Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Agus Berdayakan Korban PHK Saat Pandemi Lewat Wastafel Portabel

Kompas.com - 04/08/2020, 06:05 WIB
Wijaya Kusuma,
Khairina

Tim Redaksi

 

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Saat ini, di berbagai tempat, baik di rumah, perkantoran maupun tempat umum banyak terdapat wastafel untuk cuci tangan.

Setiap orang yang hendak masuk terlebih dulu diminta untuk mencuci tangan.

Di masa pandemi Covid-19, mencuci tangan dengan sabun, menjadi salah satu kunci untuk mencegah penularan, selain mengenakan masker, dan menjaga jarak.

Guna meminimalkan sentuhan tangan di wastafel, seorang seorang warga di Kabupaten Sleman membuat inovasi baru.

Pria bernama Agus Kholik ini mengkreasikan sebuah wastafel portabel tanpa harus menyentuh dengan tangan.

"Jadi ini awalnya dimulai dari adanya pandemi corona. Karena kan setiap orang harus rajin mencuci tangan dengan sabun, itu kan salah satu dari protokol kesehatan untuk mencegah penularan," ujar Agus Kholik saat ditemui di tempat produksi wastafel portabel di Dusun Paten, Desa Tridadi, Kebupaten Sleman, Sabtu (2/8/2020).

Baca juga: Bantu Pencegahan Penyebaran Corona, Pelajar SMK Buat Wastafel dengan Pedal

Di awal-awal pandemi, wastafel yang ada masih menggunakan sistem yang lama. Tangan seseorang masih harus menyentuh kran, untuk mengeluarkan air.

Setelah mencuci tangan dengan sabun, lagi-lagi harus menyentuh keran untuk mematikan air. Di tengah pandemi saat ini, hal menjadi beresiko, apalagi jika wastafel tersebut dipakai oleh orang banyak. Artinya banyak tangan yang menyentuh keran air.

"Kalau menyentuh keran dan dipakai bergantian ini kan bisa menjadi sumber corona yang ada di keran itu," urainya.

Kondisi tersebut menjadi kegelisahan bagi Agus Kholik. Ia kemudian mempunyai pemikiran untuk membuat tempat cuci tangan tanpa harus menyentuh keran.

Menurutnya, tempat cuci tangan tanpa harus menyentuh memang sudah ada tapi menggunakan sensor. Sehingga harganya cukup mahal.

Sementara, tempat cuci tangan dengan model sederhana dan harga merakyat sepengetahuan Agus belum ada.

"Yang di bandara-bandara itu ada, tapi kan pakai sensor dan itu kan mahal. Sehingga saya berfikir membuat tempat cuci tangan yang tanpa menyentuh, tapi juga merakyat, artinya anggaranya tidak terlalu besar," jelasnya.

Agus Kholik kemudian mencoba membuat rancangan wastafel. Akhirnya dia pun tercetus ide wastafel dengan sistem pedal di bagian bawah untuk membuka dan menutup keran.

Uji coba untuk sistem tersebut diakuinya cukup lama sebab dirinya tidak memiliki latar belakang teknik.

Setidaknya memakan waktu sekitar satu bulan hingga sistem yang digunakan benar-benar sempurna.

"Saya mencoba rumuskan membuka kran itu dengan sistem pedal, jadi diinjak akan membuka, kalau injakanya dilepas akan menutup. Saya bikin rancangannya, sama anak-anak sini diaplikasikan dibikin lama-lama jadi," tuturnya.

Setelah itu, sebelum bulan Ramadhan kemarin Agus Kholik mengunggah wastafel portabel dengan sistem pedal tersebut ke media sosial.

Ternyata, respon warga masyarakat cukup besar setelah melihat wastafel portabel tersebut.

"Responya bagus dan permintaan mulai masuk. Dari situ, kita mulai memproduksi dan luncurkan wastafel ini," ungkapnya.

Menurutnya bahan yang digunakan untuk wastafel portabel ini cukup mudah dicari. Agus Kholik menggunakan besi steel dan papan plastik atau alumunium. Kemudian untuk kerannya menggunakan keran penyemprot tanaman.

