Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Elang dan Merak Peliharaan Akan Dilepasliarkan ke Taman Nasional Baluran

Kompas.com - 13/07/2020, 17:41 WIB
Dani Julius Zebua,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta segera melepas liar tiga elang dan tiga burung merak yang telah lama menjalani rehabilitasi di Taman Satwa Yayasan Konservasi Alam, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Satwa itu elang ular bido (Spilornis cheela), elang brontok fase gelap (Nisaetus cirrhatus), dan elang laut perut putih (Haliaestus leucogaster) dan dua merak hijau (Pavo muticus).

Keenamnya satwa dilindungi seperti dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor Nomor 20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Baca juga: Taman Satwa Taru Jurug Solo Kembali Dibuka, Anak-anak Boleh Masuk asalkan...

Keenam satwa akan menikmati habitatnya di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur pada pertengahan Juli 2020.

“Dirjen KSDAE memerintahkan untuk satwa yang bisa dilepas segera dilepas karena habitat mereka memang di sana. Sehingga kami sedang mendata serius semua satwa untuk segera dilepaskan. Yang sekarang ini, setelah asesmen, kami beserta dokter melihat bahwa mereka bisa dilepaskan,” kata Kepala BKSDA Yogyakarta, Muhammad Wahyudi ditemui di Yayasan Konservasi Lama Yogyakarta di Kulon Progo, Minggu (12/7/2020).

Pelepasliaran diawali dengan penandaan pada burung baik ring pada kakinya, wings marker, hingga menanamkan microchip.

Semua sebagai tanda agar memudahkan Balai KSDA dan TN Baluran memantau secara berkala pergerakan satwa dan populasinya di alam.

Baca juga: Kucing Emas Terjerat Perangkap Babi, BKSDA Sebut Satwa Langka Keluarga Harimau

Wahyudi mengungkapkan, pelepasliaran ini didahului proses habituasi atau penyesuaian diri di TN Baluran selama tiga hari.

Lantas dilanjutkan monitoring selama tujuh hari yang dilakukan BKSDA Yogyakarta dan TN Baluran.

"Edukasi juga perlu dilakukan bagi masyarakat sekitar mengenai nilai penting keberadaan Aves dalam ekosistem," katanya.

 

Elang Ular Bido (Spilornis cheela) menjalani penandaan berupa pemasangan ring, wings marker dan penanaman microchip di Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta. Penandaan menjadi awal sebelum elang silindungi ini dilepas ke alam liar.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Elang Ular Bido (Spilornis cheela) menjalani penandaan berupa pemasangan ring, wings marker dan penanaman microchip di Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta. Penandaan menjadi awal sebelum elang silindungi ini dilepas ke alam liar.
Enam aves atau vertebrata yang dapat terbang ini memiliki latar belakang seserahan warga dan titipan BKSDA.

Mereka yang berasal dari seserahan warga merupakan para penghobi satwa liar namun dilindungi.

Hobi seperti ini masih berkembang di tengah masyarakat seiring anggapan kepemilikan satwa seperti itu menunjukkan prestise mereka.

Baca juga: Bantuan CSR Rp 100 Juta untuk Kebun Binatang Bandung, untuk Pakan Satwa 10 Hari

Balai KSDA dan pemerintah pun terus mendorong edukasi satwa dilindungi tidak boleh dipelihara, dimiliki dan diperdagangkan.

Upaya itu baik lewat berbagai sosialisasi maupun penegakan hukum.

“Masyarakat Yogya ini banyak penghobi satwa liar yang dilindungi, karena kita sering menerima satwa utamanya elang hingga buaya. Ini fenomena di kota besar dan semakin lama karena edukasi tentang satwa liar banyak yang diserahkan ke kami,” katanya.

Sebagian besar satwa yang kini masih menjalani rehabilitasi merupakan seserahan dari warga.

Sebagian lagi dari upaya penegakan hukum dalam mengatasi perdagangan liar satwa dilindungi.

Satwa itu perlu menjalani proses rehabilitasi demi mengembalikan sifat liarnya di berbagai tempat rehabilitasi, termasuk di Yayasan KAY ini.

Proses rehabilitasi berlangsung lama, rumit dan menyedot anggaran tidak sedikit.

Baca juga: Kepunahan Massal Satwa Liar di Bumi Semakin Cepat, Kok Bisa?

Wahyudi mencontohkan, bagaimana nilai elang yang diperdagangkan di pasar seharga Rp 2 juta memerlukan berpuluh kali lipat buat untuk konservasi hingga kembali ke alam liar.

“Burung misal diterima tidak bisa dilepaskan begitu saja. Dikasih pakan, bayar ahli, tenaga itu biaya rehabilitasi satwa. Biaya konservasi sangat besar,” katanya.

Setelah dirasa cukup mampu, mereka lantas melepasliarkan ke berbagai lokasi, sesuai habitatnya.

DIY sendiri memiliki tempat seperti: Stasiun Flora Fauna Taman Hutan Raya Bunder di Gunung Kidul, TN Gunung Merapi maupun pegunungan Menoreh di Kapanewon Girimulyo di Kulon Progo.

“Yang enam ini akan kita bawa ke TN Baluran di Jawa Timur,” kata Wahyudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com