Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Luwu Utara Sudah Diprediksi sejak 2019, Akademisi: Banyak Alih Fungsi Lahan di Sana

Kompas.com - 18/07/2020, 06:16 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Potensi bencana alam di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, telah diprediksi melalui kajian akademisi Universitas Hasanuddin sejak 2019.

Pegiat mengatakan, keadaan ini diperparah oleh praktik penebangan hutan dan perluasan lahan-lahan perkebunan sawit.

Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, menampik tudingan pemerhati lingkungan soal pembabatan hutan, perluasan kawasan pertambangan, dan pembukaan lahan baru di hulu sungai.

Baca juga: Rela Jual Mobil untuk Warga Luwu Utara, Evi Masamba: Apalah Arti Sebuah Mobil

Indah menegaskan bahwa yang terjadi di Luwu Utara adalah murni bencana.

Untuk melancarkan upaya penanganan korban bencana, Indah menetapkan status tanggap darurat selama 30 hari, terhitung dari 14 Juli hingga 12 Agustus 2020.

Hingga Kamis (16/7/2020), Tim Reaksi Cepat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sebanyak 15 orang masih dalam pencarian, sedangkan korban meninggal berjumlah 30 orang.

Baca juga: Berikut Analisis Lapan soal Banjir di Luwu Utara

Sehari sebelumnya, Rabu (15/7/2020), sebanyak 539 personel gabungan SAR mencari dan mengevakuasi warga yang hanyut akibat derasnya banjir.

Kejadian ini mengakibatkan puluhan orang dirawat di sejumlah rumah sakit dan puskesmas.

Sebanyak 3.627 KK atau 14.483 jiwa mengungsi di tiga kecamatan. Mereka tersebar di pengungsian di Kecamatan Sabbang, Baebunta, dan Massamba.

Banjir bandang yang terjadi pada Senin (13/7/2020) berdampak di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke, dan Malangke Barat.

Baca juga: 2 Faktor Meteorologis Penyebab Banjir Bandang Masamba Luwu Utara

Alam dan ulah manusia

Hingga Kamis (16/07), Tim Reaksi Cepat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Luwu Utara melaporkan sebanyak 15 orang masih dalam pencarian, sedangkan korban meninggal berjumlah 30 orang.Darul Amri Hingga Kamis (16/07), Tim Reaksi Cepat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Luwu Utara melaporkan sebanyak 15 orang masih dalam pencarian, sedangkan korban meninggal berjumlah 30 orang.
Hasil analisis sementara Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat dua faktor penyebab banjir bandang Luwu Utara, yakni alam dan manusia.

Curah hujan dengan intensitas tinggi di daerah aliran sungai (DAS) Balease menjadi salah satu pemicu banjir bandang tersebut.

Termonitor curah hujan lebih dari 100 mm per hari serta kemiringan lereng di bagian hulu DAS Balease sangat curam. Desa Balebo yang dilewati DAS ini berada pada kemiringan lebih dari 45%.

Baca juga: Rumah Jabatan Terendam Lumpur 2 Meter, Bupati Luwu Utara Mengungsi Bersama Warga

Selain cuaca, KLHK mencatat kondisi tanah berkontribusi terhadap terjadinya luncuran material air dan lumpur.

Jenis tanah distropepts atau inceptisols memiliki karakteristik tanah dan batuan di lereng yang curam mudah longsor, yang selanjutnya membentuk bending alami atau tidak stabil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com