SAMARINDA, KOMPAS.com – Warga empat desa di kaki Gunung Layung, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim menolak hadirnya pertambangan batu bara di lokasi tersebut.
Mereka menilai kehadiran tambang batu bara tersebut bakal mengancam sumber air dan hutan di Gunung Layung serta enam desa yang ada di sekitar kawasan tersebut.
“Gunung Layung itu sumber mata air bagi warga sekitar. Jika perusahaan dibiarkan masuk bakal hancur semua hutan kami,” ungkap Koordinator Forum Sempekat Petani Desa Geleo Asa dan Geleo Baru, Martidin (60), saat memberi keterangan pers di Samarinda, Senin (13/7/2020).
Baca juga: Polisi Bongkar Tambang Pasir Ilegal di Gunungkidul
Selain ancaman bagi sumber air, hutan adat di Gunung Layung, kehadiran tambang tersebut pun mengancam komoditas pertanian warga yang telah berlangsung puluhan tahun.
“Hasil kebun rata-rata karet, kalau pertanian padi sawah, juga buah-buahan dan ikan. Kami tidak ingin lahan pertanian kami hancur dengan masuknya tambang,” tuturnya.
Saat ini perusahaan tersebut sudah membuat jalan tambang (hauling road) dan pelabuhan batu bara (jetty) seiring keluarnya IUP perpanjangan nomor 545/K.1101/2010.
“Kami tidak bersedia melepas lahan kami jadi lahan pertambangan batu bara,” tegasnya.
Baca juga: Masyarakat Diaspora Manggarai Raya dan Anggota DPR RI Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Matim
Ada 12 kelompok tani yang ada di Desa Geleo Asa dan masyarakat adat sudah sepakat tak menyerahkan lahan mereka untuk wilayah pertambangan.
Rinayati (44) perwakilan dari kelompok tani Desa Geleo Baru juga menolak kehadiran perusahaan tambang batu bara yang berada di lokasi tersebut.