BANDUNG, KOMPAS.com – Jarum jam menunjukkan pukul 09.00 WIB.
Terik matahari begitu menyengat di Kampung Pasir Meong, Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Yayat terlihat sedang merapikan adonan kerupuk gurilem.
Sesekali ia tersenyum menyapa tamu yang datang berkunjung.
“Alhamdulillah panas,” ujar Yayat mengawali perbincangan dengan Kompas.com, Minggu (5/6/2020).
Baca juga: Kisah Dosen ITB Bikin Ventilator Indonesia, Rela Dicibir, Tidur di Masjid, hingga Dapat Dana Rp 10 M
Untuk pengusaha gurilem seperti Yayat, cuaca adalah faktor utama.
Apabila cuaca panas, kerupuknya kering dengan cepat dan mengembang saat disangrai.
Namun, jika musim hujan, kerupuk sulit kering, berjamur dan tidak mekar maksimal saat disangrai.
Itu sebabnya Yayat berhenti memproduksi kerupuk saat musim hujan tiba.
Cara unik dan tradisional
Yayat mengatakan, produksi gurilem masih tradisional, sehingga sangat mengandalkan sinar matahari.
Berbeda dengan kerupuk yang menggunakan mesin.
“Semua proses pembuatan masih tradisional,” tutur Ayah dari dua anak ini.
Baca juga: Mengenal Blengep Cotot, Kue Khas Indramayu yang Langka dan Melegenda
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.