Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Warga Tepi Sungai Karang Mumus Samarinda, Digusur Saat Wabah Merebak

Kompas.com - 07/07/2020, 05:59 WIB
Zakarias Demon Daton,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi


Soal aspirasi, kata dia, warga menginginkan kejelasan biaya ganti rugi, patok atau batas yang hendak disterilkan, sehingga dirinya bisa mendata keseluruhan bangunan dan jumlah jiwa yang terdampak.

“Sampai sekarang kami belum tahu berapa jumlah bangunan dan jiwa yang terdampak,” tegas dia.

Selain itu, warga juga menginginkan agar pemkot menawarkan tempat tinggal bagi warga yang hendak direlokasi ini.

“Kalau digusur tanpa tawaran tempat tinggal, warga mau tinggal di mana, kan mereka enggak punya rumah. Apalagi ini di zaman Covid-19,” jelas dia.

Baca juga: KPU Samarinda Tambah 2.028 TPS di 10 Kecamatan

Sekretaris Kota Samarinda, Sugeng Chairuddin mengatakan secara legal, lahan di sepanjang sungai tersebut adalah lahan negara karena kawasan hijau.

Mengingat kawasan tepi sungai adalah lahan negara, maka semua bangunan tersebut adalah ilegal.

“Kalau ada yang bilang tanah sendiri atau dia punya sertifikat, oke dia bisa bilang begitu (minta ganti rugi), tapi ini kan enggak. Itu tanah negara,” ungkap Sugeng saat dihubungi terpisah.

Sesuai PP 38/2011 tentang sungai, garis sempadan sungai tidak tertanggul dalam kawasan perkotaan, bangunan minimal berjarak 10 meter sisi kiri dan kanan, jika kedalaman sungai di bawah 3 meter.

Sementara, untuk sungai dengan kedalaman lebih dari 3 meter, bangunan yang berdiri minimal punya jarak 15 meter tepi kiri dan kanan.

Kemudian, sungai dengan kedalaman di atas 20 meter, tidak boleh ada bangunan dalam jarak 30 meter dari tepinya.

“Rencana kita bongkar 30 meter di kedua sisi sungai,” tegasnya.

Baca juga: Cerita Abdulloh, Pemudik yang Isolasi Diri di Bantaran Sungai

Sugeng menyatakan, Pemkot Samarinda sudah menyiapkan uang sebesar Rp 15 miliar yang akan diberikan untuk warga korban penggusuran.

Menurutnya, dana tersebut merupakan santunan bagi warga, bukan ganti rugi.

Penamaan ganti rugi bagi dia tidak tepat, karena bangunan tersebut ilegal.

“Apa yang mau diganti rugi. Ini uang santunan, bukan ganti rugi. Ada Rp 15 miliar dari Pemprov, tapi bukan untuk pembebasan di situ (segmen Pasar Segiri) saja, di segmen lain juga,” tegas dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com