Dalam penjelasan UU Antiterorisme, korban dibagi dua yaitu korban langsung dan tidak langsung.
Korban langsung adalah korban yang langsung mengalami dan merasakan akibat tindak pidana terorisme.
Sedangkan korban tidak langsung adalah mereka yang menggantungkan hidupnya pada korban langsung, seperti istri dan anak yang kehilangan suami yang merupakan korban langsung.
Baca juga: Terduga Teroris Tewas Ditembak Densus 88 di Sukoharjo
Permohonan kompensasi, bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis diajukan kepada lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban, yaitu LPSK.
Usai ditandatanganinya PP No.35 tahun 2020, Endang, korban teror Bom Bali I bertanya, "lalu bagaimana mekanisme agar saya dapat kompensasi?"
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menjawab bahwa LPSK akan segera melakukan sosialisasi kepada para korban usai proses adminstrasi dan anggaran terpenuhi.
"Kami belum bisa melakukan apapun karena belum dapat salinannya, dan masih menunggu Kemenkeu terkait alokasi dana dan skemanya. Setelah itu selesai kami akan segera melakukan sosialisasi, pendataan dan pemberian kompensasi," katanya.
Baca juga: Wayang Golek: Dakwah, Soekarno, hingga Bom Bali...
LPSK berjanji akan bergerak cepat karena proses permohonan kompensasi berdasarkan UU Antiterorisme tahun 2018 hanya dibatasi tiga tahun yang artinya tinggal menyisakan satu tahun lagi, sesuai Pasal 43L ayat 4 UU antiterorisme.
"Berdasarkan UU, setelah tahun 2021 korban teror lama tidak bisa mengajukan hak kompensasi lagi. Maka itu, kami akan segera sosialisasi karena tidak semua korban masa lalu mengetahui punya hak kompensasi, dan dilakukan assessment untuk menentukan besaran kompensasi berdasarkan derajat luka hingga meninggal dunia."
Mengenai mekanismenya, Hasto mengatakan bahwa kompensasi tidak perlu melalui putusan pengadilan, melainkan cukup surat keterangan dari BNPT maupun kepolisian yang menjelaskan bahwa mereka adalah korban teror, untuk kemudian mengajukan kompensasi melalui LPSK.
Baca juga: 3 Terduga Teroris Sempat 2 Bulan Tinggal di Kampar, Lurah Akui Kecolongan
Terkait dengan keluhan Endang bahwa negara tidak hadir di fase sulit kehidupan korban teror masa lalu, Hasto mengakui kelemahan tersebut.
Menurut Hasto, negara tidak memberikan perhatian serius kepada korban selama belasan tahun, bahkan perhatian yang besar muncul dari negara lain.
"Kalau dulu, korban mungkin dianggap sebagai kecelakaan atau orang yang ada di tempat dan waktu yang salah sehingga menjadi korban."
"Tapi dengan aturan baru yang progresif ini maka korban dinyatakan sebagai tanggung jawab negara yang salah satu tanggung jawabnya adalah pemberian kompensasi kepada korban," katanya.
Baca juga: 3 Terduga Teroris Mengontrak Rumah di Kampar dan Bawa KK Orang Lain
Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mengatakan, dalam PP itu negara akan menutupi setiap kerugian yang nyata diderita setiap korban.
Bentuknya berupa kompensasi, bantuan medis, dan psikologis.
Baca juga: Densus 88 Tangkap 3 Terduga Teroris di Kampar
"Permohonan tersebut akan diperiksa oleh LPSK, dimana LPSK akan menghitung kerugian yang dialami korban. Besaran nilai kerugian ditetapkan oleh LPSK atas persetujuan menteri keuangan," tambahnya
Lalu, "Detail tata cara penghitungan kerugian, pemberian, dan pelaporan kompensasi atau ganti kerugian ini akan diatur dalam Peraturan LPSK," kata Dini.
Sudah hampir satu bulan PP No.35 ditandatangani, Endang dan Garil belum mendapatkan informasi resmi dari pihak pemerintah.
Baca juga: Orangtua Terduga Teroris di Ambon: Anak Saya Normal-normal Saja
Ia hanya mengetahui PP tersebut dari media massa.
Waktu yang dimiliki oleh Endang dan korban teror masa lalu lainnya kini hanya tersisa sekitar sembilan bulan lagi untuk mendapatkan haknya berupa kompensasi sebagai korban.
"Dari dulu hingga sekarang saya kecewa sama pemerintah, tapi mau bagaimana, mungkin mereka lagi banyak urusan jadi kami tidak pernah dilirik. Tapi, melalui PP ini saya harap semua akan berubah," kata Garil.
"Semoga," ujar Garil dengan pasrah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.