Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpuruk Hadapi Resesi, Para Petani Pun Merugi

Kompas.com - 07/08/2020, 16:36 WIB
Rachmawati

Editor

Harapan untuk petani?

BPS mengumumkan pada Rabu (5/8/2020) bahwa hanya ada tiga lapangan usaha yang mencatatkan pertumbuhan di triwulan II 2020, yakni sektor pertanian, informasi dan komunikasi, dan pengadaan air. Sektor pertanian tumbuh paling besar dengan 16,24 persen.

Namun, Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom INDEF, mewanti-wanti bahwa ada kemungkinan sektor pertanian baru menunjukkan kontraksi pada kuartal III.

"Deflasi itu kan di bulan Juli, sudah masuk kuartal III. Yang diumumkan hari ini [adalah hasil di] kuartal II, sangat mungkin sektor pertanian di kuartal II masih tumbuh, di kuartal III ini baru mengalami kontraksi," ujarnya.

Baca juga: Fakta Seputar Petani Cianjur yang Ditemukan Tewas di Pematang Sawah

"Itu juga indikasi yang tidak bagus. Deflasi kan artinya pedagang rugi, harga turun dibandingkan bulan sebelumnya, dari sisi konsumen menjadi indikasi bahwa yang beli sedikit, jadi [penjual] tidak berani menaikkan harga."

Sektor pertanian berperan penting dalam masa pandemi lantaran itu adalah "pertahanan terakhir" untuk menyerap pengangguran dari sektor yang formal, ujar Bhima.

Baca juga: Petani Cianjur Sukses Panen Tanaman Asli Hutan Amazon

Petani 'paling terdampak'

Petani paling terdampak karena berperan sebagai konsumen sekaligus produsen, kata peneliti LIPIFAJAR SHODIQ/BBC INDONESIA Petani paling terdampak karena berperan sebagai konsumen sekaligus produsen, kata peneliti LIPI
Senada, Dian Utami, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa petani adalah kelompok masyarakat paling terdampak oleh kelesuan ekonomi mengingat posisi mereka sebagai produsen dan konsumen.

"[Kelompok masyarakat] dari sektor buruh dan menengah ke bawah juga sangat terdampak, apalagi mereka di-PHK, sudah sama sekali tidak ada penghasilan. Tapi petani lebih terdampak karena modal yang mereka keluarkan besar, seperti untuk menanam cabai, beli pestisida.

"Untuk menanam itu [modalnya] besar, bahkan utang dulu sebelum panen. Sektor lainnya penghasilan nol, tapi kalau petani ini bisa minus, bahkan untuk bayar utang tidak ada uang."

Ia menambahkan, sektor-sektor industri dapat menghentikan dan memulai kembali produksinya, seperti yang banyak dilakukan pemanufaktur dan usaha lainnya selama masa pandemi ini. Namun, sektor pertanian tidak bisa serta merta menghentikan produksi mengingat masa tanam yang bisa memakan waktu lama.

Baca juga: Menteri KPP: Panen Parsial, Petambak Udang Bisa Untung Banyak

"Pertanian itu butuh treatment berkelanjutan, makanya petani ini misalnya sudah menanam padi selama enam bulan, padi baru bisa dipanen beberapa bulan kemudian. Modalnya sudah terlanjur dikeluarkan, tapi ada pandemi yang sangat menurunkan daya beli masyarakat," ujar Dian.

"Mereka juga menyediakan bahan makanan sebagai produsen untuk orang lain dan membutuhkan modal di situ, tapi ternyata [hasil] baliknya tidak sesuai dan mereka butuh uang untuk memenuhi kebutuhan mereka juga."

Menurutnya, pemerintah sebaiknya memaksimalkan fungsi lembaga-lembaga seperti Bulog dan membeli hasil pertanian dengan harga wajar untuk menyelamatkan petani.

"Bulog kan selama ini membeli dari impor, karena terjadi penurunan harga yang sangat signifikan, kita maksimalkan fungsi Bulog."

Baca juga: Jaga Kualitas Beras, Bulog Modernisasi Gudang

Pemerintah bisa membeli hasil-hasil pertanian dari petani dengan harga yang wajar, sehingga disimpan sama Bulog untuk mengontrol harga di pasar dan menyelamatkan petani dari deflasi ini. Mereka tetap bisa [bertahan] dan paling tidak balik modal," jelas Dian.

Presiden Joko Widodo telah mengumumkan insentif bagi petani dan nelayan di masa pandemi Covid-19 Mei lalu.

Insentif-insentif tersebut meliputi program jaring pengaman sosial, subsidi bunga kredit melalui relaksasi pembayaran angsuran, pemberian stimulus untuk modal kerja, dan melalui instrumen kebijakan non fiskal untuk melancarkan rantai pasokan.

Baca juga: Bulog: Beras Bantuan dari Pemerintah Kelas Premium

Meski demikian, banyak petani, seperti Triswanto di Boyolali, yang masih mengharapkan bantuan dari pemerintah karena mengalami kerugian.

"Harapannya bisa menerima bantuan karena petani saja jualannya nggak laku-laku dan murah harga jualnya," ujarnya.

Hal senada diungkapkan Jono, petani cabai di Boyolali.

"Kadang-kadang pemerintah itu kalau harga cabai baru naik sudah teriak-teriak. Tapi kalau harga murah, perhatian pemerintah memang benar-benar tidak ada," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com