Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lusia Peilouw
Direktur LSM INAATA Mutiara Maluku

Direktur LSM INAATA Mutiara Maluku | Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Maluku | Sejak 1999 aktif sebagai pegiat sosial melalui LSM lokal di Maluku, fokus pada isu-isu HAM dan pembangunan sosial khususnya bagi perempuan dan anak | Tergabung dalam Indonesia Social Justice Network (ISJN), sejak 2015 menjabat sebagai salah satu Wakil Ketua Presidium Nasional


Dalam Bayang-bayang Fobia Corona, Kisah Perjuangan Edelweis Melahirkan Sesar

Kompas.com - 20/07/2020, 14:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Maka, stigma miring “positif corona” pun langsung menghujamnya tanpa ampun, seolah dia sedang menghamburkan aib ke muka bumi. Padahal, itu hanya hasil rapid test yang tak bisa digunakan untuk menjustifikasi status seseorang karena keterbatasan akurasi alat ini. 

Tidak hanya di dunia nyata, dalam sekejap tangan-tangan netizen menggunjingkan Edelweis di jagad maya. Berbesar hati Edelweis menerima semuanya.

Perjuangan seorang perempuan antara mati dan hidup yang semesti didukung dengan empati, justru menjadi semakin berat oleh karena beban penghakiman dari publik. Entah si corona yang jahat, atau manusia yang terlalu bejat secara sosial dan antikemanusiaan.

Menurut Kompas.com, rapid test merupakan teknik pengetesan keberadaan antibodi terhadap serangan kuman di dalam tubuh.

Hasil rapid test tak boleh dan tak bisa digunakan secara mandiri untuk mengonfirmasi keberadaan atau ketiadaan infeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di dalam tubuh.

Untuk mengonfirmasi keberadaan virus corona secara akurat dalam tubuh seseorang harus dilakukan swab test dengan meteode PCR (polymerase chain reaction). Baca selanjutnya di https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/03/080300423/setelah-rapid-test-tes-pcr-diperlukan-untuk-pastikan-virus-corona.

Hasil tes dari rapid test adalah reaktif (ada reaksi terhadap keberadaan antibodi) atau non-reaktif (tidak ada reaksi terhadap keberadaan antibodi).

Masih menurut Kompas.com, jika Anda sempat membaca hasil rapid test adalah positif atau negatif, harus dimaknai sebagai positif atau negatif terhadap keberadaan antibodi dalam tubuh, bukan positif atau negatif terhadap keberadaan virus corona penyebab Covid-19.

Apa yang kurang?

Ini pertanyaan menarik dan menyentak dari perjuangan seorang Edelweis mendapatkan layanan rumah sakit.

Apalagi Edelweis bukan yang pertama. Sebelumnya, di bulan Mei, terpublikasi setidaknya empat kasus penolakan pasien, satu di antaranya yang mengakibatkan meninggalnya bocah malang bernama Rafadan.

Menjawab pertanyaan di atas, menurut saya, kita punya dua kekurangan. Pertama, belum terbangun kanal koordinasi lintas rumah sakit.

Andai Dinas Kesehatan Provinsi Maluku bisa membuat sistim data terpusat lintas rumah sakit, peristiwa pingpong – mempingpong orang sakit dan perempuan melahirkan tidak perlu terjadi.

Kedua, sense of emergency atau sense of crisis belum terinternalisasi dalam manajemen rumah sakit. Kepekaan pada situasi kritis apalagi perempuan dan anak sangat memprihatinkan dan membahayakan jiwa. Jangan sekadar menjawab: kami tidak bisa terima, silahkan ke sana dan ke situ.

Sebagai institusi kemanusiaan, rumah sakit tidak boleh sekadar menjalankan kerjanya sebagai business as usual. Toh, di masa pandemi ini, kalau ada alternatif lain, saya yakin orang tidak ingin minta layanan ke rumah sakit.

Tolonglah berbenah. Jangan terus terjebak di bayang-bayang fobia corona hingga hilang sisi humanismu. Mohon, jangan ada lagi kasus penolakan berikutnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com