"Kita ada beberapa model, ada untuk orang dewasa, Sekolah Dasar (SD) dan ukuran Taman Kanak-kanak," bebernya.

Baca juga: Dorong Warga Rajin Cuci Tangan, Pemprov DKI Sediakan Wastafel Portabel di Tempat Umum

Harga per unitnya cukup terjangkau, berkisar antara Rp 750.000. Hanya saja, harga juga tergantung dari permintaan klien untuk bahan yang digunakan.

"Yang membedakan itu kalau ada permintaan khusus, misalnya minta besi yang besar, terus tutupnya dari alumunium dengan plastik harganya juga beda," tandasnya.

Dalam sehari, Agus bisa memproduksi sekitar 15 unit. Sampai saat ini sudah ada sekitar 1.000 unit yang terjual.

Pembeli tidak hanya berasal dari DIY, namun juga datang dari luar kota, baik untuk perorangan, kantor hingga universitas.

"90 persen memang dari DIY, 10 persenya luar kota, Jakarta, Bandung, Semarang, Solo. Pasarnya hampir 80 persen itu instansi, yang 20 persen perorangan," urainya.

Usai diunggah di media sosial model wastafel buatanya banyak dikembangkan oleh beberapa orang. Ia pun tidak mempermasalahkan hal itu.

Sebab tujuan dari membuat wastafel ini adalah untuk turut mencegah penularan Covid-19.

"Pertama kali dulu beli di sini, terus dicontoh. Ya nggak papa, artinya banyak yang menggunakan dan bisa bermanfaat, membantu perekonomian dikondisi seperti saat ini," katanya.

Ajak korban PHK

Pandemi Covid-19 saat ini berdampak pada berbagai lini kehidupan termasuk di bidang usaha. Banyak pekerja yang harus dirumahkan bahkan di-PHK karena finansial perusahaan anjlok akibat pandemi Covid-19.

Beberapa orang di Dusun Paten, Desa Tridadi, Kecamatan Sleman juga mengalami hal yang sama. Mereka dirumahkan karena dampak pandemi Covid-19.

Kondisi yang dialami oleh beberapa orang di dusunya ini mengetuk hati Agus Kholik. Ia kemudian mengajak mereka untuk bekerja membuat wastafel portabel.

"Ini kan kumpulan teman-teman yang pandemi ini pekerjaanya meliburkan, ya di PHK gitulah. Lalu saya ajak gabung ke sini," ucap Agus Kholik.

Membuat wastafel portable dengan sistem pedal ini lanjunya tidak membutuhkan keahlian khusus. Sehingga bisa dilakukan siapa saja asal ada kemauan.

"Yang membutuhkan skill kan hanya yang mengelas saja, karena ini kan semuanya dilas untuk rangkanya. Kalau yang tidak bida ngelas, ya kita ajari," urainya.

Diceritakannya, awalnya dirinya melihat beberapa orang di dusunya menganggur. Mereka menganggur setelah di rumahkan.

Sebelum dirumahkan, mereka bekerja di persewaan tenda, kerja di tempat sablon kaos hingga reparasi elektronik.

"Mereka mengeluh tidak ada pemasukan, ya udah saya minta di sini saja. Yang di sini ada 15 orang, sebagian besar warga sini, ada yang lain tetangga-tetangga kampung," ungkapnya.

Rata-rata usia mereka di bawah 40 tahun. Sebagian besar juga sudah berkeluarga. Sehingga bisa dikatakan mereka tulang punggung keluarga.

"Di rumah tidak punya pekerjaan apalagi harus menghidupi keluarga, Saya kan juga merasa kasihan. Komunitas ini banyak diterima orang, responnya banyak nah ini mungkin bisa menjadi jalan mereka mencari hidup," bebernya.

Setelah bergabung membuat wastafel portabel ini mereka bisa kembali mendapatkan penghasilan. Bahkan, bisa dikatakan hasilnya justru lebih besar dari pekerjaan sebelumnya.

"Ya sebulan hampir Rp 2 juta, karena kadang ada yang lembur juga. Alhamdulilah, mereka sekarang bisa mendapatkan penghasilan untuk keluarganya,"jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com