Tradisi Bekintangon adalah pengabdian dalam berpacaran. Betuah sudah dua tahun menjalani tradisi itu, yakni tinggal dan membantu calon mertua atau ayah perempuan yang dicintainya, dalam segala urusan pekerjaan tanpa pamrih.
Pekerjaan dimaksud di antaranya menyadap karet, berladang atau bermalom, mencari jernang, dan berburu.
"Saya membantu semua pekerjaan (ayah) perempuan yang disayang. Dan, tinggal bersama keluarganya selama dua tahun," kata Betuah dengan senyum simpul sembari menatap gemintang di langit, saat malam gelap mengepung pelataran kantor KKI Warsi, beberapa waktu lalu.
Betuah mengaku bahagia pernah hidup bersama keluarga Bepawal. Setelah berangkat kerja bersama ayah perempuan dan biasanya pulang larut malam, di rumah telah tersedia makanan dan kopi, buatan bidadari pujaan hati.
"Itulah obat pelepas lelah," kenang Betuah dengan mata berbinar.
Remaja Rimba yang sehari-hari aktif sebagai penyiar Radio Komunitas Orang Rimba (Benor) saat melakukan tradisi Bekintangon, juga dituntut untuk mendidik pacarnya tentang cara hidup dan bekerja dalam rumah tangga.
Poin penting dalam Bekintangon adalah mendidik calon istri. Meskipun tinggal bersama keluarga perempuan, Betuah tidak boleh macam-macam, selayaknya gaya berpacaran anak milenial.
"Kalau pegang tangan, denda 20 bidang kain," sebut Betuah dengan tegas.
Bahkan di tempat lain, bukan di Kedundung Mudo, kelompok Tumenggung Grip. Mengajak perempuan muda rimba bicara, bisa dikenai 50 bidang kain.
Namun sayang, setelah dua tahun bekintangon, Betuah dan Bepawal tak berjodoh. Keduanya telah berbeda keyakinan, Betuah telah memeluk Islam, sedangan Bepawal masih setia dengan kepercayaan Bedewo.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan