Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Lereng Merapi ke Cantelan Pagar, Gerakan Berbagi Sayuran di Saat Pandemi

Kompas.com - 21/08/2020, 07:07 WIB
Rachmawati

Editor

Menurut Untung, biasanya hasil panen mereka jual ke pedagang lokal atau ke pasar dan dari pasar didistribusikan ke sejumlah kabupaten lain.

Baca juga: Upaya Pengusaha Kopi dan Resor Bertahan di Tengah Pandemi

Namun hal itu tidak bisa dia lakukan di masa pandemi. Akibatnya banyak sayur yang busuk dan dibuang.

"Atau kalau terjual, harganya sangat murah. Kembang kol yang biasanya Rp 2.000 perkilo, cuma dihargai Rp 500an," ujar Untung.

Fakta itu diamini petani lainnya di Desa Sumber, Setyoko (32). Dia mengakui petani mengalami kerugian karena dampak pandemi. "Masak sawi hanya dihargai Rp500,- per kilonya?"

Namun dengan adanya gerakan Sejangkauan Tangan yang langsung melibatkan petani untuk mendistribusikan hasil panennya, Setyoko mengaku hasil panen petani bisa terjual.

Harganya pun tidak merugikan petani karena Sejangkauan Tangan membeli dengan harga di atas harga pasar.

Baca juga: Wapres Sebut Pembangunan Terpukul Mundur akibat Pandemi Covid-19

Misalnya, jika tengkulak membelinya dengan harga Rp500, maka Sejangkauan Tangan membelinya dengan harga Rp1.000.

"Mereka membeli dengan harga yang bisa menghargai jerih payah kami sebagai petani. Walaupun tidak seperti hari biasanya tapi kami cukup terbantu," kata Setyoko.

Setyoko, Untung, dan petani lainnya lantas mengumpulkan hasil panen sayur-mayur mereka untuk dijual ke gerakan Sejangkauan Tangan. Untung merasa bahwa hubungan dengan gerakan itu tak hanya bermotif bisnis, tapi juga solidaritas sosial.

"Gerakan itu sangat bagus dan membantu kami dengan membeli hasil panen. Makanya kami juga ikut berdonasi semampu kami. Karena kita punyanya sayuran ya nyumbang sayuran," kata Untung.

Baca juga: Petani Tembakau Minta Pemerintah Tak Naikkan Cukai Rokok Tahun 2021

Pelibatan petani secara langsung dalam gerakan Sejangkauan Tangan, diakui Arief memang untuk meringankan beban mereka.

Sebab, pada masa pandemi petani sulit menjual hasil panennya dan mereka rugi besar.

"Kami ingin hasil panen terjual dan petani mendapatkan keuntungan," katanya.

Arief tak tahu sampai kapan gerakan Sejangkauan Tangan akan terus berlangsung, namun dia bertekad selama masa pandemi dan masih ada yang berdonasi, dia akan terus mencantelkan bungkusan sayur di pagar kedai kopinya.

Baca juga: Jokowi: Pemerintah Berkomitmen Tingkatkan Kesejahteraan Petani dan Nelayan

"Ini adalah upaya kecil kami berbagi di masa pandemi untuk kemanusiaan. Berbagi tanpa tanpa membeda-bedakan, apapun latar belakangnya. Kita semua berbagi untuk kemanusian. Sayur for everyone," ucap Wiwin.

Jika dihitung sejak awal Sejangkauan Tangan mulai berbagi, Sabtu 4 April, gerakan itu sudah berlangsung lebih dari 100 hari dan sudah lebih dari 15.000 bungkus sayur yang mereka bagikan kepada warga.

"Semoga kami diberi kesehatan dan bisa tetap membagikan sayur dari petani kepada masyarakat," pungkas Arief.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com