Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Maria "Sang Dokter Rimba", Ambil Alih Tugas Dukun Hantu Pedalaman Jambi (3)

Kompas.com - 09/07/2020, 12:00 WIB
Suwandi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com -Maria Kristiana Norad rela keluar masuk hutan untuk melakukan pengobatan hingga disebut dokter rimba. Ia adalah Fasilitator Kesehatan KKI Warsi yang rela mengabdikan diri merawat suku-suku pedalaman Jambi.

Ini pengalamannya menjadi dokter rimba, hingga mengambilalih fungsi dukun hantu yang sebelumnya dipercaya masyarakat suku pedalaman di Jambi. Ia kini mengaku jatuh cinta dengan suku Orang Rimba

Menurut penelitian KKI Warsi, deforestasi membuat suku pedalaman rentan penyakit. Deforestasi masif membuat suku Orang Rimba, salah satu suku pedalaman, tak lagi berdaulat dalam pangan.

Baca juga: Kisah Maria Sang Dokter Rimba, Keluar Masuk Hutan Pedalaman Jambi untuk Melawan Corona (1)

Sebelumnya untuk mendapatkan makanan, Orang Rimba cukup berburu dan meramu sehari. Hasilnya bisa makan satu keluarga untuk waktu seminggu. Dan ini membuat ketahanan tubuh Orang Rimba terus terjaga. Sekarang semua telah berubah.

Beragam penyakit mengancam 2.000-an jiwa Orang Rimba dari 14 kelompok ketemenggungan.

Maria pun pun terus mengedukasi Orang Rimba, untuk mandiri dan berdaulat dalam kesehatan.

"Meskipun tidak semua Orang Rimba meninggalkan rokok, namun beberapa orang telah berhenti, bagi yang merokok pun tidak lagi menghisapnya dekat dengan anak-anak," kata Maria.

Meskipun Maria lebih banyak menangani kelompok (suku) Talang Mamak, dan hanya seminggu di Orang Rimba, namun dia merasa telah jatuh cinta dengan mereka.

Sebagian besar telah percaya dengan dokter rimba. Dan telah tumbuh kesadaran untuk hidup sehat.

Baca juga: Kisah Maria Sang Dokter Rimba, Sempat Dianggap Melawan Kepercayaan Suku Pedalaman Jambi (2)

Talang Mamak Masih Rintisan

Merawat kelompok Talang Mamak tidak membuatnya tinggal pada titik tertentu. Dia saban hari melakukan perjalanan dengan perahu motor, untuk menyentuh seluruh komunitas.

Setiap perjalanan selalu ada yang memintanya mampir, untuk melakukan pemeriksaan. Kadang kala pengobatan dilakukan di perahu di atas sungai. Tetapi itu sekarang, tidak untuk awal-awal dulu.

Dulu, sebagian besar kelompok Talang Mamak menilai, obat-obat asing yang diberikan Maria bisa saja membunuh mereka. Maria adalah orang yang akan melunturkan kepercayaan mereka, tentang ritual pengobatan, ramuan tradisional, dan pengetahuan lokal.

 

“Intinya mereka belum percaya saya. Dan itu membuat saya merasa tidak berguna,” kata Maria. Namun titik balik mulai menyala, saat ada anak kecil yang menderita sesak nafas. Mereka menolak Maria, yang bersikukuh membawanya ke puskesmas dengan alasan tidak ada biaya untuk transportasi.

Tidak pikir panjang, Maria menjamin seluruh biaya transportasi. Dia menjelaskan kepada keluarga yang sakit, bahwa sakitnya harus segera ditangani agar tidak terjadi sesuatu yang menyedihkan. Akhirnya keluarga mengizinkan.

Bulir-bulir kristal menganak sungai dari kelopak mata Mariya. Dia mengenang masa-masa penuh kebanggaan, menjadi manusia berguna. Kala itu, dia berhasil menyelamatkan anak kecil yang menderita sesak nafas.

"Terlambat lima menit saja, kita tidak bisa berbuat banyak," Maria menirukan suara dokter.

Selamatkan anak kecil dari sesak napas

Selamatnya anak kecil dari sesak nafas, membuat Maria diterima kelompok Talang Mamak. Semua penyakit yang tidak bisa ditangani dukun hantu, langsung dibawa ke dokter rimba, Maria. Untuk penyakit ringan, semua sudah percaya berobat ke Maria.

Maria menangis haru kala itu. Bahagia bukan kepalang. Kelompok Talang Mamak dengan kisaran 400 jiwa ini, setidaknya sudah tersentuh ilmu medis.

Tangisan Maria tidak hanya tentang kebanggaan, ada juga ketidakbergunaan. Pertengahan 2017 lalu, Maria membawa penderita Tuberkulosis ke puskesmas. Medan yang berat dan waktu tempuh yang lama, membuat nyawanya tidak tertolong.

“Saya merasa bersalah. Merasa tak berguna. Tapi mereka (keluarga penderita) menghibur saya,” kata Maria. Mereka membuat saya kuat lagi.

Merujuk dari kejadian itu, Maria memperluas koneksi. Dia menjalin kerja sama dengan pemerintah dan Fakultas Kedokteran Universitas Jambi serta puskesmas yang mudah diakses kelompok Talang Mamak.

"Tidak hanya meningkatkan literasi mereka terkait pola hidup bersih dan sehat, tetapi mengadvokasi mereka, agar diterima di rumah sakit," kata Maria menjelaskan.

Advokasi tidak hanya membawa mereka berobat gratis ke rumah sakit, melainkan mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan. Diantaranya, sambung Maria, pengobatan/pemeriksaan rutin, imunisasi, pil kaki gajah, makanan tambahan bergizi.

 

Bekerja sendirian

Sejauh ini, Maria tetap bekerja sendirian. Dia sempat semangat, ada beberapa mahasiswa kedokteran Unja, mau masuk ke dalam rimba. Namun sayang tidak lama, hanya beberapa minggu saja.

Kemudian Maria merayu petugas puskesmas untuk turut membantunya, namun mereka belum sanggup untuk tinggal dalam hutan. "Perbedaan budaya dan kepercayaan kerap menjadi alasan klasik," tutur Maria dengan nanar.

Sebenarnya dengan banyaknya dokter rimba, tentu lebih mudah mengakses seluruh kelompok Talang Mamak. Hal ini berpotensi menurunkan resiko kematian. Sebab 5 dari 10 ibu-ibu yang melahirkan; meninggal dunia. Beragam, kalau tidak ibunya, ya bayinya kata Mariya.

Meskipun tidak ada petugas yang mau menetap di lapangan, perlahan pihak pemerintah sudah menggratiskan biaya perobatan. “Itu cukup membuat saya senang,” kata Maria dengan senyum penuh harapan.

(Selesai)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com