Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya Tembus Pedalaman Krayan Kaltara, Logistik KPU Diangkut dengan Kerbau dan Diserbu Ribuan Lintah

Kompas.com - 18/07/2020, 19:14 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Khairina

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.comHutan Krayan, sebuah wilayah di pedalaman Nunukan Kalimantan Utara yang merupakan perbatasan RI – Malaysia menyimpan sejuta pesona.

Keindahan alami dan oksigen murni dengan dihuni ragam hayati khas hutan Kalimantan masih demikian asri dan lestari.

Namun, di balik keindahan tersebut, tersimpan sesuatu yang menakutkan, apalagi bagi yang baru menginjakkan kaki di daerah ini.

Ribuan lintah merambat memenuhi dedaunan muda. Keberadaannya yang demikian banyak menjadi salah satu kendala dalam pengiriman logistik ke Desa Wa’Yagung.

Desa Wa'yagung salah satu desa terisolir yang konon merupakan lokasi pengungsian penduduk setempat saat ada wabah penyakit Lepra menjangkiti wilayah pedalaman tersebut sekitar tahun 1972.

Baca juga: Serunya Offroad Membelah Hutan dan Desa Terpencil di Kampar

Untuk mencapai daerah ini, kita harus menyewa ojek dengan motor biasa yang dimodifikasi layaknya motor trail.

Anggaran yang harus dikeluarkan juga cukup menguras kantong, sekitar Rp.800.000 sampai Desa Bungayan, desa yang terdekat dari Wa’Yagung.

Jarak Wa’Yagung dari desa ini masih 8 jam perjalanan yang hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.

Kondisi jalanan berlumpur bak kubangan memang menjadi tempat kesenangan kerbau, sehingga jalanan ke Wa’Yagung disebut jalan Kerbau.

"Dan kami mengirim logistik ke Wa’Yagung menyewa kerbau, harganya sekitar Rp.2 juta, kerbaulah yang menyeret logistik kita di gerobak tanpa roda," tutur Komisioner KPU Nunukan Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM, M.Rusli Khairuddin , Sabtu (18/7/2020).

Untuk menelusuri jalanan kerbau, masyarakat setempat berperan sebagai penunjuk jalan.

Mereka berada di depan rombongan, berperan layaknya tameng pelindung untuk yang di belakang.

Mereka menyibak pohon pohon layaknya semak belukar, lintah lintah sebesar ibu jari orang dewasa menempel dan menggembung di badan penduduk tersebut.

Tak ada rasa geli atau sakit yang dirasakan penduduk sekitar, kebiasaan dan tantangan hutan tersebut bukan hal aneh bagi mereka.

‘’Jadi kalau berhenti istirahat, mereka mencabut lintah yang memenuhi badan mereka, lintahnya jadi gemuk gemuk karena sedot darah. Mereka bilangnya malah jadi terapi alami untuk kesehatan,’’kata Rusli menuturkan obrolannya dengan penduduk Wa’Yagung.

Waktu istirahat bagi petugas pengirim logistik dan masyarakat tergantung dari kerbau.

Ketika kerbau menemukan kubangan dengan air yang cukup banyak, kerbau pasti berhenti, berendam dalam lumpur sekaligus makan tanaman muda di sekitarnya.

‘’Jadi kalau dari Desa Bungayan kita berangkat pukul 08.00 Wita, sampai Wa’Yagung itu pukul 18.00 Wita. Jalanan lumpur dan memang hanya bisa pakai tenaga kerbau untuk mengangkut barang kita,"lanjut Rusli.

Baca juga: Rasakan Langsung Masalah Warga, Bupati Luwu Utara Bermalam di Desa Terpencil

Gambaran ini menjadikan KPU Nunukan nelangsa, butuh waktu dan tenaga ekstra untuk menempuh Wa’Yagung sementara anggaran yang dimiliki untuk biaya transportasi sama dengan daerah lain.

Rusli mengatakan, butuh perhatian serius dari semua yang memiliki kebijakan, desa dengan jumlah DPT sekitar 128 orang menurut data 2019 ini masih demikian tradisional, namun demikian demi hak pilih, maka tantangan tersebut menjadi tugas yang diembankan di pundak KPU.

"Kami tidak punya pilihan. Wa’Yagung dengan segala kondisinya memang tantangan berat, tapi mereka memiliki hak suara yang sama dan dijamin konstitusi negara ini."katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com