Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemuda Muhammadiyah: Presiden Jokowi Harus Evaluasi Nadiem

Kompas.com - 25/07/2020, 07:00 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Sunanto meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim

Hal itu terkait sejumlah kejanggalan program organisasi penggerak pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memicu mundurnya dua organisasi besar Islam, Muhammadiyah dan NU.

Menurut pria yang akrab disapa Cak Nanto itu, jika Nadiem belum bisa memperbaiki diri, maka ia layak diganti.

"Presiden Jokowi harus segera melakukan evaluasi ke Nadiem, kalau setelah dievaluasi masih tetap tidak produktif dan ahistoris mending diganti saja," usul Cak Nanto kepada Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Jumat (24/7/2020) malam. 

Baca juga: Muhammadiyah, NU, PGRI Mundur, Kemendikbud Diminta Tunda Program Organisasi Penggerak

Menurutnya, evaluasi terhadap Mendikbud sangat penting demi mewujudkan perubahan yang fundamental dan seusai dengan kultur Indonesia yang sudah lama terbangun.

Cak Nanto mengatakan, mundurnya Muhammadiyah dan NU sebagai penerima program organisasi penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus menjadi kritik, dan Kemendikbud seharusnya melakukan kajian ideal bagaimana membangun pendidikan.

Sebab, kata Cak Nanto, sejak awal, POP sebagai program unggulan Kemendikbud menimbulkan kesimpangsiuran. 

Selain itu, lanjut dia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim harus memahami karakter budaya pendidikan di masyarakat. Nadiem tidak bisa memaksakan kehendaknya.

"Dalam konteks POP Kemendikbud, harusnya dikaji lebih matang. Apalagi info yang saya terima belum ada payung hukum yang jelas. Jangan melakukan sesuatu yang justru menimbulkan masalah bagi organisasi sipil yang telah berkhidmat untuk bangsa Indonesia,"  

Cak Nanto menilai, program tersebut jika dilihat timeline, jargon dan turunannya, belum konkret dan butuh masukan publik.

Harus paham sejarah

Seharusnya, kata Cak Nanto, Nadiem paham bahwa Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari dua organisasi besar yang telah menjadi bagian dari pendirian bangsa.

"Pengabdiannya sudah teruji. Upaya kreatif mungkin bagus tapi tidak boleh menabrak aturan dan sejarah," tegas Nanto.

Cak Nanto mengatakan, Nadiem pernah berkata bahwa yang ia ketahui adalah masa depan. Ia menilai, ungkapan ini merupakan pernyataan yang ahistoris.

"Bagaimana mungkin masa depan tanpa masa lalu? Memahamai masa depan harus diingat ada masa lalu dan hari ini. Nadiem perlu belajar sejarah," katanya.

Sebelumnya, organisasi besar dalam dunia pendidikan seperti Lembaga Pendidikan Ma'arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah serta PGRI memutuskan mundur dari program organisasi penggerak Kemdikbud.

Baca juga: Komisi X Akan Panggil Nadiem, Tanya soal Sampoerna dan Tanoto Foundation Jadi Organisasi Penggerak

Muhammadiyah dan NU menilai kriteria organisasi masyarakat yang lolos seleksi tidak jelas. Selain itu, kedua ormas Islam besar di Indonesia itu sudah lama berkiprah dalam mendidik bangsa.

Apalagi Muhammadiyah yang memiliki sekitar 300.000 satuan pendidikan merasa tidak patut diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang baru terbentuk beberapa tahun terakhir ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com