Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak PLTA Koto Panjang Dikuasai Riau, Gubernur Sumbar Protes ke Kemendagri

Kompas.com - 01/08/2020, 07:57 WIB
Perdana Putra,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

PADANG, KOMPAS.com - Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno memprotes kebijakan Kementerian Dalam Negeri soal Pajak Air Permukaan (PAP) Waduk PLTA Koto Panjang, Kampar, Riau.

Sebab, semua pendapatan dari pajak tersebut masuk ke Provinsi Riau.

Padahal, sebelumnya PAP dari PT PLN sebesar Rp 3,4 miliar itu dibagi dua untuk Riau dan Sumbar.

Baca juga: Viral, Video Guru Ngaji Meninggal Saat Menyembelih Sapi Kurban

Namun, keluarnya surat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri nomor 973/2164/KEUDA tanggal  5 Mei 2020 tentang Penyelesaian Pajak Air Permukaan PLTA Koto Panjang membuat pajak itu semuanya masuk ke Riau.

"Surat ke Kemendagri sudah kita proses dengan melampirkan semua dokumen pendukung, sehingga PAP tidak hanya Riau yang mendapatkannya, tetapi juga kita Sumbar," kata Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (31/7/2020).

Baca juga: Perampokan Toko Emas oleh 3 Pelajar SMA Diduga Terkait Persaingan Bisnis

Irwan berharap masyarakat Sumbar untuk tetap tenang dan tidak terpancing emosi.

"Percayakan saja kepada kami dan berikan kesempatan kepada kami bersama DPRD mengurusnya ke pemerintah pusat," kata Irwan.

Irwan pun menyesali adanya pernyataan dari DPRD Riau yang menyatakan adanya "pitih sanang" (uang senang) yang diterima Sumbar dari pajak PLTA sebut.

"Istilah tersebut dirasa kurang tepat dan kurang bijak dilontarkan, karena sangat melukai hati rakyat Sumbar," kata Irwan.

Irwan mengaku terus mengikuti dan selalu memonitor dinamika persoalan tersebut.

Sementara itu, Sekretaris Komisi I DPRD Sumbar HM Nurnas sangat menyesalkan pernyataan "uang senang" dari anggota DPRD Riau.

Pernyataan itu dinilai seakan-akan melupakan sejarah pembangunan PLTA Koto Panjang dan melupakan pengorbanan rakyat Sumbar atas tenggelamnya 11 Nagari atau Desa di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar.

Kemudian, melupakan masyarakat Sumbar yang berjuang sampai ke Jepang untuk mendapatkan dana pembangunan waduk tersebut.

“Mungkin teman kita di DPRD Riau lupa bahwa air yang mengalir itu asalnya dari mana," kata Nurnas.

"Ataukah perlu dilakukan seperti dulu, ada rencana warga Kabupaten Lima Puluh Kota mengalihkan aliran air ke tempat lain. Kalau ini dilakukan, tentu PLTA Koto Panjang tidak berfungsi. Padahal akibat waduk Koto Panjang ini, Kabupaten Lima Puluh Kota selalu kebanjiran setiap tahun,” kata Nurnas.

 

Selama ini tidak ada permasalahan soal jatah pembagian pajak antara Pemprov Sumbar dengan Provinsi Riau.

Berapapun hasilnya dari PLN, selalu dibagi dua.

Namun dengan adanya surat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri tersebut, akhirnya memicu polemik dan protes dari warga Sumatera Barat.

"Apalagi ditambah dengan pernyataan anggota DPRD Provinsi Riau yang sangat menyinggung perasaan masyarakat Sumatera Barat dengan istilah pitih sanang," kata Nurnas.

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar Yozarwardi Usama Putra menyebutkan, terdapat daerah tangkapan air (DTA) di Koto Panjang seluas 150.000 hektare yang menampung air hujan, menyimpan serta mengalirkannya ke anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara di Danau Koto Panjang.

Artinya, sumber air Waduk Koto Panjang berasal dari hutan-hutan yang berada di Sumatera Barat.

Yozawardi mengatakan, untuk memastikan hutan tetap terjaga, Pemprov Sumbar melakukan kegiatan pengamanan dan perlindungan hutan pada wilayah tersebut.

Selain itu, melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) sebanyak lebih kurang Rp 2 miliar per tahun dari APBD Provinsi Sumatera Barat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com