Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Vita, Berhenti Jadi Dosen Berstatus PNS, Pilih Beternak Kambing, Jejaknya Diikuti 30 Milenial

Kompas.com - 26/07/2020, 13:52 WIB
Wijaya Kusuma,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Peternak merupakan profesi yang kerap digeluti para pria.

Kesan kotor dan bau yang melekat membuat peternak belum menjadi salah satu profesi yang dicita-citakan.

Vita Krisnadewi, seorang ibu rumah tangga asal Kabupaten Sleman berani "menjerumuskan" diri ke profesi ini.

Perempuan kelahiran Kabupaten Bantul, 7 Mei 1976 ini menekuni peternakan kambing yang diberi nama Sinatria Farm.

Baca juga: Warga yang Depan Rumahnya Ditembok Tetangga karena Kotoran Ayam Menang di Pengadilan

Lokasi peternakan kambing milik Vita berada di Dero Wetan, Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.

Vita menceritakan awalnya bekerja sebagai dosen di Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur. Saat itu statusnya sebagai Aparatur Negeri Sipil (ASN).

"Anak saya waktu itu sakit dan memang mengharuskan untuk fokus seminggu tiga kali ke (RS) Sardjito. Karena kondisinya seperti itu, saya kan enggak nyaman kalau menerima gaji buta ibaratnya," ujar Vita saat ditemui di Sinatria Farm, Jumat (24/7/2020).

Vita kemudian mengajukan cuti selama dua tahun. Namun, karena harus fokus pada penyembuhan anaknya, pada 2013 Vita memutuskan untuk berhenti dari Universitas Mulawarman.

Baca juga: Sapi Kurban 1,2 Ton Milik Jokowi Diberi Karpet Hitam Seharga Rp 2 Juta agar Tidur Nyenyak

Kemudian tahun 2016, anaknya sembuh dari sakit. Seiring kesembuhan itu, lulusan S1 Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini merasa tidak ada kesibukan.

Kemudian, suaminya memberikan motivasi agar Vita melakukan kegiatan yang berkaitan dengan bidang ilmu yang ditekuninya, yakni peternakan.

"Suami bilang orang peternakan kok enggak ada ternak. Aktualisasi ilmu lah, kayak gitu kan. Ya saya sih mau-mau saja," ucapnya.

Pada tahun 2016, Ibu empat orang anak ini memulai usaha beternak kambing Etawa. Saat itu modal lebih kurang Rp 50 juta.

Di awal usahanya, Vita memanfaatkan kandang shelter di Cangkringan, Sleman. Kambing-kambing milik Vita saat itu dipasrahkan kepada seseorang agar dirawat.

Usahanya beternak tidak semulus yang dibayangkan. Pada tahun 2017, usaha yang ditekuni oleh Vita mengalami kejatuhan.

Mengalami situasi yang tidak diharapkan, Ibu rumah tangga yang tinggal di Candran, Desa Sidoarum, Kecamatan Godean, Sleman ini kemudian melakukan evaluasi.

"Saya mengevalusai diri, oh berarti kalau kita menaruh uang untuk ternak itu enggak bisa, walaupun dia ahlinya ahli sekalipun. Kita enggak bisa kalau kemudian kita enggak memantau langsung, ini menjadi pelajaran bagi saya," ucap dia.

Melihat istrinya gagal, tak membuat M Rozai, suami Vita meminta wanita ini berhenti. Rozai justru menantang Vita untuk kembali merintis usaha peternakan.

"Suami saya tanya, 'terus gitu nyerah?', saya kan belum pernah kehilangan uang sebanyak itu. Ya saya sebetulnya enggak nyerah seandainya dananya ada," urainya.

"Suami saya bilang, 'yang namanya uang itu mengikuti ide. Punya ide apa?'" ujar Vita mengulang perkataan suaminya.

 

Vita kemudian membuat rancangan yang kemudian disampaikan kepada suaminya.

Sesuai passion-nya, Vita ingin mengusung peternakan yang memberdayakan masyarakat, lebih khusus pemberdayaan anak-anak muda.

Vita Krisnadewi saat mengecek kondisi ternak-ternaknya di dalam kandang.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Vita Krisnadewi saat mengecek kondisi ternak-ternaknya di dalam kandang.

Guna merealisasikan ide tersebut, Vita membutuhkan lahan yang luas. Sementara dia tidak memiliki lahan yang bisa digunakan.

Vita kemudian mempunyai ide bekerjasama dengan pemerintah desa. Sebab desa mempunyai lahan yang bisa digunakan.

"Saya presentasi ke beberapa kepala desa dan responsnya bagus. Konsep integrated farming, ada pertanian, ada peternakan yang itu modern, semuanya diintegrasikan dalam satu tempat. Kemudian akan menjadi edu wisata sehingga banyak pemuda yang akan terserap," ucapnya.

