Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Maria "Sang Dokter Rimba", Sempat Dianggap Melawan Kepercayaan Suku Pedalaman Jambi (2)

Kompas.com - 09/07/2020, 11:00 WIB
Suwandi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Selama pandemi Covid-19, perempuan berdarah Jawa bernama Maria Kristiana Norad keluar masuk hutan untuk melakukan pengobatan hingga disebut dokter rimba. Ia adalah Fasilitator Kesehatan KKI Warsi yang rela mengabdikan diri merawat suku-suku pedalaman Jambi

Saat ini, pengabdian dokter rimba sangat penting. Setidaknya mereka dapat mendeteksi dini penyakit berat dan mengobati penyakit ringan. Sayangnya, hanya segelintir dari perawat, bidan maupun dokter yang mau bekerja di dalam hutan, merawat Orang Rimba dan Talang Mamak.

Kehadiran dokter rimba seperti Maria, lanjut Reni sangat membantu penanganan serangan penyakit pada komunitas adat yang jauh dari perhatian pemerintah.

Baca juga: Kisah Maria Sang Dokter Rimba, Keluar Masuk Hutan Pedalaman Jambi untuk Melawan Corona (1)

Selain meningkatkan literasi kesehatan terkait pola hidup bersih dan sehat (PHBS), pengobatan dan pemeriksaan ibu hamil juga melakukan advokasi kesehatan kelompok rentan ini.

Untuk mendukung keberadaan dokter rimba, kata Reni, KKI Warsi telah bekerja sama dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman untuk melakukan penelitian.

Kami pun menemukan kasus penyakit malaria, prevalensinya 24 persen. Sedangkan prevalensi HbsAg (+) pada populasi dewasa 33,9 persen untuk kasus hepatitis.

Ancaman penyakit tentu tidak hanya malaria dan hepatitis, tetapi ada juga demam berdarah, gizi buruk, tuberkulosis dan penyakit mematikan lainnya. B

ahkan angka kematian dari penyakit ini cukup tinggi. Hal ini yang menjadi motivasi Maria, terjun ke dalam rimba berperang dengan virus-virus penyakit dan segala keterbatasan.

Baca juga: Kisah Dosen ITB Bikin Ventilator Indonesia, Rela Dicibir, Tidur di Masjid, hingga Dapat Dana Rp 10 M

Dianggap melawan kepercayaan, butuh 2 tahun untuk membaur

Baik Orang Rimba maupun Talang Mamak, sama-sama memiliki keahlian dewa obat alias meramu akar-akaran dan dedaunan sebagai obat-obatan tradisional. Bahkan mereka memiliki ritual pengobatan, untuk menyembuhkan penyakit berat, kata Maria.

Dengan demikian, masuknya dokter rimba dipandang akan merontokkan kepercayaan dan pengetahuan mereka tentang obat-obatan yang turun temurun diwariskan nenek moyang selama ribuan tahun.

Maria membutuhkan waktu 2 tahun untuk akrab dengan kelompok Talang Mamak, Bukit Tigapuluh. Sebagai pembawa misi kesehatan dan hidup bersih, tentu bertentangan dengan budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat. Termasuk bertentangan dengan urusan kepercayaan.

Baca juga: Kisah Maria Sang Dokter Rimba, Ambil Alih Tugas Dukun Hantu Pedalaman Jambi (3)

 

Kata Maria, penolakan kelompok Talang Mamak yang meliputi beberapa spot seperti di Dusun Air Bomban, Sadan, Swit, Nunusan, Bengayoan dan Semaratihan karena mereka punya obat-obatan tradisional dan dukun hantu.

Misalnya sakit tuberculosis (TB) atau batuk darah, mereka lebih suka berobat ke dukun, begitu juga penyakit lainnya.

