Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Firman, Sarjana yang Sukses karena Menggeluti Sampah

Kompas.com - 14/08/2020, 09:17 WIB
Firman Taufiqurrahman,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

CIANJUR, KOMPAS.com - Bagi banyak orang, sampah dipandang sebagai limbah yang harus segera dibuang jauh-jauh, karena bau dan tidak lagi berguna.

Namun, pandangan itu tak berlaku bagi Firman Felani.

Pria berusia 33 tahun ini sukses mengolah limbah botol plastilk menjadi barang yang bernilai ekonomis tinggi.

Bahkan bisa mendatangkan omzet hingga puluhan juta rupiah.

Baca juga: Reaksi yang Dialami Relawan Uji Klinis Vaksin Covid-19 dan Cara Mengatasinya

Kiprah pemuda Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, ini telah memberikan dampak luar biasa bagi lingkungan di sekitarnya.

Selain membuat keberadaan sampah anorganik di lingkungan jadi berkurang, Firman juga turut mengurangi beban tempat pembuangan akhir (TPA) di Cianjur yang kondisinya sudah melebihi kapasitas.

Tak hanya itu, apa yang dikerjakan Firman ini pelan tapi pasti mampu mengikis angka pengangguran di lingkungan tempat tinggalnya.

Para pemuda tunakarya, satu per satu mulai dilibatkan dalam usaha pengolahan sampah yang mulai ditekuni Firman sejak 2018 itu.

"Alhamdulilah, sudah ada lima orang yang kini membantu kegiatan usaha saya ini," kata Firman kepada Kompas.com, Jumat (14/8/2020).

Baca juga: Cerita Dosen Unpad Jadi Relawan Uji Klinis Vaksin Covid-19

Firman mengaku bahwa awalnya tak terpikir sama sekali untuk menekuni bisnis kotor tersebut.

Lulus sarjana dengan menyandang gelar manajemen pendidikan, ia sejatinya bekerja sebagai pendidik atau pegawai kantoran.

Firman sendiri mengaku pernah bekerja di kantor desa dan kecamatan.

Namun, karena tak kerasan, ia memilih mengundurkan diri.

 

Keputusannya menjadi pendaur ulang sampah hanya karena alasan sederhana.

Firman terganggu saat melihat sampah-sampah tersebut kerap berceceran dan berserakan di sembarang tempat.

“Lalu saya coba cari-cari informasi dan referensi bagaimana cara mengolahnya. Akhirnya, saya menemukan gagasan dan alhamdulilah berjalan sampai saat ini,” ujar Firman.

Dipandang sebelah mata

Akan tetapi, keputusannya itu bukan tanpa beban.

Menyandang titel sarjana, namun sehari-hari berkubang dengan sampah, membuat lingkungan sekitar memandangnya dengan sinis.

“Masak sarjana jadi tukang sampah?" ucap Firman menirukan komentar orang-orang.

Baca juga: Kisah Bisnis Rumahan Es Krim Rasa Unik, Eksperimen sampai Jualan Online

Selain cibiran dan nada sumbang, orang-orang di sekitarnya pun memandang sebelah mata kemampuannya di usaha pengolahan sampah, karena dinilai minim skill dan tidak punya pengalaman.

Namun, Firman bergeming. Dukungan orangtua dan istri tercinta menjadi pemantik untuk tetap tegar dan semakin bersemangat menekuni usahanya itu.

“Alhamdulilah, sekarang sudah tidak ada lagi tanggapan-tanggapan seperti itu. Memang butuh waktu dan proses untuk membuat mereka mengerti dan pada akhirnya menghargai apa yang kita kerjakan ini,” tutur Firman.

Memberdayakan warga setempat

Kendati kegiatan usahanya untuk mendulang profit, Firman berprinsip bahwa apa yang dilakukannya harus bermanfaat bagi lingkungan dan bisa memberdayakan masyarakat.

Untuk itu, dalam hal mendapatkan pasokan limbah botol plastik, ia melibatkan warga setempat, termasuk menggandeng pihak posyandu dan sekolah-sekolah.

“Botol plastik bekas dari mereka itu saya beli. Kalau yang sudah dipilah sesuai jenisnya, harganya bisa saya bayar lebih tinggi,” kata Firman.

 

Dalam sehari, ia bisa menampung 1 ton limbah botol plastik dari warga sekitar dan dari pengepul. 

Dari kuantitas sebanyak itu menyusut menjadi 7 kuintal setelah dipilah dan diolah dengan mesin pencacah.

“Usaha daur ulang sampah ini sebenarnya minim risiko, karena sampah tidak mengenal masa kadaluarsa,” ucap dia.

Firman Felani (33), sarjana pencacah sampah asal Cianjur, Jawa Barat, yang sukses meraup omzet hingga puluhan juta rupiahKOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Firman Felani (33), sarjana pencacah sampah asal Cianjur, Jawa Barat, yang sukses meraup omzet hingga puluhan juta rupiah
Cara pengolahan

Firman menerangkan, dalam mengolah limbah botol plastik dibutuhkan mesin penggiling atau pencacah.

Sebelum dilakukan pencacahan, limbah botol plastik disortir dan dipilah terlebih dahulu sesuai jenis dan bahannya.

Setelah disortir, botol-botol plastik itu kemudian dimasukkan ke dalam mesin untuk menghasilkan cacahan atau flakes.

“Cacahan ini yang kemudian saya jual. Sejauh ini, saya memasok ke wilayah Bekasi, Sukabumi, Bogor dan Bandung,” kata Firman.

Untuk menghasilkan cacahan plastik yang berkualitas dan punya nilai jual tinggi, maka flakes tersebut harus bersih dari kotoran dan kering optimal.

“Namun, untuk mengeringkannya masih dijemur, sehingga kerap terkendala cuaca. Semoga ke depan kami bisa punya mesin sentris agar pengeringannya bisa cepat dan efisien,” ucapnya.

Sejauh ini, ia baru sanggup memproduksi 2,5 ton flakes, karena keterbatasan alat dan tenaga kerja. Padahal, permintaan dari luar daerah diakuinya cukup tinggi.

“Untuk 2,5 ton cacahan itu dijual Rp 25 juta ke pihak pemesan,” sebut Firman.

Jadi bahan jersey hingga peralatan rumah

Sejauh ini, Firman mampu memproduksi berbagai jenis flakes, mulai dari PP atau polypropylene, PP Injection, blowing dan jenis lainnya.

Berdasarkan jenisnya itu, flakes kemudian diolah kembali untuk menjadi bahan baku pembuatan produk, mulai dari peralatan rumah tangga hingga dijadikan benang.

"Nah, benang dari flakes ini kemudian dijadikan bahan untuk membuat jersey atau kaos olahraga," sebut dia.

Firman bermimpi, suatu hari nanti, ia tak hanya bisa memproduksi flakes, melainkan bisa memproduksi barang atau produk jadi dari daur ulang limbah botol plastik ini.

“Namun perlu modal besar. Semoga saja pemerintah mau peduli dengan apa yang saya dan pemuda desa sini lakukan,” ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com