Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lusia Peilouw
Direktur LSM INAATA Mutiara Maluku

Direktur LSM INAATA Mutiara Maluku | Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Maluku | Sejak 1999 aktif sebagai pegiat sosial melalui LSM lokal di Maluku, fokus pada isu-isu HAM dan pembangunan sosial khususnya bagi perempuan dan anak | Tergabung dalam Indonesia Social Justice Network (ISJN), sejak 2015 menjabat sebagai salah satu Wakil Ketua Presidium Nasional


Dalam Bayang-bayang Fobia Corona, Kisah Perjuangan Edelweis Melahirkan Sesar

Kompas.com - 20/07/2020, 14:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan kesal Edelweis mengulurkan tangannya kepada petugas untuk mengambil sampel darah. Apapun terpaksa dituruti asalkan mendapatkan layanan dan segera bisa melahirkan bayinya yang sesungguhnya harus dilakukan pada tanggal 12 Mei.

“Beta punya masalah kesehatan, jadi tidak bisa melahirkan secara normal, makanya biar sakit hati tapi beta jalani semua saja,” tuturnya.

Sampel darahnya yang telah diambil, diperiksa sebanyak dua kali. Hasil pemeriksaan pertama tidak terbaca dengan jelas alias samar-samar, maka dilakukan pemeriksaaan kedua, yang menurut mereka hasilnya reaktif.

Berdasarkan hasil itu, petugas mengarahkannya untuk kembali ke RS kedua karena hanya di situ pasien yang hasil rapid test-nya reaktif bisa mengakses layanan.

Merasa akan lelah dengan semua proses panjang yang telah dilalui karena rapid test, Edelweis berinisiatif untuk melakukan swab test. Petugas RS menyarankan untuk ke Puskesmas dekat rumahnya.

Menurut mereka, di Puskesmas yang sempat ditutup juga selama 14 hari beberapa waktu lalu itu memiliki fasilitas untuk swab test. Lagi-lagi menuruti saja apa kata petugas RS. Ternyata, Puskesmas tersebut tidak memiliki fasilitas itu sama sekali.

Pulanglah dia dengan kecewa bercampur marah di dada, sementara seluruh badan terutama di rahimnya didera rasa sakit yang tak terkatakan. Edelweis tidak diam.

Dia langsung menelepon dokternya, meminta kepastian dan sekali lagi memelas minta bantuan dan ketegasan dokter untuk memfasilitasinya ke RS. Riwayat panjang diping-pong sana-sini sejak dua hari kemarin itu ditutur dengan perasaan bercampur-aduk.

Pada situasi itu, barulah dokter bertindak cepat dan (mungkin lebih tegas) meminta fasilitas RS kedua.

Edelweis lalu menuju RS kedua dan dilayani dengan prosedur pasien suspek Covid-19 sejak masuk, yakni melalui pintu yang diperuntukan bagi mereka yang terkonfirmasi positif.

Menurutnya, sangat tidak nyaman melewati jalur itu. Namun tidak ada pilihan, bayinya harus lahir sesegera mungkin, maka dengan ikhlas ia jalani semuanya.

Tak lama, pukul 10.00 malam di hari itu juga bedah sesar dilakukan. Edelweis melahirkan seorang putri cantik.

Besoknya, 19 Juni 2020, Edelweis menjalani tes PCR. Tiga hari kemudian, 21 Juni, bayinya boleh pulang bersama ayak dan nenek yang setia menemani di sepanjang perjuangan panjang mereka.

Sedangkan Edelweis harus menunggu sampai hasil PCR-nya keluar. Syukur alhamdulillah, 24 Juni hasil PCR keluar dan Edelweis dinyatakan negatif Covid-19.

Beban stigma di tengah perjuangan

Panjang yah, ceritanya. Membaca dan mengikuti alurnya mungkin melelahkan. Kiranya Anda pun bisa merasakan bagaimana lebih lelah dan menderitanya Edelweis melewati perjuangan yang panjang itu.

Perempuan hamil tua menunggu melahirkan harus bolak-balik dari rumahnya ke rumah sakit yang satu ke yang lain, ke dokter, ke RS lagi, ke Puskesmas. Bertemu petugas dengan berbaai alasan penolakan, menguras energi untuk memberi penjelasan, berargumentasi, memelas, memberi tangan ditusuk berkali-kali, memohon ini itu.

Naik turun mobil angkutan umum dan ojek, tidak dengan tangan kosong tapi sekalian menenteng perlengkapan opname untuk diri sendiri maupun bayinya, di tengah cuaca hujan angin musim ini. Perjuangan yang tidak main-main.

Belum lagi, ketika keluar hasil rapid test dari RS pertama yang menyatakan reaktif, entah bagaimana ceritanya kabar hasil tes itu tersiar luas di kompleks tempat tinggalnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com