Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Pandemi, Bali Terima Lagi Wisatawan di Akhir Juli, Pakar Sebut Terlalu Buru-buru

Kompas.com - 07/07/2020, 12:02 WIB
Rachmawati

Editor

Sebelum masa pandemi, Allen memiliki lebih dari 20 pekerja untuk sektor usaha paket liburan dan kuliner.

Baca juga: Kecewa Kena PHK, Pria di Bali Bakar Mobil, Warung, hingga Toko Sepatu

Tapi kemudian, usahanya berhenti dan puluhan pekerja dirumahkan seiring dengan masa pandemi covid-19.

Allen mengatakan, wacana pembukaan kembali wisata di Bali membuatnya 'belum merasa senang tapi ada sedikit kebahagiaan'.

"Tapi persoalannya kembali ke ekonomi dunia. Ketika ini dibuka, butuh waktu. Ada proses, karena mereka di sana kekurangan uang, bagaimana mereka mau liburan, sementara mereka [wisatawan mancanegara] kesulitan secara financial," kata Allen.

"Kami juga nggak tahu langkah-langkah seperti apa yang pemerintah bisa lakukan, sehingga ada percepatan untuk masuknya wisatawan, misalnya wiasatawan domestik dulu, kita dibantu dari sana," tambah Allen.

Baca juga: Bali Rencana Buka Pariwisata untuk Wisatawan Nusantara 31 Juli

Lampu Kuning

Pakar Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair), Laura Navila Yamani memberi peringatan kepada pemerintah Bali agar membuka wisata secara bertahap dengan ketentuan protokol covid-19.

"Kalau tempat wisata itu dibuka kemudian bisa menimbulkan penyebaran kasus, bahkan sampai menyebabkan kluster baru penyebaran covid. Tapi itu merupakan hal yang tidak diinginkan. Jadi memang harus pelan-pelan," katanya kepada BBC News Indonesia, Minggu (5/7/2020).

Laura mengatakan pemerintah Bali harus memastikan wisatawan yang datang ke Bali bukan berasal dari zona merah.

Kemudian, jumlahnya juga harus dibatasi termasuk tempat-tempat wisata yang dibuka.

Baca juga: Vila-vila di Bali Mulai Dipesan untuk Liburan Tahun 2021

"Karena kalau semakin luas, tempat yang diaktifkan, itu kan pemantauannya akan semakin sulit. Kalau dibuka secara bersama-sama, itu ada risiko," katanya.

Selain itu, menurutnya, perlu ada pemantauan secara berkala termasuk pemberian sanksi yang tegas bagi pengelola wisata yang melanggar protokol covid-19.

"Ketika itu tidak dipatuhi, ya ada punishment. Misalnya, harus ditutup," kata Laura.

Di sisi lain, Gusti Ngurah Mahardika, guru besar virologi Universitas Udayana menilai penerapan normal baru di Bali termasuk buru-buru.

Apalagi karena jumlah kasus positif Covid-19 di Bali terus meningkat.

Baca juga: Qatar Airways Kembali Terbang ke Bali, Ini Jadwalnya

Menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Bali, hingga 5 Juli 2020 terdapat 1.849 kasus positif dengan 20 kematian.

Adapun pasien sembuh sebanyak 967 orang sedangkan pasien dalam perawatan mencapai 862 orang.

"Data tersebut tidak menunjukkan data sebenarnya saat ini karena ada indikasi Bali masih kurang jumlah deteksinya. Ini hanya puncak gunung es. Data tersebut juga diperoleh dari hasil tes sekitar seminggu sebelumnya sehingga tidak real time," katanya.

Mahardika mengatakan klaim keberhasilan oleh Gubernur Bali juga masih perlu dipertanyakan karena data kasus sesungguhnya tidak pernah dibuka kepada publik.

Baca juga: Tekan Penularan Covid-19 di Pasar Tradisional, Pemprov Bali Bentuk Satgas Khusus

Peningkatan kasus di Bali saat ini bisa jadi karena pemeriksaannya memang banyak. Jika pemeriksaan tinggi dan temuan kasusnya juga tinggi, maka itu wajar.

"Kalau penjangkauan dan pemeriksaan memang tinggi, tetapi hasil positifnya menurun, itu baru bisa disebut berhasil," ujarnya.

Menurut Mahardika, situasi Covid-19 di Bali saat ini masih masuk lampu kuning karena angka kematian masih tinggi.

Baca juga: Djoko Tjandra, Sosok Joker di Balik Kasus Cessie Bank Bali

Berdasarkan informasi yang dia peroleh, jumlah pasien yang dirawat juga masih banyak.

"Sebagian besar rumah sakit juga tidak bisa merujuk lagi karena orang yang dirawat intensif juga bertambah," katanya.

"Saya menyarankan pemerintah Bali lebih baik duduk bersama dengan para ahli dan membuka data untuk dianalisis dan dievaluasi bersama sebelum menerapkan normal baru," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com