Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anjing Bernyanyi Papua Disebut Paling Primitif, Sensitif terhadap Cahaya Bulan Purnama

Kompas.com - 28/07/2020, 11:00 WIB
Dheri Agriesta

Editor

 

Kepala Balai Taman Nasional Lorentz Anis Acha Sokoy mengatakan, belum ada kajian khusus mengenai binatang tersebut. Hal itu disebabkan keterbatasan anggaran Balai Taman Nasional Lorentz.

"Sampai sejauh ini belum diadakan kajian lebih mendetail untuk mengetahui jumlah populasi dan dari jenis ini pun belum pernah dilakukan kajian secara genetik untuk mengklasifikasikan nama spesiesnya itu apa," kata Anis saat dihubungi lewat sambungan telepon.

Berdasarkan strategi pengelolaan satwa dilindungi, anjing bernyanyi Papua belum masuk kategori spesies prioritas di Taman Nasional Lorentz.

"Kami masih terbatas pada tiga spesies, yaitu kangguru pohon, cenderawasih dan kura-kura moncong babi," kata dia.

Tersebar di dua wilayah adat

Berdasarkan hasil dokumentasi Balai Taman Nasional Lorentz dan masyarakat, populasi singing dog menyebar di dua wilayah adat, yakni Megapo dan Lapago.

Baca juga: Cerita Tenaga Medis di Pedalaman Flores, Menunggu di Bawah Pohon untuk Dapat Sinyal

Kedua wilayah adat tersebut berada di dataran tinggi dan sebagian besar masuk di kawasan Taman Nasional Lorentz.

"Kalau yang warna hitam dan dadanya putih itu teman-teman ambil gambarnya di wilayah Kaki Gunung Trikora di sekitar Danau Habema (Kabupaten Jayawijaya), kemudian ada warna coklat itu umumnya ditemukan di dekat Cartenz," kata Anis.

Anis mengatakan, anjing itu dianggap sakral bagi masyarakat yang berada di wilayah Mepago.

"Tepat sekali, dari suku Moni dan beberapa suku pegunungan menganggap ini hewan sakral, tapi dengan perkembangan zaman dan pergeseran budaya yang kadang menjadi ancaman tergadap spesies-spesies yang secara kearifan lokal sebenarnya disakralkan," tutur Anis.

Kesakralan satwa tersebut, menurut dia, juga terbukti dengan tidak mudahnya orang menemui dan mendokumentasikan anjing tersebut.

(Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com