Setelah 30 menit mengajar, pembelajaran IPA kelas V disudahi dengan pekerjaan rumah yang diberikan ke para murid.
"Anak-anak tetap jaga kesehatan ya... pakai masker kalau belajar bersama teman, cuci tangan jangan lupa agar terhindar dari virus korona. Terima kasih..." tutup Kusnaini mengakhiri siaran.
Tidak lantas selesai begitu saja usai bersiaran, Kusnaini mendekati operator untuk mengecek rekaman siaran langsung materi pelajaran yang diberikan.
"Saya cek lagi, soalnya disiarkan ulang nanti sore. Jadi yang tidak sempat mendengarkan bisa mengulang sore harinya," tambah Kusnaini.
Baca juga: Dalam Bayang-bayang Fobia Corona, Kisah Perjuangan Edelweis Melahirkan Sesar
Usai Kusnaini mengajar, hanya selang sekitar dua menit saja satu guru langsung menggantikan.
Saat itu Uchi, guru kelas 6 yang akan memberikan materi pelajarannya kepada para murid.
Kompas.com menemui sang penemu ide mengajar lewat radio komunitas.
Dia adalah Kepala Sekolah SD Negeri 01 Tegalontar, Yoso. Saat ditemui Yoso tampak serius sedang memperhatikan guru mengajar.
Sambil sesekali melihat ruang siaran, Yoso awalnya ingin sekolahnya melakukan pembelajaran daring.
Namun dari 289 murid, hanya 144 yang merespons, sisanya tidak bisa belajar secara daring karena berbagai kondisi.
"Ada yang punya handphone, tidak punya kuota. Ada yang yang punya handphone tidak ada aplikasinya. Ada juga orang tuanya tidak mampu. Pokoknya macam-macam," kata Yoso.
Baca juga: Cerita Sekda Grobogan Sembuh dari Corona: Rajin Ibadah, Olahraga, dan Hibur Diri
Dari berbagai macam alasan, Yoso berfikir keras untuk bisa melakukan pembelajaran yang murah dan bisa diterima seluruh murid.
Akhirnya dia bertemu dengan Narto, yang juga pengurus radio komunitas yang berjarak satu kilometer dari gedung sekolah.
"Mas Narto baik, kami bersiaran ini masih gratis bisa didengarkan di beberapa kecamatan juga," tambahnya.