Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Sekolah Reot di Ujung Negeri Disulap Permanen oleh TNI

Kompas.com - 11/07/2020, 13:12 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Udara pagi itu Rabu (8/7/2020) terasa panas, meski baru pukul 09.00 Wita.

Langit tampak cerah, semilir angin bertiup kencang. Sinar mentari membakar kulitnya, Paulus Ataupah tetap bergerak menuju ke sekolah tempat dia mengajar.

Pria berkulit gelap itu mengendarai sepeda motor Suzuki Smash berwarna hitam keluaran tahun 2006, dengan kecepatan rendah, karena memang kondisi jalan tanah penuh bebatuan.

Paulus adalah Kepala Sekolah SMP Negeri 6 Amarasi Timur, Satap Kuanneke, Desa Oebesi, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca juga: Kisah Ibu 6 Anak Penghuni Gubuk Reot, Saat Dibantu TNI Perbatasan RI-Timor Leste

Secara geografis, letak sekolah itu berada sekitar 72 kilometer arah timur Kota Kupang, yang berbatasan laut dan udara dengan Negara Australia.

Tak butuh waktu lama untuk tiba di sekolah lantaran jarak dari rumahnya tidak begitu jauh.

Mengenakan topi hitam, baju kaos berwarna oranye dipadu dengan celana training hitam strip merah dan sepatu kets hitam bercampur putih, Paulus berdiri di ujung jalan sebelah timur sekolah, sembari menatap bangunan yang terlihat reot mirip kandang ayam.

Ayunan langkah kaki Paulus perlahan memasuki ruang kelas. Sorot matanya yang tajam, melihat satu per satu isi ruangan.

Sekolah tempat ia mengajar memiliki konstruksi bangunan darurat, terbuat dari atap daun lontar, dan pelepah daun gewang yang dikeringkan kemudian disusun rapi menjadi dinding. Lantainya pun masih tanah.

Tiang penyangganya juga berupa kayu jati, dicampur sebagian kayu johar yang sudah mulai rusak termakan rayap.

Ruangan kelas hanya disekat dengan bilah bambu sebagai pembatas.

Terdapat tiga ruang yang digunakan untuk proses belajar mengajar. Dua ruangan kelas dibagi untuk 52 murid, sedangkan satu ruangan bagi 12 guru termasuk Paulus.

Sebanyak 52 murid terdiri dari kelas VII 23 orang, kelas VIII 16 orang dan kelas IX sebanyak 13 orang.

Di beberapa sudut ruangan tampak dinding yang sudah keropos dan bolong hingga nyaris ambruk.

Begitu juga dengan sejumlah kursi kayu yang sandarannya mulai terlepas dari dudukannya dan meja yang terkelupas, sebagiannya berlubang.

Masih membekas dalam ingatan Paulus, awal dibangunnya sekolah tersebut pertengahan tahun 2017 lalu.

Saat itu, para orangtua murid dan warga desa lainnya secara swadaya membangun sekolah menggunakan material bangunan dan peralatan seadanya.

Gotong royong mereka bekerja tanpa rasa lelah, demi masa depan anak mereka. Sekolah itu akhirnya selesai dibangun dalam tempo satu bulan.

"Kami dan orangtua di sini ingin anak-anak bisa menikmati pendidikan yang sama dengan anak lainnya di Indonesia," ujar Paulus kepada Kompas.com.

Yang ada di benak Paulus dan warga, hanyalah satu yakni ingin mencerdaskan anak-anak para petani di desa yang sebagian besar dari latar belakang ekonomi lemah.

Mereka sepakat bangun sekolah darurat, mengingat jarak antara desa ke SMP terdekat yang berada di ibu kota Kecamatan Amarasi Timur, sekitar 7 kilometer.

