Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Dugaan Perkosaan dan Penjualan Bocah 14 Tahun Korban Pencabulan oleh Kepala P2TP2A

Kompas.com - 09/07/2020, 11:44 WIB
Rachmawati

Editor

"Ini ada masalah di kelembagaan dimana struktur dan orang-orang di P2TP2A harus diisi mereka yang berkualifikasi tentang perlindungan perempuan dan anak. Pelayanannya pun harus terintegrasi jangan hanya jargon-jargon saja ramah anak dan perempuan," tambah Chandra.

Baca juga: Kepala P2TP2A Diduga Perkosa Anak , KPAI Sebut Ada Kecolongan Saat Rekrutmen

KPAI: P2TP2A bermasalah

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat adanya masalah struktural di tubuh P2TP2A.

Berdasarkan hasil survei KPAI pada 2019 lalu, unit layanan rehabilitasi - yang salah satunya P2TP2A - bermasalah akibat tidak adanya sistem standar yang baku sehingga menyebabkan munculnya peluang penyelewengan di daerah.

"Hasilnya sumber daya manusia direkrut tidak maksimal dan tidak profesional. Jumlah pekerja sosial, tenaga medis dan psikolog minim, ditambah lagi minimnya anggaran dan infrastruktur untuk mereka. Akibatnya terjadilah kasus seperti yang di Lampung." Kata komisioner KPAI Jasra Putra.

"Hampir 60% dari yang disurvei tidak bisa menjawab tuntas dan tidak tuntasnya layanan rehabilitasi mereka karena tidak adanya standar penilaian, kemampuan orang yang rendah," katanya.

Baca juga: Kepala P2TP2A Diduga Perkosa Anak, KPAI Minta Aturan Rekrutmen ASN Perlindungan Anak Dikaji Ulang

Sebab lain kasus N terjadi, tambah Jasra, akibat lemahnya fungsi pengawasan dan evaluasi Kementerian PPPA terhadap unit P2TP2A di daerah.

"Ini berlangsung hampir setengah tahun, apakah Kementerian PPPA melakukan evaluasi P2TP2A? Kalau tidak berarti kecolongan karena tidak terpantau proses rehabilitasinya yang seharusnya meringankan penderitaan korban malah berlanjut bahkan diduga dijual.

"Ini semua pihak dari daerah hingga pusat harus bertanggung jawab, jangan cuci tangan dengan menyalahkan pihak lain.

"Ini momen tepat bagi pemerintah melakukan evaluasi dan perbaikan sistem serta meningkatkan layanan. Jangan sampai tempat rehabilitas yang harusnya aman menjadi predator itu sendiri untuk anak. Jangan sampai kasus ini terjadi di tempat lain," katanya.

Baca juga: Anak Diduga Diperkosa Kepala P2TP2A, KPAI Akui Upaya Perlindungan Anak Ternodai

Kementerian PPPA minta pelaku dikebiri

Foto ilustrasi. Perangkat pengebirian terbuat dari baja dan diproduksi di London antara tahun 1867-1900. Getty Images Foto ilustrasi. Perangkat pengebirian terbuat dari baja dan diproduksi di London antara tahun 1867-1900.
Sementara itu, Kementerian PPPA meminta aparat penegak hukum memberikan hukuman seberat-beratnya kepada DS.

"Pelaku bisa dijerat dengan mengacu Perppu Nomor 1 Tahun 2016 dengan ancaman hingga dikebiri," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga.

Pasal 81 ayat (3) sampai dengan Pasal 81 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, menyatakan bahwa jika pelaku merupakan aparat yang menangani perlindungan anak maka ancaman pidananya diperberat 1/3 dari ancaman pidananya atau maksimal 20 tahun, bahkan sampai dengan dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri kimia, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.Baca juga: Pemulihan di Rumah Aman Milik Pemerintah, Bocah 14 Tahun Korban Perkosaan Dicabuli Kepala P2TP2A

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Nahar, menjelaskan P2TP2A dibentuk oleh kepala daerah dan dilaksanakan secara bersama dengan melibatkan unsur masyarakat.

Kini Kementerian PPPA melakukan perbaikan sistem pelayanan sehingga penyedia layanan resmi perlindungan perempuan dan anak berada di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

"Ketika UPTD PPA dilaksanakan maka semua layanan harus terstandar mulai dari kelembagaan, SDM, fasilitas hingga metode layanannya," kata Nahar.

Baca juga: Kasus Pemerkosaan Gadis 14 Tahun oleh Mertua Dilaporkan ke Polisi

"Di kasus N, harusnya yang melayani itu UPTD PPA namun belum ada petugasnya di Lampung Timur sehingga yang mengelola itu masyarakat dan P2TP2A," kata Nahar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com