SAMARINDA, KOMPAS.com - Kepala SMK Farmasi Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kaltim, Syamsuddin Mallala menilai anak didiknya yang nekat merampok toko emas di Pasar Tangga Arung Tenggarong merupakan konsekuensi belajar online.
Menurut dia, sejak diberlakukan belajar daring empat bulan terakhir, pergaulan anak-anak didiknya tak bisa dikontrol.
“Apalagi anak-anak yang keluarganya broken home seperti anak didik saya ini (salah satu dari tiga pelaku perampok),” ungkap Syamsuddin saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Samarinda, Senin (3/8/2020).
Baca juga: 3 Pelajar SMA yang Rampok Toko Emas Tetap Terima Pelajaran dari Dalam Penjara
Selama itu guru tidak bisa memastikan anak tersebut sungguh-sungguh belajar dari rumah atau sebaliknya.
“Ini konsekuensi dari belajar daring. Kebetulan anak didik saya itu, orangtuanya juga bermasalah hukum. Mereka juga ekonomi lemah, butuh uang,” terang dia.
Dalam kondisi itu, ketika ada tawaran uang dalam jumlah banyak maka siapa pun bisa tergoda, apalagi anak tersebut masih usia 16 tahun.
“Sangat labil. Mudah tergoda. Anak itu di sekolah perilakunya baik. Saya pastikan itu pengaruh lingkungan dan pergaulan dia selama empat bulan terakhir,” tuturnya.
Sebab, saat masih belajar tatap muka di sekolah, setiap 15 menit sebelum masuk kelas dan jelang pulang sekolah, anak-anak selalu diberi nasihat oleh wali kelas.
“Tatap muka guru dan anak didik sangatlah penting. Kita guru ini bukan hanya mengajar, tapi juga mendidik. Mengajak anak didik bicara, mengajak curhat dan lainnya telah tiada sejak pandemi Covid-19,” terang dia.