Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Saksi Perjuangan Melawan Agresi Militer Belanda Terancam Pembangunan Tol

Kompas.com - 13/08/2020, 16:56 WIB
Wijaya Kusuma,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Dalam perang gerilya melawan Belanda tersebut, para pejuang dan Taruna Militer Akademi singgah dan tidur di rumah kakeknya tersebut.

Tak hanya itu, rumah limasan tersebut juga digunakan oleh para pejuang dan Taruna Militer Akademi untuk merencanakan berbagai perlawanan gerilya.

"Ya sering di sini, waktu itu kan saya masih ya istilahnya SMP, yang saya ketahui (pejuang dan MA) sering tidur di sini, makan di sini. Dari militer akademi dulu singkatan MA dulu banyak berkegiatan di sini untuk melawan Belanda," ungkapnya.

Baca juga: TACB Minta Pemkot Bekasi Hentikan Proses Pembongkaran Struktur Bata yang Diduga Cagar Budaya

Rumah tersebut digunakan sebagai tempat singgah para pejuang dan Taruna Militer Akademi karena dinilai strategis untuk mengawasi Belanda.

Sebab saat itu, Belanda mendirikan markas di sebelah Barat Candi Prambanan, atau di daerah Bogem, Kalasan, Sleman.

"Di sini itu dianggap garis terdepan, karena kedudukan Belanda dulu di sebelah barat jembatan Prambanan, itu yang sekarang Bong Supit Bogem karena menjaga jembatan agar tidak diledakan tentara kita," urainya.

Biasanya para pejuang, tentara dan Taruna Militer Akademi melakukan penyerangan terhadap markas Belanda pada malam hari.

Sebelum melakukan penyerangan, mereka berkumpul di rumah limasan tersebut.

Tak hanya itu, rumah berbentuk limasan ini juga digunakan untuk menginterogasi mata-mata Belanda yang tertangkap.

Baca juga: Penurunan Muka Tanah hingga Cagar Budaya Buat Proyek MRT Fase 2 Lebih Sulit

Sampai saat ini, ruangan yang digunakan untuk menginterogasi juga masih ada.

"Saya masih ingat, dulu mata-mata musuh (mata-mata Belanda) di interogasinya di sini, dimasukan dalam kamar saya situ," urainya.

Rumah yang berada di Dusun Tegalrejo, Desa Tamanmartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman pernah diserang Belanda.

Belanda mengetahui rumah tersebut digunakan untuk aktivitas para pejuang, tentara dan Taruna Militer Kademi.

"Pernah disedang Belanda dua kali, tapi ya untung rumah ini selamat. Yang pertama pagi jam 5 Belanda sudah sampai di pasar sana, ada orang jualan jambu lalu ditembak, nah suara tembakan itu terdengar sampai sini lalu yang disini lari semua," bebernya.

Saat itu karena lari dengan tergesa-gesa ada helm baja yang tertinggal di dalam kamar.

Baca juga: Renovasi Gedung Sarinah Mengikuti Aturan Cagar Budaya

Beruntung saat Belanda masuk ke dalam rumah tidak melihat ada helm baja milik pejuang yang tertinggal.

"Padahal Belanda masuk, tapi tidak tahu, Ya kalau tahu pasti dibakar rumah ini, pasti. Kalau ada jejak dari pasukan gerilya apa pun pasti dihancurkan," tegasnya.

Sebelum pejuang dan tentara dari arah Timur masuk ke Yogyakarta untuk melancarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 juga sempat singgah di rumah limasan tersebut.

Mereka singgah untuk beristirahat sambil makan.

"Tentara yang dari sebelah Timur mau masuk Yogya, berhenti disini dulu untuk makan, dulu nasinya nasi bungkus pakai daun pisang. Banyak tentara waktu itu," ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com