Suka duka

Para murid SMP Negeri 6 Amarasi Timur, Satap Kuanneke, Desa Oebesi, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sedang mengikuti proses belajar mengajar di sekolah mereka yang reot mirip kandang ayamKOMPAS.com/SIGIRANUS MARUTHO BERE Para murid SMP Negeri 6 Amarasi Timur, Satap Kuanneke, Desa Oebesi, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sedang mengikuti proses belajar mengajar di sekolah mereka yang reot mirip kandang ayam

Selama tiga tahun kegiatan belajar dilalui dengan suka dan duka.

Saat musim panas, guru dan siswa justru merasa sejuk bukan karena pendingin ruangan, tetapi hembusan angin alami yang masuk melalui dinding ruangan yang bolong.

Kondisi berbeda dirasakan saat musim hujan tiba.

Ketika awan hitam yang menggelayut di langit menumpahkan titik-titik air, mereka terpaksa ramai-ramai memindahkan kursi dan meja, menghindari tetesan air yang jatuh dari lubang atap sekolah yang bocor.

Tak berhenti sampai di situ, jika hujan deras, maka semua ruangan akan digenangi banjir setinggi lutut.

Baca juga: Kisah Nenek Rabina, Tinggal di Gubuk Reot Makan dan Tidur Bersama 8 Kucing

Praktis mereka terpaksa menghentikan kegiatan belajar mengajar dan mencari perlindungan ke gedung Sekolah Dasar (SD) Kuanneke, yang berjarak 'sepelemparan batu' dari sekolah mereka.

Begitu banjir surut, lantai kelas berubah jadi permadani lumpur, sehingga menunggu waktu lebih dari sehari agar bisa mengering seperti semula.

Akivitas dan situasi itu berlangsung setiap tahun. Guru dan murid sudah terbiasa menjalaninya demi menggapai masa depan pendidikan yang lebih cerah.

TNI turun tangan

Paulus Ataupah Kepala Sekolah SMP Negeri 6 Amarasi Timur, Satap Kuanneke, Desa Oebesi, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), saat mengangkat pasir di dalam ember bersama seorang anggota TNI untuk membantu pembangunan sekolah tersebutKOMPAS.com/SIGIRANUS MARUTHO BERE Paulus Ataupah Kepala Sekolah SMP Negeri 6 Amarasi Timur, Satap Kuanneke, Desa Oebesi, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), saat mengangkat pasir di dalam ember bersama seorang anggota TNI untuk membantu pembangunan sekolah tersebut

Penantian panjang selama tiga tahun berbuah manis, menyusul kisah pilu keadaan sekolah diketahui oleh anggota TNI setempat.

Melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-108, Kodim 1604 Kupang akhirnya 'menyulap' sekolah itu menjadi bangunan permanen dengan dinding beton, lantai semen dan atap seng.

Tak tanggung-tanggung tiga ruang kelas, satu ruang guru dan tiga unit toilet pun dibangun.

Sebanyak 150 personel TNI dari berbagai matra dikerahkan untuk membangun sekolah tersebut sejak 30 Juni 2020.

Saking senangnya dengan bantuan itu, Paulus bersama sejumlah guru, pengurus komite sekolah, orangtua murid termasuk sebagian murid, ikut terlibat membantu anggota TNI bekerja membangun gedung sekolah.

Sambil memegang sekop, Paulus bergegas menuju tumpukan pasir setinggi paha orang dewasa.

Dengan sekali hentakan, pasir pun penuh di wadah sekop, kemudian dimasukan dalam ember cat bekas berwarna putih berukuran 25 kilogram, secara berulang kali hingga penuh.

Paulus bersama seorang anggota TNI AD yang berpakaian loreng lengkap, lalu mengangkat ember penuh pasir dengan sebatang kayu yang dikaitkan di bagian tengah tali ember tersebut dan membawanya untuk dicampur dengan semen.

Keringat mengucur deras di wajahnya, tak menyurutkan semangat Paulus untuk terus bekerja bersama anggota TNI.

Rutinitas ini sudah ia lakukan bersama teman gurunya yang lain, sejak dimulai pembangunan fondasi sekolah akhir Juni 2020 lalu.

