Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Terima Lahannya Dibangun, Warga di Sragen Tutup Jalan dengan Tembok

Kompas.com - 04/08/2020, 18:53 WIB
Labib Zamani,
Khairina

Tim Redaksi

SRAGEN, KOMPAS.com - Keluarga almarhum To Pawiro menutup jalan tembusan di Dukuh Ngledok, Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah dengan tembok bata hebel karena jalan tersebut masuk di lahan pekarangannya.

Mereka menutup akses jalan tembusan tersebut karena tidak terima lahan pekarangannya dibangun oleh warga sekitar dan ditalud.

Jalan yang memiliki lebar sekitar tiga meter itu dahulunya adalah jalan setapak.

"Sewaktu ayah saya beli tanah memang sudah ada jalan, tapi jalan setapak. Cuma orang (Ngledok) itu tidak menghargai (keluarga) langsung dibangun jalan," kata anak laki-laki almarhum To Pawiro, Tugiyono (55) sesuai mediasi di Balai Desa Gading, Tanon, Sragen, Jawa Tengah, Selasa (4/8/2020).

Baca juga: Asisten Rumah Tangga Wagub Kaltim Positif Covid-19, Warga Tutup Jalan ke Rumahnya

Tanah pekarangan itu, lanjut Tugiyono, sudah diwariskan kepada kakaknya bernama Sonem.

Karena jalan setapak itu dibangun dan ditalud oleh warga, kakaknya tersebut tidak terima akhirnya ditutup menggunakan bata hebel.

"Mbakyuku (kakakku) tidak terima. Karena tanah pekarangan itu diberikan kepada kakak saya. Iya ditutup jalan itu. Karena tanah itu sertifikatnya tidak ada tulisan jalan tidak ada," ungkap Tugiyono.

Tugiyono mengklaim bahwa jalan yang dibangun tersebut memakan lahan pekarangan milik kakaknya.

Menurut dia, sebelum membangun jalan tersebut, warga harus izin terlebih dahulu kepada keluarganya.

"Bapak saya sudah pesan kalau dibangun jalan harus kanan kiri. Jadi tidak hanya menggunakan lahan pekarangan saya sendiri. Yang saya inginkan itu izin dulu. Tidak langsung dibangun jalan," cetus dia.

Baca juga: Gara-gara Pasien Covid-19, Warga 2 Kecamatan Saling Tutup Jalan, Hampir Adu Jotos

Kepala Desa Gading Puryanto mengatakan, penutupan jalan yang dilakukan oleh keluarga almarhum To Pawiro karena ada kesalahpahaman.

"Awalnya kesalahpahaman. Jadi dalam sertifikat itu ada gambar jalan setapak. Anak To Pawiro hanya tidak paham saja kesepakatannya," kata Puryanto.

"Tadi kesepakatan jalan itu satu meter (sisi kanan) dan satu meter (sisi kiri). Jadi luasnya nanti dua meter. Yang sudah ada itu nanti ukurannya dikecilkan terus yang sudah dipagar (tembok) itu dibongkar," sambung dia.

Tanah pekarangan yang dibangun jalan tersebut merupakan warisan orangtua.

Setelah diberikan penjelasan melalui mediasi, akhirnya mereka mengerti dan menyepakati untuk membongkar tembok bata hebel yang menutup jalan itu.

Diketahui, jalan tersebut awalnya merupakan jalan setapak karena jalan buntu. Setelah tanah disertifikatkan oleh pemiliknya dan terdapat gambar jalan.

Sehingga tidak bisa pemilik tanah pekarangan itu menutup jalan begitu saja.

"Tadi disepakati jalannya dua meter. Pagar yang menutup jalan itu dibongkar," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com