Mendidik anak-anak suku pedalaman

Maria pun melebur bersama mereka. Dia masuk dapur, membantu ibu-ibu memasak. Kemudian memakan apa yang mereka makan. Hidup dengan cara mereka, tanpa batasan. Cara lain, Mariya mengumpulkan anak-anak, membentuk pasukan dokter cilik.

Mereka bertugas 'mendidik' orang tuanya cara menyikat gigi, cuci tangan sebelum makan, mandi dengan sabun dan tidak merokok dekat dengan anak-anak terutama balita.

Untuk wilayah Orang Rimba sudah diakses oleh segudang fasilitas kesehatan, berkat perjuangan Mariya dengan berbagai pihak. Bahkan Warsi telah memfasilitasi dengan menggandeng lembaga Eijkman, yang menelurkan program penelitian tentang malaria dan hepatitis.

Berbeda dengan Talak Mamak, yang baru memasuki tahap rintisan. Ini yang membuat Maria lebih terkonsentrasi di Talang Mamak dibanding Orang Rimba. Perbandingannya signifikan.

"Dalam sebulan. Saya berada di Talang Mamak tiga minggu dan Orang Rimba satu minggu," kata perempuan berdarah Jawa ini.

Tentang sepotong kue ulang tahun

Awal Maria mengabdi kepada komunitas adat adalah tepat sehari sebelum ulang tahunnya, bulan September 2015. Pertama masuk rimba sedang musim asap karena kebakaran hutan. Untuk memberikan kesan pertama yang baik, dia pun berniat merayakan ulang tahun bersama komunitas Talang Mamak.

Sepotong kue ulang tahun dibawa Maria saat pergi ke rimba. Perjalanan menuju Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) tepatnya di Lemang, desa terakhir yang dapat diakses dengan sepeda motor.

Selanjutnya mengarungi Sungai Gangsal dengan perahu motor. Apabila debit air tidak surut, maka perjalanan tiga jam. Namun karena musim kemarau, perahu motor tak dapat melaju. Maria pun berjalan kaki selama delapan jam, untuk menemui 12 KK komunitas Talang Mamak di dusun Nunusan, kata Maria.

 

Perdana ke Nunusan, Maria ditemani Fasilitator KKI Warsi untuk Komunitas Talang Mamak yaitu Surana. Awal perjalanan dilalui dengan canda-tawa dan keringat yang mengucur di badan.

Malam telah tiba. Mereka belum sampai sampai ke Nunusan. Perjalanan sudah lebih 12 jam. Barang bawaan seperti peralatan medis, obat-obatan dan kue ulang tahun terasa amat berat. Rasa putus asa menyelinap dalam gelap.

 

Sempat akan menyerah

Maria mulai gelisah. Hatinya kecilnya berbisik. Apakah pekerjaan seperti ini yang benar-benar dia inginkan? Medan berat, hewan buas, tanpa sinyal dan listrik menjadi teman saban hari. Tidak aku menyerah saja, tegas Maria. Tangis Maria pun pecah.

“Maria, kalau kita pulang dan menyerah, maka sia-sialah kue ulang tahun yang kau bawa, bukankah kamu berniat memakan kue ulang tahun itu bersama mereka,” kata Surana lirih.

Entah kekuatan apa yang merasuk melalui perkataan itu. Maria yang tadinya lemas dan menangis, bangkit. Tenaganya bertambah berkali-kali lipat. Mereka akhirnya tiba di Nunusan larut malam.

Esok hari, kabar kedatangan dokter rimba telah tersiar. Sebagian kelompok Nunusan antusias melakukan pemeriksaan penyakit ringan seperti flu dan pilek, hingga kehamilan.

Penerimaan terhadap Maria cukup hangat. Kobaran semangat Mariya pun menyala-nyala. Untuk melakukan pengobatan dasar komunitas adat semakin besar. Pengobatan hari itu, diakhiri dengan doa bersama atas perayaan ulang tahun Maria dan makan sepotong kue.

(Bersambung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com