Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal "Wong Kalang", Suku Asli Jawa, Hidup Nomaden dari Hutan ke Hutan

Kompas.com - 10/07/2020, 15:14 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Khairina

Tim Redaksi

BLORA, KOMPAS.com-Puluhan pemburu harta karun dari Kecamatan Kunduran, Blora  menggali lokasi yang disinyalir sebagai titik bersemayamnya harta peninggalan "Suku Kalang" atau " Wong Kalang".

Suku Kalang atau Wong Kalang adalah salah satu subsuku di masyarakat Jawa. Mereka diperkirakan ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara. 

Dari berbagai literatur sejarah, karena suatu hal, mereka dikucilkan oleh masyarakat mayoritas saat itu. Pengucilan tersebut yang mengawali sebutan "kalang".   

Baca juga: Puluhan Orang Berburu Harta Karun Makam Kuno Wong Kalang di Hutan Blora

Pengamat Sejarah Edy Tegoeh Joelijanto (51) yang pernah mengenyam pendidikan di UKDW Yogyakarta dan Universitas Putra Bangsa Surabaya, mengatakan, dari beberapa referensi, kata "kalang" berasal dari bahasa Jawa yang artinya "batas". 

Lingkup sosial orang-orang ini sengaja dibatasi (dikalang) oleh masyarakat mayoritas waktu itu.

Orang Kalang sengaja diasingkan dalam kehidupan masyarakat luas, karena dulu ada anggapan bahwa mereka liar dan berbahaya.

Jejak Wong Kalang salah satunya ditemukan dalam prasasti Kuburan Candi di Desa Tegalsari, Kawedanan Tegalharjo, Kabupaten Magelang, yang berangka tahun 753 Saka (831 Masehi).

Diperkirakan, Suku Kalang telah ada sejak Jawa belum mengenal agama Hindu-Budha.

Menurut mitos, Suku Kalang adalah maestro pembuat candi yang secara fisik berbadan kuat dan tegap.

Suku Kalang juga disebut sakti mandraguna dan pada era Majapahit, mereka ditugaskan untuk menjaga hutan agar tidak kemasukan penyusup yang membahayakan kerajaan. 

"Ada mitologi Suku Kalang itu dianggap sakti sehingga ditugaskan menjaga hutan dan dipekerjakan sebagai pembuat candi saat itu," kata Tegoeh saat dihubungi Kompas.com melalui ponsel, Kamis (9/7/2020).

Suku kalang semakin tersisih oleh sistem pengastaan di masa Hindu-Budha, karena ketidakjelasan nenek moyang mereka. Suku Kalang pun mengasingkan diri hingga hidup nomaden dari hutan ke hutan.  

Sementara itu, sambung Tegoeh, disebutkan dalam buku Javaansch Nederduitsch Woordenboek bahwa Kalang adalah nama sebuah etnis di Jawa yang dulu hidup di sekitar hutan.

Suku Kalang memang memiliki fisik yang lain dengan penduduk setempat. Mereka berkulit legam dan berambut keriting.

Orang Kalang juga sempat dianggap pendatang dari Kedah, Kelang, dan Pegu pada tahun 800 Masehi.

Dengan sejumlah perbedaan fisik dan latar belakang tersebut, orang Kalang memilih hidup memisahkan diri dari pemukiman warga lainnya. Akhirnya, oleh otoritas Kerajaan Hindu saat itu, mereka dicap tidak memiliki kasta (kaum paria). Semakin besarlah jarak di antara mereka dan masyarakat umum.

Sebab dalam sistem kasta, orang yang tidak berkasta tidak boleh berhubungan dengan orang yang berkasta, sekalipun itu orang dari kasta terendah (Sudra).

"Banyak literatur tentang suku kalang," ujar Tegoeh.

Baca juga: Mitos Wong Kalang di Kendal Diangkat ke Layar Lebar

Kepala Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Kabupaten Blora, M Solichan Mochtar, menyampaikan, seiring dengan perkembangan zaman dan tidak berlakunya kasta, Suku Kalang sudah banyak berbaur dengan masyarakat lainnya, baik dalam pergaulan sosial maupun pernikahan.

Suku ini sudah diterima dengan baik di Indonesia. Demikian pula sebaliknya, suku Kalang juga dapat menerima orang-orang dari luar sukunya.

"Orang Kalang saat ini banyak tersebar di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Solichan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com