Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga 4 Desa di Kaki Gunung Layung Kutai Barat Tolak Tambang Batu Bara

Kompas.com - 13/07/2020, 18:26 WIB
Zakarias Demon Daton,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Warga empat desa di kaki Gunung Layung, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim menolak hadirnya pertambangan batu bara di lokasi tersebut.

Mereka menilai kehadiran tambang batu bara tersebut bakal mengancam sumber air dan hutan di Gunung Layung serta enam desa yang ada di sekitar kawasan tersebut.

“Gunung Layung itu sumber mata air bagi warga sekitar. Jika perusahaan dibiarkan masuk bakal hancur semua hutan kami,” ungkap Koordinator Forum Sempekat Petani Desa Geleo Asa dan Geleo Baru, Martidin (60), saat memberi keterangan pers di Samarinda, Senin (13/7/2020).

Baca juga: Polisi Bongkar Tambang Pasir Ilegal di Gunungkidul

Selain ancaman bagi sumber air, hutan adat di Gunung Layung, kehadiran tambang tersebut pun mengancam komoditas pertanian warga yang telah berlangsung puluhan tahun.

“Hasil kebun rata-rata karet, kalau pertanian padi sawah, juga buah-buahan dan ikan. Kami tidak ingin lahan pertanian kami hancur dengan masuknya tambang,” tuturnya.

Saat ini perusahaan tersebut sudah membuat jalan tambang (hauling road) dan pelabuhan batu bara (jetty) seiring keluarnya IUP perpanjangan nomor 545/K.1101/2010.

“Kami tidak bersedia melepas lahan kami jadi lahan pertambangan batu bara,” tegasnya.

Baca juga: Masyarakat Diaspora Manggarai Raya dan Anggota DPR RI Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Matim

Ada 12 kelompok tani yang ada di Desa Geleo Asa dan masyarakat adat sudah sepakat tak menyerahkan lahan mereka untuk wilayah pertambangan.

Rinayati (44) perwakilan dari kelompok tani Desa Geleo Baru juga menolak kehadiran perusahaan tambang batu bara yang berada di lokasi tersebut.


Bagi dia, enam desa berada di kaki Gunung Layung selama ini menjadi sentral produksi hasil pertanian dari sayuran, buah-buahan dan perkebunan karet.

Bahkan, kata dia, durian yang biasa dikenal dengan nama durian melak yang biasa dijual di kota-kota besar, berasal dari desa-desa yang ada di wilayah tersebut.

Selain itu, juga sungai-sungai alami yang menyimpan banyak ikan. Masyarakat dengan mudah mencari ikan di sungai –sungai yang ada di kawasan tersebut.

“Kenapa kami menolak, kalau disitu ditambang dampak lingkungan akan rusak. Sumber-sumber pertanian, perkebunan, dan sumber ikan yang ada di sungai tersebut bakal habis,” terang dia.

Baca juga: Di Kawasan Tambang Korowai, 10 Kilogram Beras Dijual Seharga Rp 2 Juta

Warga lain, Kornelis Detang (42) menambahkan selain ancaman bagi hasil pertanian dan perkebunan, lebih jauh dari hal itu, tanah dan hutan di Gunung Layung merupakan warisan nenek moyang bagi warga sekitar sejak ratusan tahun lalu.

“Dan sekarang jadi sumber kehidupan kami di sana. Sumber kehidupan masyarakat adat,” tegasnya.

Di kawasan tersebut pun terdapat warisan nenek moyang seperti rumah adat dan situs bersejarah lainnya.

“Warga selalu diiming-imingi uang untuk melepas lahannya,” tuturnya.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Batu Bara (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang menambahkan Gunung Layung menjadi jantung bagi masyarakat disekitar kawasan tersebut.

“Jaraknya hanya sekitar lima kilometer dari Barong Tongkok, pusat ibu kota Kabupaten Kutai Barat. Di gunung itu ada hutan adat, pun jadi sumber air bagi warga sekitar,” ungkapnya.

Baca juga: Tambang Ilegal Masih Ditemukan, Kapolresta Jayapura Copot Kasat Reskrim

Hadirnya perusahaan tambang tersebut, diprediksi bakal terjadi eksploitasi besar-besaran dan mengancam hutan di kawasan tersebut.

Sebab, ada sekitar 5.000 hektar luas konsesi tambang mencaplok kawasan sekitar termasuk Gunung Layung dan enam desa yang ada di wilayah tersebut.

Ke-enam desa tersebut di antaranya, Geleo Asa, Geleo Baru, Tongkok Asa dan Tepas Asa. Empat desa ini sudah menyatakan sikap menolak masuknya perusahaan tambang tersebut.

Sementara, dua desa lainnya, Muara Asa dan Muara Benanga belum menyatakan sikap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com