YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gudeg Mbah Lindu begitu terkenal di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bukan hanya karena Mbah Lindu merupakan penjual gudeg tertua di Yogyakarta, tapi juga panganan yang dijualnya punya cita rasa enak.
Pelanggan gudeg yang dijajakan di sebuah Pos Kamling Jalan Sosrowijayan Kota Yogyakarta ini pun cukup banyak.
Baca juga: Sebagai Kenang-kenangan dari Mbah Lindu, Keluarga Sajikan Nasi gudeg untuk Pelayat
Tidak hanya dalam negeri, pelanggan gudeg Mbah Lindu bahkan juga wisatawan asing.
Di balik keistimewaan rasanya, Mbah Lindu memproses gudegnya di sebuah dapur yang sederhana.
Dindingnya masih terbuat dari anyaman bambu. Tiang-tiangnya pun dari kayu.
Tungku untuk memasak terbuat dari tanah liat yang memanjang. Dalam satu tungku terdapat dua lubang yang berfungsi untuk memasak.
Berbagai alat masak yang terlihat menghitam di bagian luarnya tertata dalam sebuah rak kayu yang terlihat sederhana.
Baca juga: gudeg Mbah Lindu dan Nostalgia Masa Lalu Kota Yogyakarta
Bumbu-bumbu serta bahan untuk membuat gudeg berada di atas meja. Beberapa kayu bakar pun, tergeletak di sebelah tungku.
Dinding anyaman kayu dan tungku dari tanah liat yang tampak menghitam karena bertahun-tahun terkena asap, menjadi saksi bisu ketika Mbah Lindu memproses gudeg.
"Ya ini dapur yang biasa digunakan Ibu untuk memasak gudeg," ujar anak kedua Mbah Lindu, Lahono (60) saat ditemui di rumah duka, Klebengan, Caturtunggal, Kecamatan Depok, Sleman, Senin (13/07/2020).
Meski saat ini sudah ada kompor gas, Mbah Lindu masih tetap mempertahankan memasak dengan menggunakan kayu bakar.
Sebab, menggunakan kayu bakar dengan gas mempunyai tingkat panas yang berbeda. Terlebih lagi, kayu bakar membuat masakan gudeg menjadi terasa istimewa.
"Iya dari dulu masaknya pakai kayu, kalau kayu kan dari pagi panasnya terus, jadi nggak sampai mati. Cita rasanya juga beda, lebih anak," ungkapnya.
Baca juga: Mbah Lindu, Penjual gudeg Berusia 97 Tahun Terbaring Sakit di Panti Rapih
Menurutnya, Mbah Lindu sudah belajar membuat gudeg sejak kecil.
Pengalamanya bertahun-tahun memasak gudeg, membuat Mbah Lindu sudah hafal dengan takaran bumbu.
Bahkan, Mbah Lindu tidak mau kompromi ketika berurusan dengan rasa. Baginya, mempertahankan cita rasa gudeg menjadi hal yang penting.
"Ibu saya itu sangat mempertahankan rasa, kalau adik saya masak itu, (Mbah Lindu) tambah ini, tambah ini. Kurang apa itu pasti tahu," tegasnya.
Mbah Lindu mulai tidak ikut jualan di Jalan Sosrowijayan sudah sekitar dua tahun lalu karena sudah tua.
Baca juga: Kisah Mbah Lindu dan gudeg yang Dijual sejak Masa Penjajahan
Namun saat di rumah, Mbah Lindu masih ikut membantu sebisanya di dapur untuk memasak gudeg.
"Dua tahun lalu setelah sakit itu tidak (ikut) jualan, tapi masih tetap mengontrol (proses masak gudeg)," ungkapnya.
Diungkapkannya, Mbah Lindu dahulu pernah berpesan ketika dirinya meninggal dunia agar anak cucunya meneruskan jualan gudeg.
Saat ini aktivitas memasak dan menjual gudeg diteruskan oleh anak ketiganya, Ratiyah.
"Ibu pesan, pokoknya jualan gudeg terus. Misalnya saya tidak ada (meninggal) diteruskan (jualan gudeg)," pungkasnya.
Baca juga: Netflix Angkat Kisah Mbah Lindu, Penjual gudeg dari Yogyakarta
Penjual gudeg legendaris di Yogyakarta, Biyem Setyo Utomo atau dikenal dengan Mbah Lindu tutup usia pada Minggu (12/07/2020) sekitar pukul 18.00 WIB.
Mbah Lindu meninggalkan tiga anak dan enam cucu. Dia dimakamkan pada Senin (13/7/2020) di Pemakaman Umum Klebengan.
Mbah Lindu sudah mulai berjualan gudeg sejak sebelum zaman penjajahan Jepang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.