Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YouTuber Berulah, Demi Konten Bagikan Daging Berisi Sampah

Kompas.com - 04/08/2020, 08:38 WIB
Rachmawati

Editor

"Saya tidak bekerja, jadi hanya bantu-bantu Edo saja. Kalau uang belum dikasih," ungkapnya.

Baca juga: [POPULER NUSANTARA] Polisi Tangkap YouTuber Edo Putra yang Prank Daging Isi Sampah | Anggota DPRD Digerebek Istri

Seharusnya tak merugikan orang lain

Sementara itu pengamat media sosial Ismail Fahmi menyebut konten prank di YouTubesulit dihentikan

Namun seharusnya konten prank tidak merugikan orang lain baik secara material ataupun nonmaterial.

Untuk menghentikannya, Fahmi mengatakan dibutuhkan tindakan tegas dari otoritas hukum sepertu kepolisian.

"Ini harus dari otoritas menurut saya, harus ditegakkan, karena ini bukan lagi hanya online, tapi sudah offline, dia kan turun di lapangan, menipu orang," kata dia.

Baca juga: Prank Daging Isi Sampah, YouTuber Edo Putra Minta Maaf dan Berikan Korban Uang

"Harus ada konsekuensi, polisi yang bergerak, ini urusannya sudah urusan polisi kalau ingin menegakkan ini," lanjut Fahmi.

Jika tidak ada efek tegas yang menimbulkan efek jera, mereka akan mencontoh kasus-kasus sebelumnya dan mengulanginya.

"Ini menjadi catatan bagi polisi, penting untuk menjaga masyarakat agar tidak diginiiin (dijadikan korban prank). Jadi (pelaku) jangan dilepas begitu saja, enggak ada efek jeranya," ujar Fahmi.

Baca juga: Tips buat YouTuber untuk Menyiasati Turunnya Pendapatan dari Iklan

Fahmi mengatakan, upaya perlawanan secara online, misalnya dengan melaporkan (report) konten di platform yang digunakan sudah tidak lagi efektif.

"Me-report itu enggak efektif, malah semakin diramaikan di media sosial dan enggak ada apa-apanya, kita (pembuat konten) senang," jelas Fahmi.

Sementara itu aktivis digital sekaligus social media advocates, Enda Nasution mengatakan penyelesaian secara hukum tidak efektif untuk menangani permasalahan ini.

"Hukum enggak efektif, karena memang bukan masalah hukum. Kalau ada kerugian materi, jiwa, fitnah, pencemaran nama baik, hoaks atau ujaran kebencian baru masalah hukum," sebut Enda.

Baca juga: Penonton Turun, Begini Cara YouTuber Bertahan

Ia menilai, kreator konten prank kontroversial seperti ini harus diberi sanksi sosial, misalnya dengan tidak ditonton videonya, diboikot, tidak lagi diikuti akunnya, atau melaporkan akun yang bersangkutan kepada pihak YouTube.

"Yang kasus kemarin prank yang ke transgender (kasus Ferdian Paleka) coba dicek sekarang kasus hukumnya sampai mana, jangan-jangan sudah dilepas, kasus hukumnya sudah berhenti," kata Enda.

Saat ini, yang bersangkutan memang sudah dibebaskan dari tahanan karena laporan dicabut, dan sudah berdamai dengan korban.

Baca juga: Ferdian Paleka: Gue Bakal Bikin Konten yang Lebih Positif dan Menghibur

"Ya itu paling damai, mau sampai pengadilan juga enggak kuat kasus hukumnya, karena enggak ada pasal yang dilanggar," ujar dia.

Menurut Enda, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menghentikan atau menghilangkan konten prank di YouTube harus dilakukan oleh YouTube itu sendiri.

"Karena ada orang yang masih suka (konten prank), jadi kalau mau menghilangkan konten prank di YouTube harus YouTube-nya yang melarang dengan alasan yang kuat. Begitu juga di platform lain, IG, FB, Twitter dan lainnya, minta dilarang/dihapus," jelas Enda.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Aji YK Putra, Luthfia Ayu Azanella | Editor: David Oliver Purba, Aprillia Ika, Inggried Dwi Wedhaswary)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com