Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Padi Adan Kaltara yang Diminati Malaysia Terancam akibat Turunnya Populasi Kerbau Krayan

Kompas.com - 30/07/2020, 12:38 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Jika dibenturkan dengan kebutuhan, misalnya untuk kebutuhan biaya kuliah anak atau ada perkara yang butuh uang cepat, masyarakat rela menjual kerbau mereka.

Hal ini dikhawatirkan memicu pengurangan populasi kerbau Krayan dengan cepat dan menjadi ancaman tersendiri bagi eksistensi padi organik adan.

Upaya Pemda Jaga Populasi Kerbau Krayan

Masniadi mengatakan, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya dalam menjaga populasi kerbau Krayan. 

Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Nunukan mencatat populasi kerbau Krayan saat ini ada 3.000 ekor dari sebelumnya yang masih 4.000 ekor.

Sementara penjualan masih terus terjadi.

Baca juga: Tradisi Menyembelih Kerbau Saat Idul Adha di Kudus, Warisan Wali Songo

Program pemberian anak kerbau untuk dipelihara dari Pemerintah provinsi Kalimantan Utara juga telah dilakukan.

Selain itu pemerintah juga mengupayakan adanya perbaikan genetik karena yang terlihat saat ini kerbau Krayan memiliki postur yang semakin mengecil. 

Hal ini berkaitan dengan proses inbreeding atau kawin dalam satu populasi yang jika dibiarkan, bakal menghilangkan ciri khas kerbau Krayan itu sendiri.

"Sebisa mungkin kita mengembalikan plasma nutfahnya, kita lestarikan ciri khas Krayan, dan kita tahu ini tidak mudah," lanjutnya.

Pemerintah juga mengenalkan rumput unggulan di wilayah Krayan untuk konsumsi serta membuat pos pantau kesehatan ternak. 

Baca juga: Kasus Pemilik Kerbau Menangis Histeris, Identitas Pelaku Diketahui

Menjaga populasi kerbau Krayan dipersulit dengan susahnya pengiriman straw atau sperma ternak untuk kebutuhan kawin suntik. 

Tidak ada pesawat yang mau mengangkut straw karena kandungan nitrogen dalam tabungnya dinilai rawan saat terjadi guncangan.

"Dulu 2018, pesawat Nomad yang mengangkut, kalau pesawat yang biasa ke Krayan tidak berani. Sempat terpikir mendatangkan dari Malaysia melalui jalur darat, tapi masalahnya pasti G2G (government to government) lagi. Ini antar negara, butuh biaya besar pastinya,’’katanya menyayangkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com