Hasil penyelidikan tersebut didapatkan usai polisi memeriksa beberapa orang yang berasal dari Luwu Timur.
Beberapa saksi yang diperiksa mulai dari tokoh masyarakat, pejabat desa, hingga masyarakat yang wilayahnya terdampak banjir dan longsor.
"Seperti itu intinya. Banyak saksi-saksi. Masyarakat dari kantor desa dan lain-lain," kata Agustinus.
Pernyataan polisi tersebut kontras dengan analisis yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel yang menyebut banjir dan longsor di Luwu Utara adalah bencana ekologis.
Pasalnya sejak 2018, sudah terjadi pengalihan fungsi kawasan hutan di pegunungan Luwu Utara serta pembalakan liar.
" Banjir bandang yang terjadi di Luwu Utara bukan hanya semata-mata bencana alam, tetapi lebih kepada bencana ekologis perusakan lingkungan,” ungkap Direktur Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin ketika dikonfirmasi, Senin (20/7/2020).
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan