Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Baru Bandung Dulu dan Kini, Sebuah Potret Keberagaman dan Perekonomian

Kompas.com - 21/07/2020, 06:55 WIB
Reni Susanti,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

 

Pada 1906 baru didirikan pasar semi permanen. Bangunan ini kemudian dikembangkan pada 1926 dengan dibangunnya kompleks pasar permanen yang lebih luas dan teratur.

Bangunan ini memiliki dua atap limas yang sangat unik karena memakai bahan lembaran karet semacam ebonit yang dipasang secara diagonal dan hanya digunakan untuk menara pasar.

“Sayangnya ciri khas menara dan bahan atap itu sudah tidak bisa lagi ditemukan di Bandung akibat peremajaan pasar tahun 1970an,” ungkap dia.

Ridwan mengungkapkan, Pasar Baru sempat menjadi kebanggaan warga, karena meraih predikat pasar terbersih dan paling teratur se-Hindia Belanda pada 1935.

Setelah tahun 1970, perombakan kembali dilakukan tahun 2001 hingga 2003 menjadi bangunan modern 11 lantai dan menghabiskan dana Rp 150 miliar.

Beragam Etnis

Orang yang tinggal di kawasan Pasar Baru terdiri dari beragam suku dan etnis. Ada saudagar berasal dari Sunda, Jawa, Palembang, bahkan India dan Arab.

Ridwan menyebut, pada umumnya, masyarakat menyebut para saudagar Pasar Baru ini dengan sebutan “Orang Pasar”.

Salah satu kelompok keluarga besar para saudagar ini mengaku keturunan dari istri ke-4 Pangeran Diponegoro yang dibuktikan dengan pohon silsilah yang masih disimpan salah satu keluarga.

Baca juga: Cerita Tan Jin Sing, Bupati Yogyakarta Keturunan Tionghoa: Intrik Keraton hingga Perang Diponegoro

Peristiwa Perang Dipenegoro (1825-1830) juga menyisakan cerita lain. Konon akibat peperangan itu, banyak orang Tionghoa berpindah ke berbagai tempat, di antaranya ke Bandung.

Konon pula, Daendels-lah yang memaksa mereka datang ke Bandung melalui Cirebon sebagai tukang perkayuan dan untuk menghidupkan perekonomian di pusat kota.

Daerah hunian para pendatang baru ini berada di Kampung Suniaraja. Lokasi pemukiman Tionghoa pertama ini kemudian disebut Pecinan Lama.

Di sekitar Pasar Baru ini pun masih terlihat sisa bangunan lama yang menjadi perkembangan Pasar Baru, seperti Babah Kuya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com