Suka duka
Selama tiga tahun kegiatan belajar dilalui dengan suka dan duka.
Saat musim panas, guru dan siswa justru merasa sejuk bukan karena pendingin ruangan, tetapi hembusan angin alami yang masuk melalui dinding ruangan yang bolong.
Kondisi berbeda dirasakan saat musim hujan tiba.
Ketika awan hitam yang menggelayut di langit menumpahkan titik-titik air, mereka terpaksa ramai-ramai memindahkan kursi dan meja, menghindari tetesan air yang jatuh dari lubang atap sekolah yang bocor.
Tak berhenti sampai di situ, jika hujan deras, maka semua ruangan akan digenangi banjir setinggi lutut.
Baca juga: Kisah Nenek Rabina, Tinggal di Gubuk Reot Makan dan Tidur Bersama 8 Kucing
Praktis mereka terpaksa menghentikan kegiatan belajar mengajar dan mencari perlindungan ke gedung Sekolah Dasar (SD) Kuanneke, yang berjarak 'sepelemparan batu' dari sekolah mereka.
Begitu banjir surut, lantai kelas berubah jadi permadani lumpur, sehingga menunggu waktu lebih dari sehari agar bisa mengering seperti semula.
Akivitas dan situasi itu berlangsung setiap tahun. Guru dan murid sudah terbiasa menjalaninya demi menggapai masa depan pendidikan yang lebih cerah.
Penantian panjang selama tiga tahun berbuah manis, menyusul kisah pilu keadaan sekolah diketahui oleh anggota TNI setempat.
Melalui program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-108, Kodim 1604 Kupang akhirnya 'menyulap' sekolah itu menjadi bangunan permanen dengan dinding beton, lantai semen dan atap seng.
Tak tanggung-tanggung tiga ruang kelas, satu ruang guru dan tiga unit toilet pun dibangun.
Sebanyak 150 personel TNI dari berbagai matra dikerahkan untuk membangun sekolah tersebut sejak 30 Juni 2020.