Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Arga, Lumpuh Selama 20 tahun, Dirawat Pemulung Sejak Bayi

Kompas.com - 05/08/2020, 09:30 WIB
Hamim,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

BOJONEGORO, KOMPAS.com - Nasib pilu dialami Arga (20), remaja asal Desa Sobontoro, Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Remaja yang lahir pada 21 April 2000 lalu dengan nama lengkap Arga Wahyu Pratama, menderita kelumpuhan dan tidak bisa bicara sejak masih balita.

Kelumpuhan yang mendera Arga, membuatnya hanya bisa terbaring di atas ranjang tempat tidur dan tidak bisa beraktivitas apapun tanpa bantuan dari orang lain.

Untuk sekadar memenuhi kebutuhannya seperti makan dan minum saja, Arga tidak bisa melakukannya sendiri tanpa ada yang menyuapinya.

Baca juga: 4 Tahun Terserang Tumor Otak dan Sempat Lumpuh, Fitri Melahirkan Bayi Kembar Sebulan Lalu

Bahasa isyarat menjadi alat komunikasi Arga saat membutuhkan sesuatu untuk keperluannya, lantaran lidah dan mulutnya kelu tak mampu bicara dengan baik.

Saat Kompas.com datang bertamu ke rumahnya, melihat Arga yang terbaring seperti memberikan isyarat menyapa dengan berusaha keras menggerak-gerakkan anggota tubuhnya yang kaku.

Di atas ranjang tempat Arga terbaring, tampak sejumlah botol minuman larutan penyegar yang masih terisi air di sekelilingnya untuk persediaan minum, serta toples berisi uang pemberian dari orang.

Suharto, orangtua Arga mengatakan, kelumpuhan yang mendera anak semata wayangnya itu sudah diketahui sejak masih balita di usia sekitar 7 bulan.

"Arga usianya sudah tujuh bulan tapi kok belum bisa tengkurap, gerakan tubuhnya juga kurang aktif layaknya bayi normal pada umumnya,'' kata Suharto, kepada Kompas.com, Selasa (4/8/2020).

Menyadari ada keganjilan terhadap pertumbuhan bayi Arga, Suharto lantas bergegas memeriksakan Arga ke dokter spesialis anak di Kota Bojonegoro.

Setelah dilakukan pemeriksaan medis termasuk melakukan foto scan atau rontgen pada tubuh Arga, hasilnya ternyata di dalam batang otak Arga terdapat cairan air yang menganggu sarafnya.

Pada saat itu juga dokter menyarankan untuk dilakukan tindakan operasi terhadap bayi Arga.

Namun, biaya operasi yang amat mahal dan keterbatasan ekonomi membuat bayi Arga batal mendapatkan pengobatan secara medis.

"Waktu itu, biaya operasi ditaksir sekitar Rp 2 jutaan, tapi enggak punya duit, ya udah dirawat semampunya aja," terang dia.

Sejak saat itu, Suharto bersama istrinya Supriyatin hanya bisa pasrah merawat Arga tanpa mendapatkan pengobatan medis untuk kesembuhan bayi Arga.

Orangtua menjadi pemulung demi merawatnya

Beban merawat Arga semakin berat dirasakan oleh Suharto, semenjak istrinya, Supriyatin, meninggal dunia pada tahun 2010 silam, akibat penyakit lambung yang diderita sejak lama.

Baca juga: Kisah Lora, Pedagang Asongan di Pelabuhan Berjuang Berikan Pendidikan untuk 5 Anaknya

Suharto harus merawat Arga yang telah tumbuh besar sendirian tanpa bantuan sang istri yang mendampinginya.

Di tengah keterbatasan ekonomi, Suharto berusaha sekuat tenaga menyambung hidup dan merawat Arga dengan baik dengan bekerja menjadi pemulung setiap hari.

Kondisi itu memaksa Suharto tidak bisa bepergian jauh dari rumahnya.

Sebab, setiap hari dan setiap saat, harus merawat Arga seperti menyuapi makan dan minum dikala lapar maupun haus.

"Cari rongsokannya ya paling sehari di sekitar sini saja sudah pulang, soalnya ada tanggungan merawat ini loh," kata Suharto, sambil mengelus kepala Arga.

Terkadang juga uang yang diperolehnya dari hasil mencari rongsokan dibagi dengan tetangga yang membantu menjaga Arga, selama Suharto bekerja mencari barang bekas atau rongsokan.

"Kalau dapat Rp 20.000 ya dibagi Rp 10.000, kalau dapatnya Rp 50.000 ya omzet paruhnya untuk yang jaga Arga," terang Suharto,

Anak hasil adopsi

Arga Wahyu Pratama, sejatinya adalah anak angkat pasangan Suharto dan Supriyatin yang diadopsi dari ibu kandungnya bernama Kasmi, asal Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban, yang masih kerabat dari Supriyatin.

Kala itu, pasangan Suharto dan Supriyatin bersepakat untuk mengadopsi anak Kasmi, lantaran puluhan tahun membina rumah tangga belum juga kunjung dikaruniai buah hati.

Keberadaan Arga yang diadopsi dan diasuhnya sejak masih bayi adalah permata yang diharapkan bagi pasangan Suharto dan Supriyatin.

Baca juga: 15 Tahun Lumpuh dan Disebut Diikuti Nenek Tua, Sang Ibu Jelaskan Kondisi Aisyah...

Takdir berkata lain, bayi yang telah diadopsi dari orangtua kandungnya yang diberi nama Arga Wahyu Pratama tersebut divonis sakit akibat adanya cairan yang masuk di dalam otaknya.

Meski telah divonis sakit oleh dokter dan menderita kelumpuhan sejak bayi, Suharto bersama istri tetap merawatnya hingga tumbuh dewasa dengan penuh kasih sayang.

"Dulu bersama istriku sudah komitmen untuk merawat Arga apapun kondisinya, dan sekarang sudah berkumis mas gini," ungkapnya.

Beban merawat Arga yang menderita kelumpuhan mulai bertambah apalagi Arga saat ini sudah tumbuh besar dan beranjak dewasa diusianya yang menginjak 20 tahun.

Kini, Suharto mengaku khawatir seiring berjalannya waktu usianya yang terus bertambah tua dan tenaganya yang terus berkurang tak mampu merawat Arga dengan baik.

"Kadang ya jadi kepikiran, siapa yang mau merawat Arga seterusnya, sedangkan saya semakin lama semakin tua, tenaga juga berkurang," tutur dia.

Pernah sekitar 40 hari sepeninggal istrinya, Suharto sempat hendak menyerahkan Arga kepada ibu kandungnya agar mendapat perawatan dan kasih sayang ibu dengan baik.

Kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan, ibu kandung Arga justru menghilang tidak ada kontak dan komunikasi sama sekali.

"Keberadaannya ibunya enggak tahu, sudah tidak ada kabarnya lagi, komunikasi juga tidak pernah," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com