Semangat Paulus itu bukan tanpa alasan. Dia hanya ingin semua muridnya bisa menikmati fasilitas pendidikan yang layak seperti tempat lainnya di kota besar.

Baca juga: Tak Cuma Penanggulangan Kemisikinan, TMMD Diharapkan Bisa Tangkal Hoax

Hingga sekarang, pekerjaan fisik bangunan sekolah nyaris rampung.

Jika tak ada aral, pada 13 Juli 2020 mendatang, kegiatan belajar mengajar sudah bisa digelar di gedung baru ini.

"Sekarang kami tidak susah lagi saat musim hujan. Kami SMP Amarasi Timur merasa sudah merdeka," ujar dia tersenyum bangga.

"Terima kasih banyak kepada pihak TNI khususnya Kodim 1604 Kupang, yang peduli dengan keadaan kami," kata Paulus penuh rasa syukur.

Paulus juga berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Kupang yang ikut memberi perhatian buat mereka.

Dia berharap, bangunan sekolah ini bisa dijaga dengan baik, sehingga bisa dinikmati oleh anak desa Oebesi dan generasi yang akan datang.

 

Mengubah kandang ayam

Bangunan SMP Negeri 6 Amarasi Timur, Satap Kuanneke, Desa Oebesi, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang semula reot, kini dibangun permanen oleh anggota TNI melalui program TMMD ke-108KOMPAS.com/SIGIRANUS MARUTHO BERE Bangunan SMP Negeri 6 Amarasi Timur, Satap Kuanneke, Desa Oebesi, Kecamatan Amarasi Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang semula reot, kini dibangun permanen oleh anggota TNI melalui program TMMD ke-108

Ungkapan senada juga disampaikan Ketua Komite SMP Negeri 6 Amarasi Timur, Satap Kuanneke, Ibrahim Pae.

Ibrahim yang selalu mendampingi Paulus saat bergotong royong bersama TNI membangun sekolah, memberikan apresiasi yang tinggi untuk pihak Kodim 1604 Kupang.

Dia bahkan terus berucap syukur, lantaran mimpi anak mereka untuk bersekolah dengan nyaman, akhirnya terwujud.

"Inilah potret sekolah kami yang berada di ujung negeri, akhirnya berubah dari yang dulunya reot mirip kandang ayam, kini jadi permanen dan bagus," tutur dia.

Ibrahim mengatakan, anak mereka yang bersekolah di SMP Negeri 6 Amarasi Timur, tidak lagi malu dan minder dengan teman-teman mereka di sekolah lainnya di Kupang.

Bagi dia, apa yang telah ditorehkan oleh TNI, akan selalu dikenang oleh anak dan cucunya di masa mendatang.

Dandim 1604/Kupang Letkol Inf Jimmy Rihi Tugu selaku Dansatgas TMMD menyebut, kegiatan pembangunan SMP Negeri 6 Amarasi Timur, merupakan bagian dari kegiatan fisik dalam TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-108 Tahun 2020 yang digelar di wilayah perbatasan Indonesia-Australia.

Jimmy mengatakan, kegiatan TMMD hadir sebagai perwujudan peran TNI membantu Pemerintah Kabupaten Kupang, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan melalui sentuhan pembangun fisik dan non-fisik.

"Ada dua sasaran utama pembangunan yang diwujudkan dalam TMMD yakni fisik dan non-fisik," tutur Jimmy.

Selain pembangunan sekolah, pihaknya juga membangun Rumah Pastori Gereja Imanuel dan rehabilitasi Gereja Pentakosta.

TMMD sendiri mulai dibuka pada 30 Juni 2020 dan akan berakhir pada 29 Juli mendatang.

Sedangkan kegiatan non fisik yang digelar yakni sosialisasi rekrutmen TNI, sosialisasi wawasan kebangsaan, penyuluhan tentang HIV/Aids, penyuluhan tentang kesehatan, khususnya pencegahan Covid-19, penyuluhan tentang teknologi tepat guna, penyuluhan tentang kesadaran hukum dan penyuluhan tentang keluarga berencana.

