Setelah selesai disangrai, Yayat menjual kerupuknya ke pabrik atau toko lainnya untuk dibumbui, dibungkus, dan dijual ke konsumen.
“Kalau saya sendiri hanya produksi kerupuk yang belum dibumbui. Harganya Rp 350.000 per 500 liter. Kalau lagi ramai, (pabrik) saya bisa buat 5.000 liter per hari,” kata dia.
Oleh pabrik lain, kerupuk itu akan dibumbui, dibungkus ke dalam ukuran kecil, kemudian dijual Rp 2.500 per bungkus.
Ada tiga varian rasa, yakni asin, pedas manis, dan pedas.
Kerupuk gurilem sangat cocok untuk camilan. Bisa juga sebagai tambahan lauk saat menikmati makanan berkuah.
Bertahan di tengah pandemi
Yayat mengatakan, tidak ada yang berubah selama pandemi virus corona atau Covid-19.
Produksi masih tetap berjalan sehingga roda ekonomi warga yang mengandalkan gurilem terus berlangsung.
“Kalau saya masih tetap produksi. Yang mengalami dampak yang jualan, karena orang kota tidak bepergian ke daerah sini dan membeli kerupuk gurilem,” kata dia.
Namun permintaan konsumen tidak terlalu berpengaruh.
Faktor yang memengaruhi saat ini adalah harga bahan baku yang terus naik.
Bahan baku yang naiknya paling terasa adalah tepung tapioka. Untungnya, Yayat masih mendapatkan harga yang lumayan bagus, Rp 800.000 per kuintal.
“Bahan baku naik, tapi kita tidak bisa naikin harga kerupuk. Terakhir kali naik sekitar satu atau dua tahun lalu,” ucap Yayat.
Arti gurilem
Gurilem dalam bahasa sunda berarti gurih atau pelem. Hal itu mengacu pada rasa dari gurilem.
Panganan ini bisa dikonsumsi sebagai camilan, pelengkap lauk pauk, atau dicampur dengan makanan berkuah.
Bagi Cililin, Kabupaten Bandung Barat, panganan ini menjadi makanan khas nan legendaris yang sudah ada puluhan tahun lalu. Panganan ini pun kerap diburu wisatawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.