Namun, lahan milik desa sudah banyak yang terpakai. Vita pun kembali harus mencari lahan lain. Hingga akhirnya bertemu dengan salah satu perangkat Desa Harjobinangun.

Vita lantas menceritakan konsepnya dan perangkat desa ini tertarik. Vita dipersilakan menggunakan lahan milik saudara perangkat desa itu seluas 4.000 meter yang ada di Dero Wetan, Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.

Pada tahun 2018, akhirnya lulusan S2 Magister Ilmu dan Industri Peternakan UGM ini mulai merealisasikan idenya dengan memilih domba. Ia lantas memberi nama peternakanya Sinatria Farm.

"Kalau dulu kan etawa, yang ini Domba. Ada ekor gemuk, tipis, garut," ucapnya.

Pilihan ternak domba karena pasarnya masih terbuka luas. Permintaan di Yogyakarta juga masih sangat tinggi. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan di Yogyakarta masih harus mendatangkan dari luar kota.

Awalnya, Vita hanya membangun satu kandang yang terbuat dari kayu. Sering berjalanya waktu, di Sinatria Farm saat ini ada tiga kandang. Dua kandang berukuran besar dan berbentuk panggung. Satu kandang berukuran lebih kecil.

Setiap kandang di Sinatria Farm dibangun dengan sistem khusus, yakni memisahkan urin dengan kotoran domba. Sehingga tidak bau, seperti kandang-kandang pada umumnya.

"Prinsipnya yang membuat bau itu kan urin. Nah, kita mengkondisikan urin dengan membuat instalasi," ungkapnya.

Konsepnya, di bawah kandang dipasang jaring untuk menangkap kotoran domba. Jaring tersebut dipasang miring agar kotoran bisa mengelinding ke tampungan yang disediakan.

Di bawah jaring, dipasang fiber yang juga diposisikan miring. Fiber ini khusus untuk menampung urin ternak. Urin kemudian dikumpulkan dalam tempat penampungan.

"Jadi kita menyebutnya kandang dengan sistem terkoleksi, itu istilah kita," ujar dia.

Kotoran domba dan urin yang sudah tertampung memiliki nilai ekonomis karena bisa dimanfaatkan sebagai pupuk.

 

Di Sinatria Farm juga terdapat lahan khusus untuk menanam rumput sehingga ketersediaan pakan untuk ternak bisa selalu terjaga.

"Limbah warga misalnya habis panen kacang atau panen apa, limbahnya dibawa ke sini untuk pakan ternak. Pupuk dari sini lari ke masyarakat. Kalau warga sini kita gratiskan, kalau warga luar kita kenakan cas," ucap Vita.

Salah satu kandang dengan sistem terkoleksi milik Vita Krisnadewi yang ada di Sinatria Farm. Kandang ini mampu memisahkan urin dengan kotoran domba, sehingga tidak bau.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Salah satu kandang dengan sistem terkoleksi milik Vita Krisnadewi yang ada di Sinatria Farm. Kandang ini mampu memisahkan urin dengan kotoran domba, sehingga tidak bau.

Tiga kandang bisa menampung 250 ekor domba. Hanya saja saat ini jumlahnya sudah berkurang karena sudah dikirim ke para pembeli.

Para pembeli domba dari Sinatria Farm tidak hanya dari DIY, tetapi juga dari luar kota, antara lain Bogor, Klaten, Lumajang, Pasuruhan, dan Pati.

"Yang bekerja di sini sekarang ada empat orang. Usianya belum ada 30 tahun. Mereka anak-anak milineal," ucap dia.

Perempuan juga bisa beternak

Beternak bukan lah hal asing bagi Vita Krisnadewi. Sejak kecil, Vita sudah akrab dengan ternak. Sebab kedua orangtuanya dahulu beternak sapi.

Bahkan Vita bisa kuliah dari hasil orangtuanya beternak.

"Dulu saya itu mau kuliah istilahnya nuntun sapi, bapak saya jual sapi. Saya kan aslinya Bantul, Srandakan, dari kecil sudah dekat dengan ternak," bebernya.

Dalam perkuliahan Vita memilih jurusan Fakultas Peternakan UGM. Selesai S1, Vita melanjutkan S2 dengan mengambil Magister Ilmu dan Industri Peternakan UGM.

Latar belakang keluarga dan akademik itulah yang membuat Vita memutuskan untuk mengeluti dunia peternakan dengan mendirikan Sinatria Farm.

Diakuinya memang sampai saat ini masih ada yang tidak percaya bahwa ada perempuan yang menekuni profesi sebagai peternak.

Bahkan, saat ada orang yang menghubungi untuk membeli ternak atau akan berkunjung, mengira yang mengelola ke Sinatria Farm adalah seorang pria.

