, mungkin ini menjadi PR semua terutama pemerintah, bagaimana mengajarkan pendidikan itu di sekolah, bagaimana pendidikan seksual menjadi pencegahan," jelas Siti Rahmah
Pendapat Siti Rahmah diamini pula oleh KPAI.
"Pendidikan mengenai reproduksi, pendidikan seksual minim dilakukan, walaupun sekarang di PAUD sudah mulai diajarkan bagian tubuh yang tidak boleh disentuh, tapi pada masa remaja juga harus terus dilakukan, baik dampak terhadap hukum maupun terhadap dari sisi dampak seperti kehamilan, ini harus terus diberikan kepada anak-anak agar terus menjaga," kata Jasra Putra.
Selanjutnya Jasra menjelaskan, dalam sistem peradilan, anak usia 12-18 tahun bisa dituntut dengan pidana anak, jika pencabulan itu mendapatkan hukuman lima tahun keatas.
Artinya bisa diproses secara pidana dengan tetap memperhatikan aspek-aspek hak korban maupun hak pelaku.
"Sekali lagi kalau ini (kasus Nova) tidak tuntas, dari aspek korban tidak mendapatkan keadilan, dari pelaku dia seumur hidupnya akan menyandang status buron atau DPO.
"Harus diselesaikan, kita berharap polisi tetap memproses ini sesuai dengan UU perlindungan anak sesuai dengan sistem peradilan anak, dengan memberikan keadilan pada korban, dan efek jera kepada pelaku," tutur Jasra Putra.
Di rumahnya, siang itu, Nova menutup pembicaraan, "Sekarang jadi lebih sungguh-sungguh dalam menjalani segala sesuatu. Nova hanya ingin bahagiakan orang tua, Nova sebelumnya sudah bikin ayah ibu kecewa."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.