Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Baru Bandung Dulu dan Kini, Sebuah Potret Keberagaman dan Perekonomian

Kompas.com - 21/07/2020, 06:55 WIB
Reni Susanti,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Munada adalah seorang China-Islam dari Kudus yang tinggal di Cianjur.

Setelah pindah ke Bandung, Munada mendapatkan kepercayaan dari Asisten Residen Priangan, Carl Wilhelm August Nagel, untuk pengadaan alat transportasi kereta angkutan.

Namun ternyata, Munada berperangai buruk dan menyelewengkan uang kepercayaan dari Nagel untuk berfoya-foya, mabuk, dan main perempuan.

Hingga akhirnya dia dipenjarakan dan disiksa oleh Nagel.

Akibatnya Munada mendendam dan dengan bantuan beberapa orang lainnya membakar Pasar Ciguriang.

Saat kerusuhan terjadi, Munada menyerang Nagel dengan golok hingga terluka parah dan meninggal keesokan harinya.

Baca juga: Kisah Jalan Raya Jambi, Penghubung Kota Dagang Sumatera di Zaman Belanda

Cikal bakal Pasar Baru bandung

Kerusuhan dan kebakaran yang terjadi di Pasar Ciguriang (sekitar Jalan Kepatihan) tahun 1842 tersebut merupakan cikal bakal berdirinya Pasar Baru Bandung.

“Pasar Baru merupakan pasar tertua yang masih berdiri. Pasar ini merupakan lokasi pengganti Pasar Ciguriang yang terbakar,” ujar pemerhati sejarah Bandung dari Komunitas Aleut, Ridwan Hutagalung saat dihubungi, Minggu (19/7/2020).

Sejak terbakarnya Pasar Ciguriang, Bandung tidak memiliki pasar. Baru tahun 1884, untuk menampung para pedagang yang tercerai-berai serta aktivitas pasar yang tidak teratur, dibuka lokasi penampungan di kawasan Pecinan.

“Kawasan inilah yang kemudian hari dikenal sebagai kawasan Pasar Baru,” tutur dia.

Sebenarnya, saat itu sudah ada beberapa usaha perdagangan yang tersebar di sekitar Pasar Baru. Sebagian dari generasi penerus pertokoan ini masih melanjutkan usaha dagang kakek-buyutnya sampai sekarang.

Beberapa nama pengusaha terkenal dari masa lalu, sekarang terabadikan menjadi nama-nama jalan di sekitaran Pasar Baru. Seperti H Basar, Ence Ajis, H Durasid, H Pahruroji, dan Soeniaradja.

Baca juga: Telusuri Sejarah Banten, Pemprov Kirim Utusan ke Belanda

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com