 

"Sampai hari ini ada orang kalau japri ke saya manggilnya Ppak karena kan aneh ya peternak kok perempuan. Selama ini kan bapak-bapak. Ya, faktanya ternyata memang bisa perempuan menekuni peternakan," ucap Vita.

Berdayakan masyarakat

Vita mendirikan Sinatria Farm untuk memberdayakan masyarakat, terutama generasi millennial.

Orang yang bekerja di Sinatria Farm saat ini pun masih berusia muda. Mereka berasal dari beberapa daerah.

Melalui Sinatria Farm, Vita ingin mengajak para generasi milenial tidak malu menjadi peternak. Ini agar ada regenerasi dalam bidang peternakan. Sebab, para peternak saat ini rata-rata usianya sudah tua.

Diceritakanya, pada saat kemarau panjang tahun 2019, peternak yang rata-rata usainya sudah tua datang ke Sinatria Farm.

Mereka ingin menjual semua ternak yang dimiliki karena sudah tua dan tidak sanggup lagi mencari rumput.

"'Bu saya punya 14 ekor di rumah, silakan dihargai berapa terserah'. Coba kalau sudah begitu bagaimana. Nanti yang akan melanjutkan usaha pembibitan itu siapa? Ini yang menjadi salah satu motivasi saya mendirikan ini (Sinatria Farm)," ucap dia.

Jika tidak ada yang ingin jadi peternak, bisa-bisa daging domba atau sejenisnya harus impor.

"Saya mau mengajak orang banyak ayo kita beternak. Kalau saya tidak mendorong generasi muda sementara yang sepuh-sepuh (tua-tua) mau pensiun, masak kita besok mau impor domba, kan malu," ucap Vita

Generasi milenial belajar beternak di Sinatria Farm

Belajar dari pengalaman, Vita mengakui menjadi peternak memang lah tidak mudah. Faktanya Vita pernah kehilangan puluhan juta karena gagal dalam beternak.

"Saya menyemangati orang, tidak mengajari mereka. Hobi saya kan ngomong, bertemu banyak orang itu saya senang. Sudah orang mau datang ke sini silakan, mau belajar monggo," ujarnya.

Ibu empat orang anak ini kemudian membuka kelas untuk siapapun yang ingin belajar beternak. Kelas ini digelar setiap Selasa, Rabu, dan Kamis.

Pesertanya tidak hanya tidak hanya dari DIY, tetapi juga dari luar daerah bahkan luar negeri.

"Pesertanya masyarakat umum dari Sabang sampai Merauke. Dari Aceh ada, Papua ada, dari Malaysia juga ada, Singapura, dan Turki," ucap dia.

Di dalam setiap pertemuan kelas ini mengusung tema yang berbeda-beda. Konsep pertemuan juga tidak formal.

"Mereka kan banyak bertanya, itu yang membuat saya bahagia. Bagi saya, saya tambah pintar dengan pertanyaan-pertanyaan mereka," ungkapnya

Vita juga membuka kesempatan jika ada yang ingin belajar intensif di Sinatria Farm agar bisa berpraktik langsung cara beternak.

Mulai dari mencari pakan, memberi makan, sampai membersihkan kotoran.

Sebab, banyak yang setelah menonton YouTube Sinatria Farm lantas bersemangat menjadi peternak.

Namun, setelah praktik langsung di Sinatria Farm selama sepekan, sudah merasa capek menjadi peternak.

 

"Artinya dari pada nanti dia menyesal setelah punya ternak sendiri, mending di sini saja mereka menyesal, 'oh berarti bukan passion, jangan dipaksakan (menjadi peternak)'," kata Vita.

Sudah ada puluhan generasi milenial yang setelah belajar di Sinatria Farm kemudian mendirikan peternakan. Mereka tersebar di beberapa daerah di Indonesia.

"Kalau kandang seperti ini sudah direplikasi 30 orang, yang di Bogor itu ada dua, yang lainya tersebar di kota-kota lain," ungkapnya.

30 orang tersebut baru selesai belajar di Sinatria Farm pada bulan Januari 2020. Saat ini mereka sudah memulai usaha dan mempunyai kandang ternak sendiri.

"Mereka generasi milenila, usianya belum ada yang sampai 35 tahun. Kita kan juga bikin komunitas, jadi kalau mereka ada kendala apa bisa cerita," ujarnya.

Vita juga meminta mereka untuk membuat YouTube agar hasil risert mereka bisa dipublikasikan dan berguna untuk orang lain yang ingin belajar beternak.

"Mereka saya motivasi, 'ayo bikin YouTube'. Mereka juga eksis sendiri dengan hasil riset-riset mereka. Pokoknya sebarkan semangat terus," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com