Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seumuleung Tradisi Menyuapi Sang Raja Baru di Aceh, Digelar Sejak 500 Tahun yang Lalu

Kompas.com - 04/08/2020, 10:40 WIB
Rachmawati

Editor

Tradisi menyuapi dalam menobatkan raja

Tradisi Seumuleung merupakan upacara khusus yang dulu dilakukan Sultan Inayat Syah untuk menobatkan anaknya sebagai Sultan Kerajaan Daya pada tahun 1480 M, yang jatuh pada hari Idul Adha.

Pada tahun-tahun sebelumnya tradisi dilaksanakan di sebuah gedung permanen bak istana raja masa lalu yang dicat warna putih, lengkap dengan lima kubah ukuran berbeda-beda, dengan mengundang para keturunan raja dari seluruh Aceh, juga pemerintah daerah.

Seumuleung bermakna menyuapi, karena dalam puncak upacara raja baru, pewaris estafet kepemimpinan, akan disuapi nasi dan lauknya oleh tetua upacara adat.

Ini merupakan simbol dari pemberian selamat pada raja yang baru.

Baca juga: Jenazah Sultan Kesepuhan Cirebon Dimakamkan Sesuai Tradisi Keraton

Masyarakat ikut memadati lokasi, tidak saja untuk menonton, tapi juga ikut memperebutkan sisa nasi suapan raja.

Rangkaian adat menyuapi dan rebutan nasi suapan ini sekaligus bermakna menyatunya raja dengan rakyat.

Dipercaya pula memakan nasi suapan sisa raja akan membawa berkah.

Baca juga: Tradisi Pacaran Orang Rimba, 2.000 Hari Mengabdi di Calon Mertua, Pegang Tangan Pacar Kena Denda

Upacara dimulai

Hening menyelimuti ketika Raja Saifullah, keturunan Sulthan Alaiddin Riayat Syah, sampai di tempat upacara adat, siang itu.

Puluhan hulubalang lalu berzikir dan bersalawat mengiringi langkah sang Raja memasuki balai acara.

Jumlah peserta di dalam balai acara tidak lebih dari 23 orang, itu pun sudah mencakup para undangan.

Sangat berbeda dengan gelaran tradisi Seumuleung tahun-tahun sebelumnya yang meriah dengan ratusan orang, termasuk perwakilan pejabat pemerintahan daerah dan keturunan raja kerajaan lainnya di Aceh.

Baca juga: Perkawinan Sedarah di Kerinci, Antara Tradisi dan Pemicu Bayi Stunting

Raja Saifullah mengikuti prosesi Seumuleung.BBC Indonesia/Hidayatullah Raja Saifullah mengikuti prosesi Seumuleung.
Kali ini bahkan tidak satu pun di antara para hulubalang, termasuk Raja Saifullah, yang menggunakan pakaian kerajaan pendahulunya.

Raja hanya mengenakan kemeja berwarna kuning dan penutup kepala bermotif Aceh.

Tahun ini, upacara adat cukup digelar di sebuah balai kayu di ujung sebelah timur gedung putih yang biasanya jadi tempat penyelenggaraan tradisi.

Menjelang puncak upacara penyuapan raja, dua tudung kuning dan satu tudung biru yang berisikan makanan beserta dengan lauknya yang berasal dari darat maupun laut, dibuka.

Lalu tetua upacara adat menyuapi raja sebanyak satu kali.

Baca juga: Beleuto, Tradisi Lama Gorontalo yang Dikenalkan pada Era New Normal

Warga yang semula tertib menunggu di bawah, seketika memenuhi balai tempat acara.

Beberapa orang di antaranya sembari menggendong bayi.

Tujuannya hanya untuk dua hal. Pertama mendapatkan sisa nasi dari hasil suapan yang diyakini membawa rezeki, kedua menuggu giliran dililitkan kain putih di kepala yang diyakini memberikan kesehatan.

Seorang pengunjung yang rela datang dari Kota Banda Aceh, Marlina, mengatakan niatnya datang ialah untuk melepaskan nazar, karena sering mengalami sakit pada bagian kepala.

Ia ingin sembuh dengan mengikuti tradisi setelah melihat tetangganya sembuh usai bernazar yang sama.

Baca juga: Uniknya Tradisi Minum Kopi Pahit Colol di Manggarai Timur

"Sering sakit kepala, jadi hajatnya (nazar) ke sini makanya dililitin kain putih tadi, ada orang kampung yang bilang cobalah bernazar ke Poe Teumurhom gitu, ya udah kami bernazar ke sini tahu-tahunya sembuh, makanya balik lagi ke sini," kata Marlina.

Marlina, menjelaskan bahwa ia datang ditemani anggota keluarganya. Mereka berangkat sejak pagi dan baru tiba pada siang hari.

Mereka menanti dililitkan kain putih dari tetua keturunan raja saja, setelah itu mereka pulang ke Banda Aceh.

"Langsung pulang, nanti ziarah ajak keluarga dulu, kalau ke atas iya ke atas, kalau tidak, langsung pulang, karena pulangnya jauh kali ke Banda Aceh, jadi lama kali sampai ke sana," jelas Marlina.

Baca juga: Mengapa Ada Tradisi Hidang atau Prasmanan Mini di Restoran Padang?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com