Menonton video ini (coba nanti bro liat lagi berulang-ulang) sama seperti menyaksikan anak-anak rusa di Afrika yang tengah berusaha sekuat tenaga menyeberangi sungai, menghindar dari kejaran Citah atau Singa, yang kerap ditayangkan di Discovery Channel atau National Geographic.
Setelah menunggu debit air berkurang, hampir 3 jam, mereka memasang kuda-kuda kaki dengan kuat, menghujam ke bebatuan agar tubuh lemah mereka tak terbawa derasnya arus. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat bangga, sekaligus sedih.
Bangga karena di tengah keterbatasan, anak-anak ini tetap semangat menggapai mimpi, menantang maut sekalipun. Sedih karena ini terjadi di sebuah negara kesatuan, yang mestinya persentuhan negara dengan setiap warga negara itu sama.
Bro Nadiem, menonton video ini, saya bayangkan anak-anak seusia mereka diberbagai tempat di tanah air, terutama di kota-kota besar, ada yang bahkan diantar dan dijemput dengan Bus Sekolah. Dengan pakaian yang rapi berangkat ke sekolah yang lengkap dengan segala fasilitas.
Sementara ada juga banyak anak-anak bangsa, terutama di kawasan timur yang bahkan sepatu pun tak punya. Meski dalam konstitusi jelas menyatakan penyelenggaraan pendidikan adalah tanggungjawab Negara.
Sesuai dengan pasal 31 UUD NRI 1945 yang diperkuat dengan UU Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat dan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib menanggungnya.
Mengikuti pendidikan dalam pasal ini artinya Negara juga harus turut memastikan mereka bisa tiba dan pulang dari sekolah dengan baik, aman dan selamat. Bukankah begitu bro Nadiem? Itu pula mengapa surat ini saya tujukan pada bro, menteri usia Milenial, yang bisa jadi akan lebih memahami dan responsif dengan surat ini.
Baca juga: Siswi Itu Setiap Hari Berjalan Kaki Menyusuri Pantai Sejauh 3 Km Sebelum Menyeberangi Sungai
Bro Nadiem, ini tentu adalah realitas yang perlu segera diurai. Jika terus dibiarkan, bukan saja kita sedang mempertaruhkan masa depan generasi bangsa, tapi juga integrasi nasional, karena kekecewaan anak bangsa bisa berujung pada disintegrasi sosial dan politik.
Bagaimana kita bisa harapkan generasi muda dari Indonesia timur dapat bersaing secara sehat dan setara dengan anak-anak di kawasan barat terutama di Pulau Jawa, jika mereka tidak sedang di garis start yang sama. Disparitas atau ketimpangan akan terus terpelihara.
Bro Nadiem, jika begini kondisinya, apa bedanya dengan zaman kolonialisme Belanda? Kalau terus begini untuk apa proklamasi kemerdekaan? Kalau terus begini ini untuk apa jadi negara kesatuan?
Semoga dengan surat dan video ini mampu menggugah hati dan menjadi perspektif tersendiri, menerbitkan paradigma baru yang dapat melahirkan perlakuan yang sama, adil dan setara bagi setiap anak bangsa.
Sekali lagi, saya sampaikan keluh-kesah ini kepada bro, karena terkait nasib anak-anak sekolah. Menjadi masukan buat bro, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk turut berkoordinasi dengan kementrian dan lembaga terkait, memastikan setiap anak di bumi pertiwi bisa bersekolah dengan aman dan nyaman.
Jangan biarkan makin banyak generasi muda, khususnya di kawasan timur Indonesia yang tumbuh besar di atas kekecewaan yang dalam terhadap Negara ini. Kekecewaan karena diperlakukan tidak adil, atau sama dengan ada dalam cengkraman New Kolonialisme.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.