Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPRD Bawa Seng dan Paku, Perbaiki Rumah Nyaris Ambruk eks TKI Malaysia di Nunukan

Kompas.com - 14/08/2020, 05:48 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Khairina

Tim Redaksi

‘’Dia bekerja demi makan dan berniat mengumpulkan uang membantu kakak kakaknya, niat yang mulia, jadi saya juga lillahi ta’ala memberikan kebutuhan Thresia, ilmu ikhlas, itu yang saya lihat dari dia (Thresia), semoga sedikit yang saya berikan bisa berguna,’’katanya.

Thresia merupakan anak kelima dari pasangan Yohanes Abdullah (55) dan Maria Lipat Lema (45) warga Rt.031 Kampung Timur kabupaten Nunukan Kalimantan Utara.

Baca juga: Pak Ganjar, Saya Ingin Kaki Saya Sembuh, Saya Ingin Sekolah...

Pasangan eks TKI Malaysia yang dideportasi 2003 silam ini, memiliki 6 orang anak.

Empat orang lahir di Malaysia masing masing Agustina Sitti (22) yang baru saja menikah dan tinggal terpisah, Marianus Sanga Woni (20) yang merupakan tulang punggung keluarga, dan mengandalkan upah dari pekerjaannya sebagai kuli bangunan meski penghasilannya tidak menentu, Emanuel Gorang Sili (19) baru duduk di bangku SMK dan Mariana Nugi Molan (17) pelajar kelas IX SMP.

Sementara dua anak lain lahir di Nunukan yaitu, Thresia Lipat Lema (14), dan si bungsu Maria Dellya (7).

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah bedeng berukuran 4x6 meter, rumah dengan struktur seng tersebut, sudah berkarat dan terlihat lubang di semua bagian.

Yohanes Abdullah selaku kepala keluarga mengalami sakit yang terkadang membuat tulangnya ngilu dan anggota tubuhnya tak bisa digerakkan, sementara Maria lipat Lema, memiliki gangguan saraf di kepala.

Saat kambuh, kepalanya berdenyut bagai ada paku menusuk bagian dalam kepalanya, pandangannya gelap dan mengharuskannya lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat tidur.

Keluarga ini pun tak akan bisa tidur saat hujan turun, mereka masing masing mencari alat menadah air hujan agar tidak membasahi pakaian maupun barang lain yang mudah rusak.

Tidak ada satupun barang berharga di rumah ini, bahkan tong gas LPG subsidi mereka tidak punya.

Keluarga ini hanya memasak ketika mendapat uang untuk membeli beras, tak jarang mereka hanya merebus dedaunan di atas tungku dengan kayu bakar yang asapnya memenuhi ruangan dan menyesakkan dada.

Keadaan inilah yang membuat Thresia semakin yakin memutuskan berhenti sekolah untuk membantu abangnya Marianus Sanga Woni mencukupi kebutuhan keluarga.

Thresia mengatakan, tidak apa jika dia tidak sekolah, asal sehari bisa membawa uang Rp.70.000 sudah cukup untuk makan sekeluarga.

Dalam sehari Thresia bisa menyelesaikan 12 tali rumput laut dengan upah Rp.9.000 per tali, dipotong ongkos angkutan umum dan uang makan, ia masih bisa memberi orang tuanya Rp.70.000 untuk dibelanjakan sembako.

Namun lagi-lagi, mengikat tali rumput laut juga tergantung kondisi laut dan harga di pasaran.

Ketika harga tinggi, pekerjaan ini bisa dikerjakan rutin, sementara ketika harga anjlok, tidak sedikit petani rumput laut gantung tali, dan memilih menunggu harga membaik, yang artinya berimbas pada banyak orang yang bergantung pada pekerjaan ini termasuk Thresia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com