"Pembangunan fisik dan non-fisik ini, kami melibatkan masyarakat dan mereka sangat pro aktif. Ini sebagai bentuk sinergi bersama masyarakat, untuk membangun desa sebagai wujud nyata dari nilai kemanunggalan TNI-rakyat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat di beranda terdepan NKRI," kata dia.

Saat bekerja, lanjut Jimmy, berbagai macam cara dilakukan anggota TNI Satgas TMMD untuk menghilangkan rasa lelahnya.

Satu di antaranya, dengan bersenda gurau bersama warga yang ikut bekerja, saat istirahat.

Hal itu memperlihatkan keharmonisan dan keakraban antara anggota TNI dan masyarakat tanpa memandang perbedaan satu sama lainnya.

Jimmy menyebut, kegiatan ini merupakan hal yang positif yang dapat mempererat tali persaudaraan di antara anggota TNI dan masyarakat. 

Obrolan, canda dan tawa di lokasi TMMD, tentu menjadikan pekerjaan seberat apapun akan mudah dan ringan, karena adanya jiwa kebersamaan dan gotong royong.

"Sebagai seorang prajurit harus banyak bergaul dengan semua lapisan masyarakat. Hal ini akan mempererat dan menjaga keharmonisan antara TNI bersama masyarakat," kata Jimmy.

Secara otomatis, kata Jimmy, dapat memantapkan kemanunggalan TNI dan rakyat guna memperkokoh ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh demi tegaknya NKRI.

"Semoga kehadiran TNI di tengah masyarakat semakin menumbuhkan semangat bergotong royong dan menginspirasi masyarakat untuk terus melanjutkan semangat membangun desa," kata dia.

Bupati Kupang Korinus Masneno, bersyukur dan bangga karena program TMMD telah digelar berturut-turut dalam 10 tahun terakhir ini di wilayahnya.

Korinus mengaku, jika di daerah lain di NTT program TMMD biasanya digelar dua tahun sekali. Tapi tidak dengan Kabupaten Kupang.

Dia bahkan menyebut, ada tiga manfaat program TMMD khususnya terkait pembangunan fisik SMP, Rumah Pastori Gereja Imanuel dan rehabilitasi Gereja Pentakosta.

Manfaatnya yakni, anggaran yang kecil hanya sekitar Rp 1 miliar lebih, kemudian kualitas bangunan yang bagus dan waktu pengerjaan yang cepat yaitu satu bulan.

"Bangunan seperti ini, kalau dibangun melalui program pihak ketiga selain TNI, maka waktu kerjanya 120 hari. Selain itu anggarannya bisa lebih dari Rp 2 miliar. Tapi, melalui TMMD, dana yang kecil bisa diselesaikan dengan cepat dan kualitas bangunannya bagus," ujar dia.

Baca juga: TNI Manunggal Membangun Desa Sasar Bangun Desa di Sekitar Gede Pangrango

Korinus pun yakin, dengan gedung yang lebih baik, maka murid akan belajar lebih aman, tertib dan semakin cerdas.

"Pesan saya untuk guru dan komite, berikan pembelajaran yang baik karena suasana belajar semakin baik dengan adanya gedung baru ini," kata Korinus.

Ketua DPRD Kabupaten Kupang Daniel Taimenas, mendukung penuh program TMMD ini karena manfaatnya sangat terasa bagi masyarakat setempat.

Daniel menilai, TNI meninggalkan sejumlah karya baik pembangunan fisik maupun non fisik.

Ini tentu, kata dia, sangat dibutuhkan oleh masyarakat sehingga harus terus dipertahankan.

"Saya sudah bicara dengan Bupati Kupang dan ke depan kita akan tingkatkan anggaran untuk program TMMD, karena dengan anggaran terbatas, TNI mampu mengerjakan dengan cepat dan baik," ujar Daniel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com