Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"75 Tahun Merdeka, Desa Kami Belum Masuk Listrik, Anak-anak Belajar Pakai Lampu Teplok..."

Kompas.com - 13/08/2020, 16:36 WIB
Hendrik Yanto Halawa,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

NIAS BARAT, KOMPAS.com – Ratusan desa di Kepulauan Nias, Sumatera Utara (Sumut) belum teraliri listrik meskipun Indonesia sudah 75 tahun merdeka.

Seperti di Kabupaten Nias Barat, Sumatera Utara, di antaranya Desa Wango, Orahili Idanoi, Tuhemberuadan beberapa desa lain di Kepulauan Nias.

Selain listrik, warga juga mengeluhkan infrastruktur jalan.

Untuk menempuh desa-desa dibutuhkan waktu berjam-jam dengan melintasi jalan setapak yang rusak parah.

Bahkan, pada malam hingga subuh, mereka terpaksa beraktivitas dalam gelap gulita. 

Baca juga: 74 Tahun Negara Ini Merdeka, tetapi Kami Belum Menikmati Listrik

Akses jalan sulit dicapai

Tidak hanya akses jalan menuju desa masih setapak serta menelusuri perkebunan milik warga, bila musim hujan atau pun air pasang di sungai, akan sulit mencapai desa-desa tertentu.

Seperti yang dialami oleh salah seorang warga di Dusun I, Desa Wango, Kecamatan Lolofitu Moi, Kabupaten Nias Barat, Sumatera Utara, biasa dipanggil Ma'ato Halawa (30). 

Dirinya mengeluhkan sejak lahir hingga saat ini belum menikmati listrik milik negara di dusunnya.

Ia dan orangtuanya bergantung pada mesin genset dan mesin panel tenaga surya yang terkadang rusak, akibat pemakaian terus menerus.

“Pak Presiden Jokowi kami mohon perhatikan warga di desa terpencil ini, apalagi masa pandemi Covid-19, anak-anak harus belajar di rumah, juga telekomunikasi yang masih kurang memadai," harap Ma'ato kepada kompas.com, Kamis (13/8/2020).

Baca juga: Kami Rindu Kembali ke Sekolah, di Rumah Tidak Ada Listrik dan Internet

Anak-anak kesusahan belajar, harga minyak tanah mahal

Diakuinya bahwa Indonesia sudah lama merdeka. Tapi, kemerdekaan akan penerangan milik negara belum mampu memerdekaan warga di desanya.

Belum diterangi listrik PLN, anak-anak selalu mengejarkan tugas hingga subuh menggunakan lampu teplok.

Kadangkala hidung mereka penuh warna hitam akibat asap lampu yang terbuat dari botol dan juga rambut mereka terbakar karena terlalu dekat sama lampu.

Karena tak tersentuh penerang listrik PLN, tidak sedikit warga memutuskan pindah ke desa lain, sehingga hanya tersisa ratusan kepala keluarga (KK) di dusun tersebut. 

Selain itu, Ia juga mengeluhkan harga minyak tanah mencapai Rp 12.000 per liter.

Itu pun bila ada, dan harga minyak premium untuk genset sedikit naik karena biaya angkut hingga ke rumahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com