KOMPAS.com - Mayat Hasan Afriadi asal Lampung ditemukan di dalam peti pendingin ikan di atas kapal berbendera China Lu Huang Yuan Yu 118 pada Rabu (8/7/2020).
Hasan tewas setelah disiksa oleh sang mandor di kapal ikan tempat ia bekerja. Mayat Hasan kemudian disimpan di dalam peti pendingin selama beberapa waktu.
Peristiwa tersebut terbongkar saat polisi mengamankan dua kapal ikan berbendera China di Perairan Batu Cula Selat Philip, Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau, pada Rabu (8/7/2020).
Dua kapal tersebut adalah Lu Huang Yuan Yu 117 dan Lu Huang Yuan Yu 118.
Baca juga: Kesaksian ABK di Kapal China, WNI yang Tewas karena Dianiaya Mandor dengan Besi dan Kayu
Saat diperika petugas, di atas kapal Lu Huang Yuan Yu 118 terdapat 32 ABK yang terdiri dari 10 WNI termasuk Hasan Afriandi serta 15 WNA asal China dan delapan WNA asal Filipina.
WNI yang bekerja di dua kapal tersebut berasal dari Jakarta, Brebes, Sukabumi, Pamelang, Tegal, Medan, Semarang, Lampung, Majalengka, dan Kediri.
Mereka dipekerjakan di atas kapal berbendara China tersebut melalui PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) dengan alamat Jalan Raya Majasem Talang, Kaladawa, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
Baca juga: Jadi Tersangka, Mandor Kapal China Belum Ditahan, Ini Kata Polisi
Disebutkan, Direktur PT MTB adalah Moh Haji yang tercatat sebagai warga Tegal.
Para ABK yang direkrut PT tersebut bekerja selama tujuh bulan sejak 1 Januari 2020. Mereka diterbangkan dari Jakarta ke Bandara Changi, Singapura, pada 31 Desember 2019.
Setelah sampai di Singapura, agen mengantarkan para WNI tersebut ke atas kapal Lu Huang Yuan Yu 118.
Para ABK kemudian bertolak dari Singapura ke perairan Argentina pada 1 Januari 2020 untuk mencari cumi.
Baca juga: Begini Kondisi ABK WNI Saat Berada di Kapal China Menurut Polisi
Penganiayaan oleh sang mandor dan nakhoda itu yang membuat Hasan tewas di atas kapal.
Tak hanya menggunakan tangan kosong. Mereka juga kerap disiksa menggunakan besi, kayu, dan peralatan lainnya yang ada di atas kapal.
Selain mandor dan nakhoda, ABK WNI menyebut mereka juga kerap mendapatkan perlakuan kasar dari ABK asal China hanya disebabkan masalah sepele dan sengaja dibuat-buat.
Baca juga: Ini Pengakuan ABK Indonesia di Kapal China, Dianiaya Setiap Hari Soal Perkara Sepele dan Dibuat-buat
Setelah melakukan penyelidikan dan memeriksa keterangan sejumlah saksi, polisi menetapkan mandor asal China berinisial S sebagai tersangka dalam kasus kematian Hasan Afriadi.
"Untuk saat ini tersangka S masih di atas kapal. Nanti apabila sudah proses penahanan, kita tinggal berkoordinasi saja dengan personel Lanal Batam yang berjaga di atas kapal tersebut," Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri Kombes Arie Darmanto saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (11/7/2020).
Baca juga: Jasad ABK Indonesia di Freezer Kapal China, Diduga Tewas Dianiaya Mandor
Ia mengatakan, para ABK mendapatkan informasi lowongan pekerjaan tersebut dari Facebook.
Berdasarkan penyelidikan DFW Indonesia, fasilitas yang ditawarkan dalam iklan tersebut adalah pelamar mendapatkan buku pelaut hingga keterampilan dasar.
Abdi Shufan menyebutkan bahwa perusahaan pengiklan itu adalah penyalur ilegal.
Baca juga: Jenazah WNI Disimpan di Freezer Kapal China, Satu WNA Jadi Tersangka
Informasi yang dijanjikan tidak sesuai dengan yang ada di lapangan, termasuk gaji, penempatan, dan lokasi tangkap.
“Informasi tidak sesuai, baik itu gaji, penempatan, maupun lokasi tangkap, misalnya infonya ditempatkan di kapal negara lain, ternyata ditempatkan di kapal berbendera China atau lainnya,” kata Abdi Suhufan.
Selain Hasan Afriandi yang mayatnya ditemukan di peti pendingin, satu ABK asal Lampung bernama Agus Setiawan juga ikut dalam kapal berbendera China tersebut.
Baca juga: Rekrut ABK RI untuk Kapal China, PT MTB Tak Punya Izin Kemnaker
Abdi Shufan telah meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis bertindak terkait kasus Hasan yang meninggal di kapal ikan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 118.
Ia mengatakan, PT MTB yang memberangkatkan para ABK WNI tersebut tidak memiliki izin operasional, yaitu Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (SP3MI) dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).
Berdasarkan catatan DFW Indonesia, sampai saat ini terdapat 27 orang ABK Indonesia yang menjadi korban dari PT MTB dengan status meninggal, hilang, dan selamat.
Baca juga: ABK WNI Ditemukan Meninggal di Kapal China, Ini Langkah KKP
Abdi menuturkan, kejadian ini menambah daftar korban ABK Indonesia yang direkrut dan dikirim bekerja ke kapal ikan China oleh PT MTB.
"Korban TPPO yang diberangkatkan oleh PT MTB bukan dari Tegal dan Jateng saja, tapi dari Pematang Siantar, Padang, Magetan, NTB, Lampung, dan Jakarta. Sehingga, kasus PT MTB semestinya ditangani oleh Bareskrim," tutur Abdi.
Saat ini kasus tersebut masih dalam pengembangan karena ada dugaan tindakan penganiayaan, pencucian uang, dan tindak perdagangan manusia.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Hadi Maulana, Tri Purna Jaya, Achmad Nasrudin Yahya | Editor: Aprillia Ika, Kristian Erdianto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.